"Nah itu putraku" tunjuk wanita itu pada putranya.
"Selamat sore bunda, tante" sapa pria itu pada ibu dan temannya.
"Kenalkan ini Banyu, putra kedua ku" bunda Ika menggandeng tangan Banyu layaknya sepasang kekasih.
"Oh, iya putramu tampan sekali" puji mama Kiran. Ia kemudian menyuruh Banyu untuk duduk bersama mereka.
Mama Kiran nampak terpesona dengan Banyu. Pria itu terlihat sangat tampan, sangat jauh dari Kevin yang sedang diincar putri pertamanya. Ia jadi merasa tidak dirugikan dengan menerima perjodohan yang temannya ini tawarkan, karena keluarga Banyu terkenal keluarga kaya. Ayahnya seorang pemimpin perusahaan besar yang ada di Indonesia.
Mama Kiran mulai mendekatkan diri, ia berbasa-basi, bertanya usia dan riwayat pendidikannya. Sudah seperti interview kerja saja. Hingga pertanyaannya yang terakhir membuat dirinya terkejut dengan jawaban Banyu.
"Ee.. Ngomong-ngomong nak Banyu kerjanya apa?" tanyanya.
Banyu tersenyum, "saya kerja di cafe tan" jawabnya.
"Oh nak Banyu punya cafe?" tanyanya lagi antusias.
"Bukan tan" jawab Banyu membuat bunda Ika menoleh. Wanita yang telah melahirkan Banyu itu bingung kenapa anaknya menjawab seperti itu.
"Saya cuma karyawan biasa." Banyu mengedipkan sebelah matanya pada bunda Ika, dan bunda Ika mengerti maksud Banyu. Bunda Ika pun membuka suara setelah mama Kiran bertanya, mencari kebenaran.
"Iya Ran, Banyu ini tidak mau menggunakan kekayaan ayahnya. Dia enggak mau kerja di perusahaan ayahnya, males katanya mikir yang berat kayak gitu. Enak jadi karyawan biasa." jawab bunda Ika.
"Ohh, aku kira dia pemimpin anak cabang perusahaan suamimu." Mama Kiran terlihat berbeda setelah mendengar pekerjaan Banyu.
Setelah itu bunda Ika berpamitan pada mama Kiran untuk pulang, karena hari sudah semakin sore.
***
Saat ini Banyu dan sang bunda berada di jalan raya. Saat berhenti di lampu merah bunda Ika bertanya kepada Banyu.
"Banyu, kamu itu kenapa sih kalau ditanya orang selalu jawabnya gitu" tanya bunda Ika, kepalanya ia senderkan pada pundak kokoh putranya.
"Kayak gitu gimana sih bun?" tanya Banyu.
"Ya gitu, enggak pernah ngaku kalau kamu itu punya cafe sama restoran, selalu bilangnya karyawan biasa" jelas bunda Ika.
"Iya aku pengennya gitu kok" jawab Banyu, tangannya mulai menarik tuas gas motor, karena lampu sudah hijau kembali.
"Ya jangan gitu, kan kamu bohong jadinya." Bunda Ika sebenarnya bingung ada apa dengan putranya ini, kenapa tidak pernah mengakui kekayaan yang ia miliki sendiri, selalu merendah dihadapan orang lain.
Banyu tidak menanggapi ocehan bundanya, ia lebih memilih fokus menyetir agar segera sampai di rumah.
***
Bunda Ika menyerahkan helm yang tadi ia pakai kepada Banyu setelah mereka sampai di rumah. Kemudian bunda Ika masuk ke dalam rumah terlebih dahulu.
"Om Bi... " teriak seorang gadis kecil dari dalam rumah saat melihat om-nya datang. Gadis kecil itu berlari mendekat kepada omnya itu. 'Bi' adalah panggilan kesayangan dari keponakan Banyu.
Banyu dengan sigap menggendong anak dari kakaknya ini.
"Hai my queen" Banyu menciumi wajah gadis kecil yang ada dalam dekapannya itu. Gadis kecil itu memberontak tidak ingin dicium.
"Stop om... Stop" pekiknya.
Banyu tertawa. "Bagaimana kabarmu queen? Apa kau tidak rindu dengan om?" tanya Banyu sembari membawa keponakannya yang bernama Sheila itu duduk.
"Aku sangat rindu dengan om" jawabnya.
"Kenapa kamu tidak pernah mengunjungi apartemen om, hmm?" tanya Banyu, tangannya mengelus puncak kepala keponakannya.
"Mommy Ama bilang, om Bi sedang sibuk, jadi Shei tidak boleh ke sana, takut mengganggu" jawabnya polos.
"Oh ya?"
Shei mengangguk polos.
"Om Bi, aku punya ikan baru. Apa om Bi mau lihat?" tanya gadis itu penuh harap.
"Tentu" Banyu berdiri dari duduknya mengikuti langkah kecil sang keponakan.
Sore itu Banyu habiskan bersama putri sulung kakaknya.
Malam hari...
Semua nampak berkumpul di ruang makan. Mereka tersenyum senang melihat adanya Banyu di antara mereka. Sudah hampir satu bulan ini Banyu tidak pulang ke rumah, karena kesibukannya dengan cafe baru miliknya.
"Minggir lu Dik" usir Banyu pada sang adik yang duduk bersebelahan dengan sang bunda.
Dika berdecak, selalu saja, batinnya. Tapi ia tetap saja bergeser ke kursi lain.
"Karena gue adek yang baik, dan karena lo juga udah lama enggak pulang gue ngalah, bunda milik lo hari ini." Ucapnya ketus.
Semua yang ada di ruang makan tertawa mendengar ucapan Dika si bungsu.
Banyu duduk di sebelah sang bunda. Berhadapan dengan kakak iparnya yang kebetulan adalah kakak kelasnya di SMA.
Hening tercipta saat semua sudah mulai memasukkan nasi ke dalam mulut mereka. Tidak ada yang berbicara, hanya suara tabrakan antara sendok dan piring saja yang berisik. Ayah liyas tidak suka jika ada yang berbicara saat makan. Bahkan Sheila pun sudah diajari untuk duduk diam saat sedang makan.
Makanan di piring ayah Liyas sudah tandas, ia melirik ke arah kakak Banyu, Rega, yang masih setia menyantap karbohidratnya. "Nanti setelah selesai kamu temui ayah di ruang kerja" ucap ayah Liyas pada Rega, dan hanya mendapat jawaban anggukan.
"Aku enggak yah?" tanya Banyu yang sedang minum.
"Kamu nanti saja" ucapnya sambil tersenyum. Ayah Liyas berlalu dari ruang makan, meninggalkan mereka yang belum selesai.
Banyu juga pergi meninggalkan ruang makan setelah ayah Liyas, ia duduk di depan Tv dan menyalakannya untuk menghilangkan rasa bosannya.
Tak lama kemudian ia melihat sang bunda masuk ke dalam kamarnya. Ini saatnya bermanja, gumamnya. Kesempatan yang selalu ia gunakan saat di rumah adalah bermanja pada sang bunda.
Banyu masuk ke dalam kamar sang bunda tanpa mengetuk pintu, ia melihat isi ruangan tersebut, tidak ada bundanya. Ia duduk di sisi ranjang kamar, matanya menelisik setiap barang yang ada di sana, semua masih sama seperti dulu tidak ada yang berubah.
"Astaga" Bunda Ika memegangi dadanya, ia terkejut adanya Banyu di dalam kamarnya. Ia baru saja keluar dari kamar mandi untuk berganti pakaian dan siap-siap untuk tidur.
"Dasar anak nakal, tidak ketuk pintu dulu kalau masuk ke dalam kamar orang, kebiasaan!!" sungut bunda Ika, kesal.
Kebiasaan buruk Banyu adalah masuk ke dalam kamar orang lain tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Dulu sampai pernah saat sang kakak masih menjadi pengantin baru, ia membuka pintu saat mereka sedang bercumbu, membuat Rega marah bercampur malu.
Bunda Ika duduk bersandar pada kepala ranjang, matanya menatap lekat wajah Banyu. "Kamu mau apa hm?" pancing bunda Ika. Ia tahu putranya ini pasti ingin bercerita.
Banyu mengedikkan bahunya dan menggeleng. Banyu merebahkan tubuhnya di atas ranjang sang bunda, meletakkan kepalanya di paha wanita yang sudah melahirkannya.
Bunda Ika mengelus kepala putra keduanya. Putranya yang sudah dewasa, tapi bersikap manja hanya pada dirinya saja.
"Bagaimana hubunganmu dengan Celin?" tanyanya.
"Tidak ada masalah" jawab Banyu, matanya terpejam merasakan hangatnya sentuhan tangan sang ibu yang ia rindukan selama satu bulan ini.
"Apa dia mau menikah dalam waktu dekat?" pertanyaan yang selalu bunda Ika tanyakan saat Banyu berada di rumah.
Banyu menggelengkan kepalanya, matanya masih terpejam enggan untuk terbuka.
Bunda Ika mengembuskan napasnya pelan. Jawaban yang sama saat ia bertanya. Dulu bunda Ika masih bisa bersabar, tapi sepertinya tidak untuk kali ini. Bukan bunda Ika tidak suka dengan Celin, bahkan bunda Ika menyukai gadis mandiri dan dewasa itu. Tapi tiba-tiba hatinya terpaut dengan gadis lain. Ia bahkan sudah menawarkan sebuah perjodohan kepada ibu gadis itu.
"Bunda tidak bisa menunggu lebih lama nak.. " ujarnya pelan. Tapi tersirat akan sebuah makna.
Mata Banyu terbuka, ia menatap mata kecewa dari bundanya.
"Bunda tidak bisa mengabaikan pesan kakek lebih lama nak..."
"Apa bunda tidak mau menunggu Celin?" sahut Banyu.
"Jika usiamu masih dua puluh lima tahun, bunda akan sangat siap menunggu Celin. Dia gadis yang baik, dia dewasa, cantik, dan juga mandiri. Tidak ada seorang ibu yang tidak suka dengan Celin, dia gadis yang sangat sempurna. Tapi untuk kali ini bunda tidak ingin menunggu lebih lama lagi sayang."
Banyu terdiam, matanya memandang kosong pada langit-langit kamar. Apa ini alasan kenapa tiba-tiba tadi dirinya berbicara seperti itu pada Celin. Hatinya dan sang bunda sangat terikat kuat.
Ceklek
Pintu kamar terbuka, terlihat ayah Liyas masuk ke dalam sana. "Kenapa kamu ini beda sekali saat di rumah dan di luar rumah?" tanya ayah Liyas dengan nada bercanda.
Banyu mengerutkan keningnya, tidak tahu maksud dari sang ayah.
"Berbeda bagaimana maksud ayah?"
"Kau ini kalau di luar rumah bersikap seperti pria dewasa, tapi saat di rumah sikapmu seperti bocah berusia lima tahun, selalu bermanja dengan bundamu" ujarnya sambil tertawa mengejek.
Banyu berdecak, "ck.. Bukankah ayah juga sudah tua? Kenapa masih saja bermanja dengan bunda?" balas Banyu dengan muka tak kalah mengejek.
"Heh, anak nakal. Jika ayah tidak bermanja dengan bundamu bagaimana kau bisa ada di dunia ini" jawab ayah Liyas kesal. Ia menghampiri putranya yang masih setia merebahkan kepalanya di paha sang istri. Tangannya memukul kaki Banyu, bermaksud mengusir.
"Sana, waktu kamu sudah habis" ucapnya.
Banyu bangun dari tidurnya, ia duduk dan memandangi ayahnya. "Menyebalkan," gumamnya. Ia mengecup pipi sang bunda. "Good night bun." Banyu keluar dari kamar orang tuanya.
"Apa yang kalian bicarakan? Celin?" tebak ayah Liyas mendapat anggukan dari bunda Ika.
"Apa dia masih belum bisa menikah dalam waktu dekat?" Bunda Ika mengangguk lagi. Ayah Liyas menghela napasnya. "Pesan ayah sudah Banyu abaikan selama dua tahun." ujarnya dengan perasaan menyesal. Pasalnya Banyu adalah cucu kesayangan sang kakek, dan sekarang malah dia yang mengabaikan pesan dari sang kakek. Bukan mengabaikan, tapi ia hanya menunggu kekasih hatinya siap untuk dinikahi. Tapi sampai sekarang 'pun dia belum siap. Tentu ayah Liyas dan bunda Ika yang merasa kebingungan dengan semua itu.
"Kita tidak bisa menunggu lebih lama." Ujarnya penuh penekanan.
"Bunda tahu itu" jawab bunda Ika.
"Bunda ingin menjodohkan Banyu saja, dengan putri teman bunda." Usulnya.
"Apa kamu sudah bertemu dengan gadis itu?" tanya ayah Liyas.
"Sudah, dan bunda jatuh cinta dengannya. Bunda sangat suka dengan gadis itu. Meskipun bunda baru pertama kali bertemu dengan dia, tapi bunda merasa sangat suka dengan dia." Jelas bunda Ika, ia tersenyum membayangkan wajah gadis itu.
"Apa bunda membicarakan ini dengan Banyu?." Bunda Ika menggeleng.
"Bunda akan segera bertanya pada Banyu. Teman bunda sudah setuju juga dengan perjodohan ini." Jawab bunda Ika.
"Baiklah, jika Banyu mau maka ayah akan mendukung." Ucap ayah Liyas sebelum mengajak sang istri menutup mata mereka
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 124 Episodes
Comments
sherly
hrs celin ngk marah kalo banyu nikah Ama yg lain toh dia kan dah dilamar tp nolak
2023-05-29
1
Lily Miu
hahaha bagus
2023-03-19
1
Atha 😘😘
💪💪💪💪🆗🆗🆗🆗👍👍👍👍
2022-06-23
0