"Jadi, lo nikah dua minggu lagi?" heboh Kikan.
Banyu mengangguk dengan santai. Sedangkan Kikan, ia merasa terkejut dan begitu sedih mendengar kabar yang begitu tiba-tiba menurutnya.
"Kenapa cepet banget sih Nyu?" Nada bicaranya masih seperti orang yang terkejut dengan normal, seperti tidak terjadi apa-apa pada hatinya.
"Bunda yang minta, gue bisa apa?"
Kikan bisa mendengar helaan napas pasrah dari sahabat yang begitu ia cintai. Kikan hanya bisa memandang sahabat yang begitu dipujanya sedari dulu itu dengan pandangan yang begitu kacau. Hatinya begitu sakit, ia merasa diobrak-abrik dengan kabar pernikahan pria ini.
Kikan menghela napasnya panjang. Ia masih tak percaya, ekspektasinya untuk menjadi pendamping hidup Banyu banar-benar hanya menjadi ekspestasi, dan sepertinya tidak akan pernah menjadi realita.
"Besok bantuin gue nyebar undangan ya ke anak-anak yang lain." Pinta Banyu. Entahlah pria itu seperti tidak peka sama sekali dengan raut wajah Kikan yang berubah sedih.
Kikan hanya melirik Banyu sekilas. Tidak ada satu kata 'pun yang bisa lolos dari mulutnya. Tenggorokannya terasa tercekat dengan kabar yang tidak pernah ingin ia dengar ini.
Jika saja boleh, Kikan lebih ingin membuang atau membakar undangan itu dan mengacak-acak acara resepsi tersebut. Hatinya terlalu hancur melihat seseorang yang ia cintai sedari SMP itu menikah dengan orang lain, bahkan dengan orang yang baru saja dikenal pria itu.
Tuhan kenapa tidak kau takdirkan dia untukku, batin Kikan menangis tersedu-sedu.
Kikan memang hanya sahabat bagi Banyu. Tapi tanpa Banyu tahu Kikan manaruh rasa yang begitu dalam padanya.
Dering ponsel Banyu membuyarkan lamunan Kikan. Ia melirik pada layar pnsel Banyu yang terlihat menyala. Tapi meskipun begitu ia tidak bisa melihat siapa yang sedang mengubungi Banyu saat ini.
"Gue angkat dulu ya." Banyu berjalan sedikit menjauh dari Kikan setelah mendapat anggukan dari gadis itu.
Kikan menatap kepergian Banyu dengan mata berkaca-kaca. "Kenapa takdir nggak nyatuin kita aja sih Nyu? Kenapa?" gumam Kikan seraya menghapus air mata yang mengalir dengan sendirinya.
......................
Di sudut ruangan lain.
"Hallo" ucap pria itu, setelah mengusap layar ponselnya untuk mengangkat panggilan tadi.
"Hallo sayang," jawab seorang gadis dari sebrang telpon.
"Maaf ya, beberapa hari ini aku nggak ngabarin kamu!" ucap gadis dengan suara yang terdengar begitu lembut dan penuh dengan penyesalan.
"Iya, nggak papa kok. Lagian aku juga sibuk akhir-akhir ini." Banyu mengukir senyum getir saat membalas ucapan kekasihnya, yang sebentar lagi akan menjadi mantan kekasihnya.
"Kamu nanti malem sibuk nggak?" tanya gadis itu dengan lembut.
"Enggak, kenapa emang?"
"Aku pengen dinner sama kamu, kita udah lama lo nggak jalan bareng, mau ya?" Pinta gadis itu dengan penuh harap.
Sejenak Banyu terdiam, ia berpikir. Apa ia katakan saja pada Celin bahwa bunda menjodohkannya dengan gadis lain, dan mereka akan menikah dua minggu lagi. Pikirannya berkecamuk, membayangkan akan sekecewa apa kekasihnya yang begitu manis ini.
"Gimana yang? Mau nggak? Kok diem aja!" seru Celin, mengejutkan Banyu dari sebrang telepon.
"Iya sayang, aku bisa kok. Tenang aja."
Ok, baiklah. Mungkin Tuhan memang ingin Banyu untuk mengatakan semuanya hari ini, hingga tanpa ragu Banyu menyetujui ajakan Celin.
"Ok sayang, nanti jemput aku ya! Bye, I miss you."
Banyu mematikan sambungan telponnya setelah menjawab 'iya'.
Menghela napasnya dengan begitu dalam. Banyu tidak menyangka akan mengkhianati Celin dengan menikah dengan gadis lain. Dan bahkan hingga sekarang ia masih menjalin hubungan yang begitu baik dengan gadis itu.
Takdir
Satu kata yang tidak bisa dihindari setiap manusia.
......................
Di depan rumah yang begitu sederhana mobil Banyu sudah terparkir rapi.
Dua sejoli itu masuk ke dalam mobil setelah berpamitan kepada kedua orang tua Celin.
Seperti biasa, Celin mengajak Banyu mengobrol selama perjalanan yang mereka lalui. Canda tawa dari gadis yang begitu ceria itu mengiringi perjalanan mereka, dan itu semakin membuat rasa bersalah pada hati Banyu semakin besar.
Empat puluh menit berlalu, mobil Banyu telah sampai pada tujuannya. Di sebuah restoran cepat saji langganan mereka berdua.
Tangan lentik Celin melingkar pada lengan kokoh kekasih hatinya. Berjalan beriringan dengan senyum yang terus terukir dengan begitu cantik pada bibir tipisnya.
Masuk ke dalam restoran. Celin menunjuk pada satu meja kosong yang berada di dekat dinding kaca. Tempat favorit Celin saat makan di restoran ataupun cafe. Langkah kaki keduanya membawa mereka pada meja tersebut.
Tapi saat sudah sampai di sana, ada seseorang yang juga menarik kursi meja tersebut.
Saling bersitatap dengan pria yang ada di depannya. Celin menyipitkan matanya, dan kemudian tersenyum lebar saat tahu siapa yang tengah menarik kursi di meja yang sama dengannya.
"Kevin"
"Mbak Celin!"
Seru dua orang itu bersamaan. Setelah itu mereka berjabat tangan.
"Udah lama nggak ketemu, gimana kabarnya?," bertanya dengan antusias, Celin lupa mengenalkan Banyu pada pria yang bernama Kevin itu.
"Baik mbak, mbak Celin sendiri gimana kabarnya?" tanya pria itu juga.
"Baik Vin," Celin menoleh pada Banyu.
"Oh ya, kenalin ini cowok gue Banyu." Celin menepuk lengan atas Banyu, ia memperkenalkan Banyu pada Kevin.
"Oh ini, kenalin bang, gue Kevin muridnya mbak Celin?" Kevin mengulurkan tangannya.
"Banyu" Ucapnya singkat, tangannya menjabat tangan Kevin yang sedari tadi menggantung di udara.
Celin adalah guru les privat Kevin saat SMA dulu. Saat itu Celin baru saja lulus dari SMA, dan dia sedang menjalani kuliah semester satu di sebuah universitas terkenal dengan bantuan beasiswa. Dengan kecerdasan yang dimiliki Celin, ia bisa menjadi guru les privat untuk beberapa siswa tingkat SMA.
"Oh ya, kenalin juga ini Jingga, cewek gue." Kevin berucap dengan penuh kebanggaan.
Banyu dan Jingga saling tatap tanpa mengeluarkan suara.
Celin menyodorkan tangannya pada gadis cantik itu. Dan disambut dengan hangat oleh Jingga.
"Celin"
"Jingga"
Tautan tangan mereka terlepas.
"Sayang, kenalan dong sama pacarnya Kevin." Suruh Celin pada kekasihnya, dan mau tidak mau Banyu berjabat tangan dengan calon istrinya.
"Lo mau makan di sini juga?" Tanya Celin.
"Pengennya sih gitu, soalnya cewek gue suka duduk di deket kaca gini." Jawab Kevin.
"Kita pindah aja Kev, nggak papa." Ucap Jingga gugup. Ia tentu tidak ingin bergabung dengan calon suaminya ini.
Kevin memandang sekitar, "tapi udah penuh yang kursinya."
"Gabung aja sama kita, anggep aja double date." Kelakar Celin, membuat Banyu menelan ludahnya dengan susah payah.
Kevin tersenyum, "gimana yang, mau nggak?" tanya Kevin pada kekasihnya.
Jingga mengerjapkan matanya, bingung. "Terserah kamu aja deh." Ucapnya pasrah.
Setelah itu, mereka berempat duduk dengan Celin berhadapan dengan Jingga, dan Banyu berhadapan dengan Kevin.
Suasana malam itu terlihat begitu canggung bagi Jingga dan Banyu. Mereka sama-sama tidak menyangka akan bertemu dalam keadaan seperti itu.
Hanya ada perbincangan antara Kevin dan Celin yang terus saling ejek diantara mereka.
Banyu sama sekali tidak merasa cemburu dengan kedekatan Celin dan Kevin. Dan rasa cemburu itu memang tidak pernah Banyu rasakan sejak berpacaran dengan Celin, karena menurutnya rasa cemburu hanya akan menimbulkan pertengkaran pada mereka. Dan rasa cinta yang mereka miliki lebih dari cukup untuk saling percaya satu sama lain.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 124 Episodes
Comments
sherly
kalo ngk cemburu tu artinya dirimu ngk cinta
2023-05-29
0
Atha 😘😘
💪💪💪🆗🆗🆗🆗👍👍👍
2022-06-23
0
Iiq Rahmawaty
bukannya kevin prnh ktemu ya sma si banyu wktu direstoran itu yg ribut2
2022-06-13
1