Empat puluh lima menit berlalu dengan begitu cepat. Mobil yang Banyu kendarai telah sampai di depan sebuah butik yang cukup terkenal di kota ini. Butik ini adalah butik langganan keluarga Banyu.
Dua insan yang masih saling menyesuaikan diri itu memasuki butik. Mereka berdua mendapatkan penyambutan yang begitu meriah dari si pemilik butik.
"Banyu, gantengnya tante!" seru seorang wanita sembari merentangkan tangannya, memeluk pria tampan bertubuh tinggi itu dengan sedikit berjinjit.
Banyu terkekeh sembari membalas pelukan dari sahabat bundanya ini. Keluarga mereka memang sangat dekat, jadi tidak aneh jika wanita yang memiliki usia yang sama dengan Bunda Ika itu terlihat begitu akrab dengan Banyu.
Wanita itu menguraikan pelukannya, kemudian mengalihkan perhatian pada sosok gadis yang berdiri di samping Banyu.
"Selamat siang Tante," sapa Jingga, setelah ia sadar bahwa ia sedang diperhatikan.
"Kamu... "
"Saya Jingga, Tan." Jingga tersenyum ramah, membuat wanita bernama Santi mau tak mau ikut tersenyum. Ia bahkan hampir terhipnotis dengan senyum manis Jingga.
"Ah iya, kemarin Ika sudah memberitahu tante tentang kamu. Tapi ya... Maklum udah tua jadi sering lupa," ujar wanita itu sambil tertawa.
"Kamu ternyata lebih cantik daripada foto kamu ya... "
"Kemarin Ika memperlihatkan foto kamu kepada tante," jelas wanita itu saat melihat raut kebingungan Jingga.
Jingga hanya ber oh ria. Ia mengikuti langkah tante Santi menuju sebuah ruangan. Di sana terlihat banyak sekali manekin yang menampilkan gaun pernikahan. Jingga sedikit terpukau melihat deretan gaun yang begitu indah di sana. Mata gadis itu berbinar tatkala ia melihat satu gaun putih yang begitu indah.
"Kamu suka yang itu?"
Jingga menoleh pada Tante Santi, kemudian mengangguk.
"Ini sangat indah menurutku. Apa ini juga rancangan Tante sendiri?," tanya Jingga penasaran.
Tante Santi tertawa. "Tentu, semua yang ada di sini rancangan Tante sendiri," jawab wanita itu.
"Kamu boleh mencoba gaun itu."
Jingga menoleh, menatap dengan tatapan tidak percaya. Ah, ia jadi menyesal telah menyentuh dan memuji gaun itu. Ia tentu saja sungkan mencoba gaun yang sangat indah itu.
"Saya rasa tidak perlu Tan, saya akan memilih yang lain," ucap Jingga tak enak hati.
"Sudahlah coba saja, pegawaiku akan membantumu." Tante Santi memanggil salah seorang pegawainya untuk membantu Jingga mencoba gaun putih yang membuat gadis terkagum tadi.
Jingga tak bisa berbuat apa-apa, ia hanya bisa pasrah saat ini. Ia 'pun mengikuti pegawai tersebut, menuju sebuah ruang ganti yang tak jauh dari sana.
"Tante suka dengan calon istri kamu, dia baik, sopan, cantik lagi," ujar Tante Santi dengan mata tak lepas memandang sosok Jingga yang tengah masuk ke dalam ruang ganti.
"Jangan disia-siakan Nyu, di era sekarang jarang sekali ada orang yang mau dijodohkan seperti kalian, semua itu mengartikan kalau Jingga itu sosok penurut." Wanita itu mengusap bahu Banyu, "Tante tahu kamu mungkin masih sedikit tidak rela dengan pernikahan ini. Tante tahu bagaimana perasaan kamu, tapi tante harap kamu bisa menghargai Jingga sebagai istri kamu. Dia terlalu baik untuk disakiti."
Banyu sedikit tertegun dengan wejangan dari sahabat bundanya ini. Memang benar masih ada sedikit rasa tidak rela pada dirinya untuk menerima semua ini. Tapi ia juga tidak ingin mengecewakan bundanya. Dan sekarang Banyu hanya bisa tersenyum menanggapi nasehat dari Tante Santi.
*
*
*
*
*
"Makasih, Mas Banyu sudah mau mengantar Jingga pulang," ucap Jingga tulus seraya melepas seatbeltnya.
Setelah mencoba gaun tadi, Banyu memang lebih memilih untuk langsung pulang, karena waktu sudah hampir malam. Ia juga merasa kasihan dengan Jingga yang sudah nampak sangat lelah.
"Tidak perlu berterima kasih, itu sudah tugasku." Banyu membalas senyum tulus Jingga.
"Oh ya, untuk besok kamu mau aku jemput?," tanya Banyu mengingat besok mereka masih harus mengurus beberapa hal untuk pernikahan dadakan mereka.
Jingga nampak berpikir, ia menimbang-nimbang apakah aman jika besok ia dijemput oleh Banyu. Dan sedetik kemudian ia teringat bahwa Kevin memiliki kelas pada siang hari, yang kemungkinan bisa saja Kevin melihat dirinya pulang dengan pria lain.
"Sepertinya tidak perlu Mas, kita ketemuan dilokasi saja," kata Jingga.
"Kenapa?." Kening Banyu berkerut, ada rasa tidak rela Jingga menolak berangkat bersamanya.
"Aku tidak tahu besok bisa keluar jam berapa, karena dosenku ini tidak bisa ditebak jam berapa beliau datang dan pulang." Jingga merutuki dirinya yang dengan beraninya berbohong pada Banyu. Tapi mau bagaimana lagi ia tentu tidak bisa memjawab dengan jujur. Meskipun mereka belum saling mencintai tapi ia tetap harus menjaga perasaan Banyu, calon suaminya.
Banyu mengangguk, "Ya sudah kalau begitu tidak apa-apa."
"Ehm, apa ada lagi yang perlu dibicarakan? jika ada kita bisa berbicara di dalam." Jingga merasa sungkan pada pria itu karena lupa tidak menawarinya untuk mampir tadi.
Tersenyum, Banyu menggelengkan kepalanya. "Tidak perlu, aku juga ingin pulang. Kita lanjutkan besok saja," ujar Banyu.
Setelah itu, Jingga keluar dari mobil Banyu dan berdiri di samping mobil itu hingga mobil Banyu tidak lagi terlihat dihalaman rumahnya.
Jingga menghela napasnya lelah. Kepalanya mendongak menatap langit yang mulai menggelap. Sebulir air mata jatuh membasahi pipinya. Kenapa harus aku yang berkorban?, gumam gadis itu sembari memejamkan matanya.
Merogoh saku celananya, Jingga menyalakan ponsel yang sedari tadi sengaja ia matikan. Ia tidak mau jika harus berbalas pesan dengan Kevin sedangkan ia bersama dengan pria lain yang sebentar lagi akan menjadi suaminya.
Huh...
Berbicara tentang Kevin, Jingga masih bingung bagaimana cara memberitahu Kevin tentang semua ini. Dadanya terasa sesak kala mengingat ia harus segera berpisah dengan kekasih pertamanya. Sedih? tentu saja, bagaimana Jingga tidak sedih. Kevin adalah pria pertama yang benar-benar bisa membuat dirinya jatuh cinta. Tentu akan sulit baginya untuk melupakan Kevin.
Jingga masih memandangi ponselnya yang menampakkan puluhan pesan dari Kevin. Tapi ia juga tak berniat untuk membalas.
Mungkin ini cara yang tepat, batin Jingga sembari memasukkan lagi ponselnya ke dalam saku celananya. Kemudian masuk ke dalam rumah dan beristirahat.
......................
Banyu merebahkan dirinya di atas kasur. Matanya menatap langit-langit kamar apartemennya yang cukup luas. Dalam diam ia berpikir, bagaimana perasaan Celin nantinya saat tahu dirinya akan menikah dengan perempuan lain. Ia juga belum tahu kapan waktu yang tepat untuk memberitahu gadis itu.
Matanya hampir saja terpejam saat tiba-tiba ponselnya berdering. Dengan malas, Banyu mengambil ponsel yang baru saja ia taruh di atas nakas. Melihat nama yang tertera pada layarnya, membuat Banyu semakin merasa bersalah. Hingga akhirnya ia memilih untuk mendiamkannya hingga ponselnya mati kembali.
Masih dengan kondisi berbaring, Banyu mulai memejamkan mata, berusaha untuk melupakan apapun dan mulai menyelami mimpi.
......................
Beberapa hari terakhir ini Jingga dan Banyu menghabiskan waktu bersama untuk menyiapkan pernikahan mereka. Tapi selama beberapa hari itu juga, Jingga tidak mau berangkat bersama Banyu. Alasannya masih sama, yaitu Kevin.
Namun berbeda dengan hari ini, meskipun enggan, mau tak mau ia harus berangkat bersama Banyu, karena itu perintah Bunda Ika. Jingga hanya bisa pasrah saat calon mertuanya mengatakan, "pokoknya besok Banyu harus jemput kamu di kampus, dan kamu tidak boleh menolak lagi. Titik!"
Jingga tersenyum mengingat itu, dan ia menerima perintah itu karena Kevin hari ini tidak masuk kuliah, pria itu ada kepentingan di luar kota, katanya.
Gadis itu sudah berada di luar gerbang, matanya berkeliling mencari sosok Banyu. Hingga ia melihat seseorang yang tengah berada diatas motor melambaikan tangan. Jingga bergegas menghampirinya. Hingga seseorang disebrang jalan mengurungkan niat untuk menghampiri kekasihnya.
"Naik motor, Mas?" tanya Jingga saat ia sudah berada disamping pria itu.
Banyu mengangguk. Namun sedetik kemudian ia juga bertanya, "kamu keberatan?"
Jingga menggeleng dengan sebuah senyuman. Lalu menerima uluran helm dari Banyu.
"Kamu bawa masker?"
Jingga menggeleng lagi. Setelah itu, ia melihat Banyu membuka tas yang tersampir didadanya. Mengambil sesuatu yang ternyata adalah masker untuk dirinya.
"Banyak debu di jalan," ujar Banyu sembari mengaitkan masker tersebut ke telinga Jingga.
Jingga merona dengan apa yang Banyu lakukan. Untung saja pipinya sudah tertutup masker, jadi Banyu tidak melihat rona merah pada pipinya.
Banyu menyalakan motor kesayangannya, lalu tiba-tiba tangannya terulur untuk membantu Jingga mengaitkan tali pengikat helmnya, saat ia merasa gadis itu sedang kesusahan.
Jingga tersenyum, "Terima kasih," ucap Jingga setelahnya. Ia kemudian naik ke atas motor Banyu, yang kemudian melaju perlahan meninggalkan gedung kampus.
Seseorang di sebrang jalan sana mengepalkan tangannya melihat kekasihnya pergi bersama pria lain. Ia tadi ingin memberikan kejutan untuk gadis itu karena tidak jadi pergi. Namun dirinya malah dibuat terkejut dengan apa yang baru saja ia lihat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 124 Episodes
Comments
Oi Min
Kapan Jingga tAu Klo dia hnya di jadiin bahan taruhan Kevin dkk??? Yah.... Walaupun Kevin jdi baper bneran sech
2022-08-06
0
Atha 😘😘
🆗🆗🆗🆗💪💪💪👍👍👍👍👍👍
2022-06-23
0
Iiq Rahmawaty
nah lo kepergok kevin
2022-06-13
0