Visual Erika 👆
Episode-episode awal agak slow ya guys, biar terkesan alami dan dapat feel-nya. Selamat baca. Nikmati harimu! 😉
Di sebuah rumah kecil sederhana, seorang gadis sedang sibuk membenahi dirinya. Wajahnya memang polos tanpa make up tetapi terlihat sangat manis dengan matanya yang sipit, berkulit putih seputih susu dengan rambutnya yang lurus hitam. Dia mengenakan baju yang sebenarnya terlihat kampungan. Tetapi dia tidak memahami hal itu. Baginya, pakaian yang dia kenakan sudah cukup indah.
"Kak Danish, apa aku terlihat cantik?" tanya gadis itu seraya keluar dari kamar.
"Um, cantik," jawab Danish sambil mencubit hidung adiknya.
"Aku gugup, Kak. Ini hari pertamaku masuk kampus," ucap Erika dengan cemberut. Tetapi di balik cemberut ada senyum kecil terukir di sana.
"Adikku ini, lucu deh. Kakak yakin kamu bisa menyesuaikan diri di sana. Apalagi kamu gadis yang pintar," kata Danish sambil mengusap kepala adiknya itu.
"Makasih ya, Kak. Sudah merelakan uang tabungan Kakak untuk kuliahku." Erika memeluk kakaknya.
"Iya sama-sama. Sudah cepat sana berangkat," kata Danish lembut seraya tersenyum kecil.
"Ok, kak! Ibu, aku pergi ya."
"Iya," sahut Wilma singkat, yang baru saja datang dari dapur.
Danish memang sayang sekali sama adik satu-satunya itu. Mereka berdua tinggal dengan ibu di rumah peninggalan ayah. Ayah mereka telah meninggal sejak mereka kecil. Ibunya bekerja mencuci baju tetangga. Sementara Danish bekerja sebagai pelayan di sebuah toko. Dia biasa mengantar barang dengan mobil pick up atau mengangkat barang-barang.
"Danish. Kamu kan laki-laki. Usia mu masih 22 tahun. Harusnya kamu yang kuliah," ucap Wilma dengan wajah tidak senang.
"Ibu, aku mau fokus cari uang. Sudah kuputuskan uang tabungan ini untuk Erika kuliah. Erika lumayan berprestasi dan baru saja lulus SMA, lebih baik dia yang kuliah." Danish dengan lembut menjelaskan.
"Kalau kamu tidak mau kuliah, uang tabunganmu itu kan bisa untuk kamu menikah nanti," ujar Wilma menjelaskan keberatannya.
"Aku juga akan menabung untuk itu. Jangan khawatirkan aku. Aku hanya ingin ada perubahan di keluarga kita. Kalau Erika kuliah, dia bisa mendapat pekerjaan yang baik. Tidak seperti aku yang harus susah payah." Danish berupaya membuat ibunya paham.
"Danish, mau sukses bagaimana pun, ujung-ujungnya Erika bakalan ikut dengan suaminya kelak. Dan keluarga kita tidak akan ada perubahan. Mudah-mudahan saja Erika ingat semua budimu," lugas Wilma. Danish sendiri diam sejenak menghela nafas.
"Ibu, aku melakukan ini ikhlas untuk Erika. Dia ingin sekali kuliah. Ibu tidak lihat senyum bahagianya itu sejak kukatakan dia akan kuliah. Itu saja sudah buat aku bahagia," ucap Danish tersenyum sambil merangkul bahu ibunya. Ibunya hanya diam saja. "Baiklah. Aku berangkat kerja dulu ya, Bu." Setelah pamit, Danish pun langsung berangkat.
*****
Universitas Bintang Kota adalah universitas ternama di kota ini. Fasilitasnya lengkap. Tim pengajarnya juga terpercaya. Banyak orang berlomba-lomba untuk masuk ke universitas ini. Bukan tidak sulit masuk ke universitas ini. Selain harus memiliki nilai yang bagus di ijazah. Mereka juga harus mengikuti tes yang sulit. Sungguh para orang tua sangat berbangga hati ketika anaknya berhasil menjadi salah satu mahasiswa di universitas ini. Ya, di sinilah Erika kuliah.
"Benar ya di sini?" Sambil celingak-celinguk Erika mencari di mana kelasnya bergabung.
"Lihat itu! Cupu banget ya?? Hihhihi."
"Mana? Mana?"
"Itu lho yg pakai baju kampungan."
"Oh itu. Dia kemari tuh..!"
"Wkwkwkwk. Dia sekelas kita lho."
"Kok yang kayak gitu bisa masuk universitas sini sih?"
"Hihihihi."
Dari kejauhan, Erika melihat beberapa mahasiswi yang asyik nongkrong di wilayah kelas itu. Dia merasa sedikit gugup. Namun seraya berjalan mendekat, dia mencoba tersenyum kecil kepada mereka.
"Hai teman-teman. Di sini kelas Akuntansi kan?" tanyanya seraya melihat keterangan di pintu masuk kelas.
"Heehhh! Siapa teman maksudmu? Kamu dari planet mana, hah?" tanya salah seorang mahasisiwi yang nongkrong di sekitar itu.
"Hahahahhah." Semua tertawa mendengarnya.
Erika diam saja lalu melangkah masuk ke dalam kelas. Di kelas orang-orang langsung memandangnya remeh. Ada yang tertawa kecil. Ada juga yang cuek saja. Ya, Erika bukanlah tidak peka atas situasi ini. Hanya saja dia belum memahami kenapa orang-orang memandangnya remeh. Itu semua karena dandanan kampungnya.
Beberapa mahasiswi tadi yang sebelumnya asyik nongkrong, memasuki kelas sambil melihat ke arah Erika yang masih bingung harus duduk di mana. Sepertinya dia hendak memilih bangku kosong di nomor dua dari depan bagian tengah.
"Hei, anak kampung!" seru Anna.
Erika terkejut. Diperhatikannya perempuan itu. Cantik dan tampilannya benar-benar modis. Dengan rambut panjang curly di bagian bawah.
"Ada apa?" tanya Erika singkat, walau sebenarnya dia tidak suka panggilan itu.
"Kamu tidak boleh duduk di situ!" tegas Anna.
"Memangnya kenapa? Kosong kok," jawab Erika sambil menatap mata Anna.
Terdengar cekikikan-cekikikan kecil.
"Hihihi. Anak ini baru masuk kampus sudah berani menantangmu, Anna."
"Dia belum tahu siapa Anna. Dia kan bukan satu sekolah sama kita-kita waktu SMA."
"Iya. Dia dari SMA zaman kuno terus pake mesin waktu ke zaman modern, lihat tuh bajunya kampungan banget."
"Hahahahahhaha"
"Apa sih maksud kalian?" tanya Erika cukup kesal.
Memangnya bajuku kenapa? Masak sih ini kampungan? Erika bertanya di dalam hati.
"Pokoknya kamu tidak boleh duduk di situ! Aku tidak suka ada perempuan kampung duduk di dekatku," lugas Anna.
"Sudahlah, Cupu. Kamu duduk di sudut sana aja. Di belakang," sahut yang lain
"Hahahahahha." Seketika tawa meledak.
Erika sangat kesal tetapi dia memutuskan mengalah dan duduk di sudut belakang. Lebih baik dia tidak membuat masalah.
****
Di tengah Ospek
"Hei, Evans! Tidak ikut ospek nih? Mana tahu ada cewek cantik di kelas Manajemen." Ajak Revin sambil menepuk bahu Evans yang sedari tadi nongkrong di bangku taman lapangan kampus.
"Kamu itu ya! Cewek mulu," sahut Evan sambil tersenyum.
"Jadi nggak mau nih gabung sama anak-anak?" tanya Revin cepat.
Evans menggeleng. "Di sini lebih enak sambil lihat anak akuntansi diospek tuh. Hahahah lucu banget deh cewek itu," kata Evans.
"Cewek yang mana?" Revin langsung celingak-celinguk.
"Nggak ada." Evans terkekeh.
"Haissshhh. Sial," ujar Revin kesal seraya pergi meninggalkan Evans.
Evans masih tertawa seraya melihat punggung Revin yang sudah menjauh. Lalu dengan cepat ekspresinya berubah. Dia terdiam sejenak meminum air mineral yang sedari tadi ada di genggamannya. Sepertinya dia sedang memikirkan sesuatu yang lain.
"Dasar murahan," ucapnya dalam hati sambil mengingat kejadian tadi malam.
Namanya Evans Ducan. Siapa yang tidak kenal dengan Evans. Orang tuanya terpandang dan benar-benar dihormati di kalangan bisnis. Sewaktu tingkat tiga, dia menjadi asisten dosen yang handal. Wajahnya yang tampan dengan tinggi 183 cm, membuat perempuan berupaya mencari perhatiannya.
***
Visual Evans Ducan
Terimakasih atas Like, Comment dan Vote-nya ya, Kak! 😉
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 204 Episodes
Comments
Dhina ♑
Putih
Langsing
Rambut lurus
Hidung mancung
Cantik
Hitam
Gemuk
Rambut keriting
Hidung pesek
Jelek
2021-07-07
1
lisna widyasmoro
evan aku kurang suka thor...ga macho
2021-07-02
1
mutoharoh
lanjut membaca lagi 😉
2021-06-23
0