"Sepertinya mata Kak Evans sedang rusak." ucap salah seorang dari mereka, mengingat ospek yang lalu Evans menggumam kata cantik ketika melihat Erika.
"Hahahahha. Hahahha. Hahahah."
Ruang itu bising sekali sehingga Erika memutuskan bergegas keluar. Setelah berlari, dia melambatkan langkahnya dan mulai berjalan normal.
"Masih ada lima belas menit lagi sebelum dosen masuk," gumam Erika melihat jam tangannya lalu masuk ke perpustakaan.
*****
Evans melangkah dengan pasti menuju kelas Akuntansi. Dia masuk ke dalam ruang kelas itu dan suasana yang tadinya ribut tiba-tiba menjadi hening.
"Apa Erika Zunatta sudah masuk kelas?" tanya Evans dengan suara sedikit keras sambil tersenyum ke semua orang yang ada di kelas itu. Salah satu dari mereka datang menemuinya di pintu kelas.
"Sudah tapi keluar lagi, Kak. Aku nggak tahu di mana," ucap Anna dengan lembut.
"Oh, oke. Makasih ya," jawab Evans singkat.
"Boleh tahu kenapa kakak mencari Erika?" tanya Anna penasaran.
"Ada yang mau saya bicarakan padanya," jawab Evans.
"Oh. Boleh kenalan, nggak? Nama saya Annastasya Bilea. Panggil saja, Anna." Anna tersenyum manis sambil mengulurkan tangannya untuk bersalaman.
"Evans Ducan. Salam kenal, Anna. Saya permisi dulu." Evans tersenyum sambil menjabat tangan Anna lalu pergi begitu saja. Suasana kelas masih tetap hening. Anna cemberut dan kembali duduk di tempatnya.
"Ganteng banget! Siapa ya Kak Evans Ducan itu? Aku harus mencari tahu," gumam Anna.
Sewaktu Evans keluar dari kelas itu, dia melihat Erika keluar dari perpustakaan. Evans pun bergegas menemuinya.
"Hai, Erika," sahut Evans sambil berjalan santai ke arah Erika.
"Eh, Kakak yang hari itu ya?" tanya Erika kikuk.
"Iya. Kita belum kenalan ya. Saya Evans Ducan. Panggil saja Evans." Evans memperkenalkan diri dengan tersenyum sambil mengulurkan tangan untuk bersalaman.
"Ah, iya Kak Evans." Erika juga tersenyum sambil menjabat tangan Evans.
Entah kenapa setelahnya keduanya membisu karena merasa canggung. Lalu Evans mencoba mencairkan suasana.
"Soal traktir makan..."
"Ah iya, sebentar. Saya akan membayarnya." Erika merogoh tasnya hendak mengambil uang.
"Eh, bukan itu maksud saya. Saya cuma bertanya kenapa kamu nggak pernah datang lagi ke kantin itu?"
"Iya kan nggak enak aja rasanya kalau kakak bayari saya," ucap Erika lembut.
"Lagian di tempat itu mahal." Erika menyambung dalam hati.
"Kecuali lagi makan bareng ya?" tanya Evans cepat sambil tersenyum.
"Iya, eh, apa tadi, Kak?"
"Hehehe. Baiklah kalau begitu," ucap Evans menyimpulkan sendiri. Erika tampak kebingungan.
"Boleh minta nomor hp-mu?" tanya Evans langsung.
Erika terdiam sedikit terkejut. Evans memperhatikan ekspresi Erika yang tampaknya seperti keberatan.
"Apa aku terlalu cepat meminta nomornya? Sepertinya dia tidak mau," pikir Evans dalam hati.
"Um. Kalau tidak mau tidak apa-apa," sambung Evans melihat Erika yang diam saja.
"Eh, iya, mau kok. Mana ponsel Kakak?" jawab Erika cepat sedikit gugup.
"Ini." Evans memberikan ponsel miliknya sambil tersenyum.
Erika mengetik nomor. "Ini Kak. Saya permisi ya, Kak. Soalnya kelasnya mau dimulai. Dosennya sebentar lagi datang. Takut telat." Erika memberikan ponsel Evans kembali lalu bergegas pergi.
"Oh, oke. Terima kasih ya." Evans menyimpan nomor sekejap, lalu langsung melihat ke arah Erika yang sudah bergegas meninggalkannya sedikit jauh.
"Erika! Kalau aku telpon, angkat ya!" ucap Evans sedikit berteriak.
"Iya Kak." Erika menoleh ke belakang sambil tersenyum lalu menoleh ke depan dan berlari kecil. Evans terus melihatnya sampai Erika masuk ke dalam kelasnya.
Saat istirahat siang.
Drrrrtt drrttt drrrttt ddrrrtttt
"Hah, nomor siapa ini? Jangan-jangan Kak Evans?" Erika segera melihat ke layar ponselnya.
Klik
"Ha.. Halo," sapa Erika.
"Halo. Ini Evans."
"Oh, ada apa Kak?" tanya Erika.
"Lima menit lagi saya datang ke kelasmu. Tunggu aja ya. "
bip bip bip bip
Sambungan telepon diputus.
"Halo. Eh, sudah diputus ya? Hmmm." Erika melihat ke layar ponsel.
"Kak Evans mau apa ya ke kelas ku?" gumam Erika.
Lima menit kemudian Evans datang ke kelas. Berdiri di depan pintu dan tersenyum. Sontak anak-anak pada mendekat.
"Hai, Kak Evans," sapa Anna lembut dan tersenyum.
"Hai juga, Anna," sapa Evans dengan senyum ramah.
Erika yang sedang melihatnya bertanya dalam hati, "Kak Evans berteman ya sama Anna?Kelihatannya iya." Erika cemberut. Ada perasaan sedikit tidak senang dalam hatinya.
Belum sempat Anna bertanya tentang maksud kedatangan Evans, tiba - tiba,
"Erika!" Evans memanggil Erika sambil melambaikan tangan.
"Ah, iya Kak," sahut Erika sedikit terkejut karena Evans tiba-tiba memanggil namanya. Erika berdiri lalu datang menemui Evans.
"Ayo." Evans langsung menggenggam tangan Erika dan membawanya pergi. Erika terkejut sampai menganga. Tetapi dia hanya menuruti saja ajakan Evans.
Anna dan teman-temannya terdiam. Melihat satu sama lain. Seolah tidak percaya akan situasi yang barusan mereka saksikan.
"Apa mereka pacaran, Anna?" Salah satu dari mereka bertanya.
"Aku rasa tidak." Anna berbicara dengan penegasan sambil menghentakkan salah satu kakinya dan menatap tajam pada teman yang bertanya tadi. Membuat beberapa di antara temannya menjadi takut. Ya, dari masa SMA, Anna hobby sekali membully. Siapapun korbannya, tidak akan mampu bertahan dan akan segera berhenti dari sekolah.
"Kamu marah ya, Anna? Jangan-jangan kamu cemburu ya? Hehe," tanya salah satu temannya yang cukup berani.
"Ya gak mungkinlah Anna cemburu. Siapa saja bisa dia dapatkan. Iya kan, Anna?" timpal yang lain mencoba mengambil hati. Sejenak Anna terdiam dan berkata, "Sudahlah, jangan bahas ini lagi. Ayo pergi."
"Aku belum pernah melihat yang seperti dia. Aku pasti bisa dapatkan cowok itu!"
Anna tidak pernah setertarik ini pada seorang lelaki.
***
Setelah berjalan melewati sisi lapangan.
"Kita mau kemana, Kak?" tanya Erika.
"Ke kantin," jawab Evans singkat sambil tetap berjalan bersama.
"Oh, apa tanganku sudah bisa dilepas, Kak?" tanya Erika lembut.
"Eh?" Sontak Evans melepas genggamannya. Lalu melihat ke arah Erika.
"Sorry. Saya nggak sengaja."
"Eum tidak apa - apa, Kak." Erika sedikit canggung, mereka berjalan kembali menuju kantin.
"Mau pesan apa?" tanya Evans.
"Terserah Kakak aja."
"Oke." Evans memesan makanan.
"Kakak berteman ya sama Anna, teman sekelasku tadi?" tanya Erika tiba-tiba. Sebenarnya dia mencoba memberanikan diri untuk bertanya karena penasaran.
"Tidak. Saya baru mengenalnya. Kenapa?"
"Tapi tadi kulihat Kakak sepertinya akrab."
"Oh. Nggak kok. Kita aja yang akrab. Gimana? tanya Evans tersenyum.
"Bukan itu maksudku, Kak." Erika merasa malu.
Tidak berapa lama, beberapa menu makanan dan dua gelas jus segar diantar ke meja. Erika menelan air liurnya.
"Kak. Ini mahal kenapa pesan yang begini?" tanya Erika polos.
"Kan kamu yang bilang terserah. Lagian aku yang akan membayarnya. Jangan menolak ya. Ini cuma traktir makan aja kok," jawab Evans tersenyum dengan menggunakan kata 'aku', tidak 'saya' lagi.
Erika mengangguk, ikut tersenyum. Mereka menikmati makanan tersebut.
"Selesai kuliah jam berapa?" tanya Evans setelah makan.
"Kenapa Kak?"
"Nanti Kakak antar pulangnya ya?" ajak Evans sambil tersenyum manis.
Mendengar tawaran itu, Erika terdiam sejenak merasa bingung. Bagaimana ini? Rumah Erika sangat sederhana. Apa setelah tahu keadaan Erika, Evans masih akan tetap ramah? Erika merasa gelisah.
tbc..
Evans
Terimakasih atas Like, Comment dan Vote-nya ya, Kak! 😉
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 204 Episodes
Comments
Dhina ♑
Yang dekati baik, ganteng
Ga mungkin lari
2021-07-07
1
Eka Agustina
lirikan evaaan kagak nahan Mak thoorr😍😍😍
2021-03-18
1
Janet Repi🧚♀️💝
cie..cie..lg pdkt nich🥰
2021-03-15
1