Hari sudah berganti ditandai dengan munculnya sang mentari. Burung-burung berkicau riang menyambut hari baru. Para manusia pekerja keras tengah bersiap untuk beraktifitas.
Seperti di sebuah rumah besar milik keluarga ayah Liyas. Semua sedang berkumpul di ruang makan, menikmati sarapan dan hangatnya kebersamaan.
Bunda Ika bergegas merapikan piring kotor setelah semua selesai dengan sarapannya dibantu sang menantu tersayang.
Semua pria sudah berangkat ke kantor masing-masing, kecuali Banyu. Satu-satunya putra ayah Liyas yang sama sekali tidak ingin ikut mengurusi urusan perusahaan sang ayah dan keluarga. Ia lebih memilih membuka sebuah destinasi makanan, seperti cafe, restoran, dan warung makan sederhana.
Cita-citanya dulu menjadi seorang chef terkenal. Ia mulai menekuni belajar memasak sejak ia masih kecil. Diantara ketiga saudaranya ia yang paling dekat dengan sang bunda, jadi wajar jika ia mewarisi hobi memasak dari sang bunda.
Diawal karirnya ia berencana ingin menjadi chef yang bekerja di restoran bintang lima. Tapi lambat laun pikirannya berubah. Ia lebih ingin membuka sebuah rumah makan sendiri, supaya bisa memperkerjakan orang lain daripada menjadi chef yang bekerja pada orang lain. Sejak SMA pria berbadan tinggi tegap itu sudah mengatur rencana bisnisnya secara diam-diam. Ia tidak pernah memberitahu siapapun tentang rencananya ini.
Pria berkulit putih itu baru saja selesai dengan beberapa laporan yang karyawannya kirimkan melalui email. Ia mengecek beberapa restoran dan cafe miliknya. Ia menempatkan beberapa orang kepercayaannya pada setiap restoran beserta cabangnya, begitu juga dengan beberapa cafenya. Ia hanya akan mengunjungi secara langsung disaat-saat tertentu saja.
"Ada yang ingin bunda bicarakan." Ucap wanita paruh baya yang sudah melahirkan Banyu tiba-tiba.
Banyu dengan segera menutup laptopnya dan memusatkan perhatiannya pada sang bunda.
"Ada apa bun?" tanyanya.
"Bunda ingin kamu segera menikah."
Banyu memicingkan matanya, menatap bingung pada sang bunda.
"Kan aku udah bilang, Celin belum siap bun.. " Jawabnya.
"Bunda sudah ada calon untuk kamu." Ujar sang bunda membuat Banyu mengernyit heran.
"Bun, kok jadi gini... " Banyu ingin memprotes, tapi ucapan sang bunda membuatnya pasrah.
"Bukankah bunda sudah bilang, bunda dan ayah sudah tidak bisa menunggu lagi Banyu. Kamu harus mau menikah dengan pilihan bunda. Untuk Celin nanti bisa kita carikan seseorang untuk menjadi pendampingnya."
Banyu menghela napasnya. "Bun, kami saling mencintai, bunda tahu bukan? Tidak mudah bagi kami melupakan satu sama lain. Kami sudah terikat sangat lama." Belanya lagi. Ia masih mencoba untuk mempertahankan hubungannya dengan Celin.
"Kalau begitu, kalian harus menikah dalam waktu satu bulan. Jika Celin tidak mau maka kamu harus menuruti bunda. Bunda tunggu jawaban kamu malam ini." Tanpa mendengar jawaban Banyu, bunda Ika pergi meninggalkannya.
"Bun.. "
"Bunda..." Banyu berusaha memanggil aang bunda, tapi yang dipanggil sama sekali tidak menoleh.
"Astaga... " Banyu menyugar rambutnya. Kepalanya mendadak sakit. Celin tidak mungkin mau menikah dalam waktu sedekat itu, tapi Banyu akan mencoba untuk menghubungi Celin terlebih dahulu, siapa tahu gadisnya itu berubah pikiran.
Banyu mencoba menghubungi Celin melalui sambungan telepon, tetapi sama sekali tidak ada sahutan dari Celin. Ponselnya mati. Banyu sudah mencoba menghubungi nomor Celin hingga puluhan kali, tapi hasilnya sama saja. Banyu membanting ponselnya ke sofa.
Banyu menyandarkan kepalanya pada sofa, ia memandang langit-langit ruang tengah rumah megah milik kedua orang tuanya.
Haruskah aku meninggalkan Celin dan menerima perjodohan bunda? Aku tidak mau mengecewakan bunda. Tapi aku masih sangat mencintai Celin. Batinnya bergumam sendiri.
"Kenapa lo?" tanya Amalia —kakak ipar Banyu.
Banyu, menoleh pada sosok wanita yang dulu menjadi kakak kelasnya di SMA itu.
"Lo enggak usah pura-pura enggak tahu." Jawabnya jutek.
Amal tertawa, adik iparnya ini tahu saja kalau ia hanya berbasa-basi. "Gue saranin, lo ikut perintah bunda Nyu. Gue enggak tahu sih gimana cewek yang bunda jodohin sama lo, tapi gue yakin seratus persen bunda milih orang yang tepat buat lo." Sarannya pada Banyu.
Banyu melirik pada Amal. "Kenapa lo punya pikiran kayak gitu?" Tanyanya heran.
"Karena gue tahu, bunda bukan ibu yang bisa dengan mudah menilai seseorang. Dan lo anak kesayangan bunda, so bunda enggak mungkin cari cewek sembarangan." Tutur Amal pada adiknya.
Banyu terdiam, ia mencoba mencerna ucapan kakak iparnya. Memang ada benarnya, meskipun Banyu bukan anak kesayangan pun bunda tidak mungkin akan memilihkan wanita secara asal.
"Tapi, semua keputusan ada sama lo Nyu. Lo yang milih, lo juga yang ngrasain hasilnya. " Tutur Amalia sebelum pergi dari sana.
Ah sudahlah, Banyu jadi tambah pusing sekarang.
Banyu kembali ke kamar untuk berganti pakaian dan berangkat ke cafe. Tak lupa ia berpamitan pada sang bunda meskipun hatinya merasa enggan untuk bertemu.
......................
"Jingga mulai hari ini kamu akhiri hubungan kamu dengan Kevin."
Perintah aneh dari sang mama membuat Jingga mengernyit heran. Gadis itu memandang sang papa yang juga ikut terkejut. "Mama ini ngomong apa sih?." Jingga meletakkan kembali sandwich yang sudah hampir ia gigit
"Mama minta kamu akhiri hubungan kamu dengan Kevin hari ini, karena mama akan menjodohkan kamu dengan anak dari teman mama."
"Loh kok aku sih ma, kenapa enggak kak Iren aja? Kan kak Iren lebih tua dari aku, lagi pula aku juga enggak bisa kalau mutusin Kevin begitu saja." Tolak Jingga dengan tegas.
"Ma seharusnya mama ngomongin ini dulu sama papa." Kali ini papa Arta yang angkat bicara.
"Mama itu ingin memberikan yang terbaik untuk Jingga pa! Lagi pula dia juga anak orang kaya, Jingga tidak akan kekurangan apapun jika menikah dengan pria itu." Jawabnya dengan tegas. Padahal karena yang ia tahu pria yang akan ia jodohkan dengan Jingga hanya seorang pelayan cafe, ia tidak mau jika putri kesayangannya—Iren— menikah dengan pria biasa seperti itu.
"Ma? Sejak kapan mama mikirin aku? Sejak kapan mama peduli sama aku? Kenapa enggak kak Iren aja ma? Aku masih ada Kevin, sedangkan kak Iren dia juga lagi enggak punya pacar kok." Tolak Jingga lagi.
"Kakak kamu sedang ada tawaran pemotretan, jadi mama tidak mungkin untuk menikahkan Iren dalam waktu dekat." Jelas mama Kikan membuat Jingga semakin tidak suka.
"Ma.. "
"Mama tidak menerima penolakan apapun dari kamu." Ujar mama Kikan seenaknya.
"Mama egois... " Jingga berdiri dari duduknya, ia berlari keluar dari rumah tanpa menghabiskan sarapannya.
......................
Duduk termenung di bangku taman kampus. Jingga kembali teringat dengan perintah sang mama untuk memutuskan hubungannya dengan Kevin.
Ini tidak adil. Batinnya.
Keyra dan Riana memeluk Jingga dari samping. Mereka bisa merasakan kesedihan yang Jingga rasakan. Mereka sudah tahu masalah apa yang sedang Jingga hadapi kali ini.
"Sabar ya Ji." Ucapan Riana ini membuat Jingga tersenyum, ia bersyukur masih memiliki sahabat yang pengertian seperti mereka.
"Ji masuk kelas yuk, dosen udah masuk nih." Ajak Keyra perlahan.
Jingga menggeleng, "kalian masuk aja, gue enggak mood buat ngikutin kelas." Ucapnya sambil berdiri.
Riana dan Keyra saling pandang, kemudian mereka ikut berdiri di samping Jingga.
"Kita ikut lo aja deh Ji." Ucap Riana yang sudah disetujui oleh Keyra.
"Terserah lo berdua aja." Jawabnya datar.
Keyra mengajak kedua sahabatnya untuk ke BB cafe saja. Di sana ada taman dan kolam ikan kecil yang dapat menenangkan pikiran Jingga.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 124 Episodes
Comments
sherly
ini mak beneran apa Mak jadi2 an alias ketemu gede kok ngk ada syg2 nya...
2023-05-29
0
Indiani
buat banyu nantix bucin sama jingga ya toor...
2023-03-28
1
Lily Miu
hihihi tertipu
2023-03-19
0