Erika 👆
Evans yang sedari tadi memikirkan kejadian tadi malam terkejut mendengar teriakan di sisi lapangan.
"Hei! Cewek kampung bodoh! Sini kau!"
Mata Evans langsung melihat ke pusat suara. Apa-apaan sih mereka ini? Sedang ospek atau sedang bully? Kenapa bersikap arogan begitu?
Evans bergegas ke sisi lapangan itu. Di sana mahasiswa junior jurusan akuntansi berbaris dengan rapi. Ada yang senyum-senyum melihat kejadian itu. Ada pula yang cemberut karena panasnya terik matahari. Tetapi mata Evans tertuju pada senior perempuan yang sedang memarahi seorang mahasiswi baru.
"Kamu kenapa memarahi anak baru dengan cara seperti itu?" tanya Evans yang masih berjalan menuju mereka. Sontak senior itu terkejut. "Kak Evans?"
Para junior yang semula tidak sadar kehadiran Evans juga terkejut melihatnya, mungkin kata yang lebih tepatnya terkesima melihat sosok Evans.
"Kakak itu siapa? Cakep ya? Hehe." Suara bisik-bisik terdengar cukup jelas.
"Apa salah dia?" tanya Evans lembut kepada senior tahun ketiga itu tanpa melihat ke arah junior yang baru saja dimarahi tadi.
"Maaf, Kak. Tadi nggak sengaja. Soalnya dipanggil dari tadi dia nggak nyahut."
"Tapi kan kamu nggak perlu sampai mengucapkan kata kampung dan bodoh segala. Harusnya kita memberi contoh yang baik untuk para junior."
"Iya, Kak. Saya minta maaf," ucapnya dengan wajah menyesal.
"Minta maaflah padanya," ujar Evans lalu matanya teralih pada mahasiswi junior itu.
"Siapa namamu?" tanya Evans pada junior tersebut yang sedang menundukkan kepala.
"Saya Erika, Kak. Erika Zunatta," jawabnya sambil menengadahkan wajahnya ke arah Evans beberapa detik, lalu menunduk kembali. Mata Evans melebar melihat wajah gadis itu.
"Cantik," gumam Evans tanpa dia sadari meluncur begitu saja dari mulutnya.
Walaupun suaranya terasa pelan tetapi sepertinya semua yang ada di tempat itu, bisa mendengar apa yang Evans ucapkan.
"Apa, Kak?" tanya senior perempuan itu, memastikan apa yang dia dengar barusan.
"Saya bilang kamu minta maaf ke dia saja langsung," jawab Evans sedikit kikuk.
"I-iya, Kak Evans." Senior perempuan itu mengarahkan pandangannya pada Erika.
"Eum, Erika. Saya minta maaf karena tadi bersikap kasar padamu," ucapnya sungguh-sungguh.
"Iya, Kak." Erika menjawab singkat. Semua yang mendengar terdiam sejenak.
Melihat semua kembali normal, Evans langsung pergi meninggalkan sisi lapangan itu.
***
Drrrt drrttt ddrrrtttt
Ponsel Evans berbunyi. Dilihatnya siapa yang menelepon. Ekspresi wajah Evans menunjukkan rasa tidak suka. Tetapi tak urung dia tetap mengangkatnya.
Klik
"Halo Lisa," sapa Evans dengan tenang.
"Kak. Please. Itu tadi malam Kakak cuma salah paham saja. Aku bisa jelaskan semua pada Kakak tentang apa yang terjadi," ucap Lisa sambil menangis.
"Kamu sekamar dengan seorang pria tanpa memakai busana sambil terawa-tawa, apa itu salah paham namanya?" tanya Evans dengan suara datar.
"Kak.." Lisa menghela nafas dan mulai terisak. "Aku minta maaf. Kejadian itu tidak sengaja, Kak. Aku dalam pengaruh alkohol waktu itu. Aku sedikit lepas kontrol sewaktu minum. Aku pikir, aku tidak akan mabuk..."
"Sudahlah Lisa," potong Evans. "Aku maafkan semua kesalahanmu itu. Kita sudah berakhir dan jangan lagi hubungi aku."
Bip bip bip..
Evans memutuskan sambungan telepon. Dia menghela nafas berupaya sabar. Lalu kembali berjalan menuju ujung lapangan.
"Hei, siapa itu yang datang ya? Katanya nggak mau ikut. Hahahhah." Revin tertawa terbahak-bahak.
"Hahahhah." Beberapa anggota panitia Ospek juga ikut tertawa.
"Siapa juga yang mau ikutan? Sudah jam berapa ini? Kalian nggak kasihan sama anak- anak ini yang sudah pada kelaparan? Ayo semua bubar makan siang. Jam dua siang kumpul lagi di sini," ucap Evans membubarkan barisan.
Evans pergi disusul Revin. "Evans, kenapa masam banget tuh wajah?" tanya Revin sambil merangkul Evans.
"Biasa. Tadi ada salah satu anggota panitia Ospek yang bersikap arogan. Kamu kan tahu aku tidak suka hal semacam itu," jelas Evans.
"Masak sih gara-gara itu? Aku nggak percaya. Bagaimana kalau aku menghubungi Lisa, biar dia ikut ke kantin sekalian menghiburmu," bujuk Revin.
"Jangan. Aku sudah putus dari dia." Evans melepas rangkulan Revin.
"Hah? Seriusan itu?" tanya Revin seolah tak percaya.
"Iya," jawab Evans singkat.
"Kenapa?" tanya Revin tak sabar.
"Itu privasi," ucapnya seraya terus berjalan.
"Ahhh, kamu g*ila ya? Lisa cantik, seksi, pintar juga sederajat. Terus kenapa putus?" tanya Revin bingung. "Aah atau jangan-jangan kamu punya gebetan baru lagi ya?" tanyanya lagi mencoba menebak.
"Kok tahu sih? Kamu hebat sekali ya." Evans menepuk bahu Revin.
"Begitu ya kehidupanmu, Bro. Bebas sesuka hati ganti kekasih. Sudah berapa coba? Yang kutahu saja lumayan banyak. Cantik, seksi, elegan. Waw!" tukas Revin setengah mengejek.
"Kamu kan juga begitu! Sudahlah ayo pesan makanan. Aku sudah lapar," ucap Evans seraya duduk dan memesan makanan lalu tidak sengaja melihat seseorang yang sedang duduk sendirian.
"Jadi, siapa gebetanmu sekarang?" Revin bertanya sambil ikut duduk dan memesan makanan juga.
"Itu." Evans menunjuk ke salah satu meja di sudut ruangan. Revin seketika itu juga melihat ke arah yang ditunjuk. Dan seolah tidak percaya mulutnya sampai mengaga.
"Itu cewek zaman kapan? Itu seriusan gebetanmu?" tanya Revin bingung.
"Kenapa, Vin?" tanya Evans sambil melempar senyum ke gadis itu. Gadis itu tersenyum kecil lalu menunduk malu.
Revin memperhatikan apa yang barusan terjadi. "Beneran ya? Sejak kapan seleramu berubah?" tanya Revin sambil tersenyum.
"Memangnya kenapa?" tanya Evans masih melihat ke arah gadis itu.
"Polos banget. Hahhaha. Tapi manis sih," jawab Revin seraya ikut memperhatikan gadis itu.
"Iya. Cantik, kan? Beneran cantik," kata Evans tersenyum sambil memakan makanan yang baru saja dihidangkan.
"Iya manislah. Polos gitu kayaknya." Revin masih memperhatikan gadis itu. "Sendirian aja tuh dia. Coba sapa."
"Tidak. Nanti saja di waktu yang tepat. Mending makan dulu tuh makananmu," jawab Evans sambil tetap terus menghabiskan makanannya.
"Oh iya. Lupa." Lalu Revin mulai memakan pesanannya.
Tidak berapa lama kemudian.
"Kak." Evans memanggil pelayan kantin.
"Iya, kenapa, Evans? Mau tambah pesanan?" tanya kakak kantin yang memang sudah mengenal Evans sebagai langganan lamanya.
"Cewek cantik yang duduk sendirian itu. Pakai baju putih garis-garis." Evans menunjuk meja di sudut ruangan.
"Oh, kenapa dia?" tanya Kakak kantin.
"Mulai hari ini sampai seterusnya kalau dia makan di sini, saya yang bayar. Jadi, tagihannya kasih ke saya saja ya, Kak," ucap Evans sambil tersenyum sopan.
"Heheheh, oke deh." Kakak kantin itu mengacungkan jempol tanda setuju lalu pergi meladeni pelanggan lain.
"Hei, cara apaan kayak gitu?" tanya Revin merasa lucu.
"Itu namanya perhatian di muka." Evans tersenyum. Lalu terdiam sejenak sambil berpikir. Mulai sekarang dia tidak akan mengikuti syarat mama dan papanya lagi dalam mencari pasangan. Dia akan mendapatkan apa yang dia inginkan.
Evans
***
Terimakasih atas Like, Comment dan Vote-nya ya, Kak! 😉
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 204 Episodes
Comments
Mamanya Vin Van
up
2022-06-26
0
Dhina ♑
Ada Erika disini
Dan Evans
2021-07-07
1
mutoharoh
Ceritanya seru kak Author 😍😍😍😘
mampir juga yah
2021-06-23
0