Kilau cahaya matahari membangunkan tidur seorang pria yang tengah dirundung kegalauan. Dengan rasa yang tidak bersemangat pria itu melangkahkan kakinya menuju kamar mandi, berharap semangatnya datang kembali.
Pria berstatus lajang diusia hampir kepala tiga itu berjalan menuju dapurnya setelah selesai dengan ritual mandi dan berganti pakaian. Ia meratapi kesendiriannya di dalam dapur apartemen. Ia menyiapkan sarapannya sendiri setiap hari, termasuk hari ini. Pria tampan berkulit putih itu duduk di kursi meja makan sembari mengunyah roti bakar yang baru saja ia angkat dari pemanggangnya.
Belum selesai dengan rotinya, pria itu mengambil ponsel yang sejak tadi malam ia matikan. Sengaja memang supaya pikirannya tidak terganggu. Ia masih ingin menyendiri dengan kesendiriannya.
Pria itu membuka aplikasi chatnya setelah ponsel itu menyala sempurna. Terlihat banyak pesan dari sang kekasih, ada juga pesan dari bunda tercinta dan juga sahabatnya Kikan.
Banyu menimang-nimang pesan siapa yang akan ia buka terlebih dahulu. Setelah beberapa saat ia berpikir akhirnya ia memilih untuk membuka tiga pesan dari sang bunda dahulu.
My Mom❤: Banyu nanti malam pulang ya, bunda kangen🥰
My Mom❤: Hey, kenapa tadi malam tidak pulang, dasar bocah nakal😬
My Mom❤: Nanti malam kamu harus pulang atau bunda akan jemput kamu ke apartemen 😤
Banyu terkikik geli membaca pesan dari bundanya. Ia lupa kalau kemarin bunda Ika menyuruhnya untuk pulang, ia terlalu sibuk dan pikirannya sedang tidak baik, jadi ia melupakan pesan sang bunda yang belum ia baca secara jelas. Ia hanya melihat dari notifikasi yang berada di layar atas ponselnya.
Setelah puas membaca pesan dari ibunda tercinta, Banyu mengirimkan balasan.
Me: Iya bunda, maaf tadi malam aku lelah jadi lupa kalau bunda menyuruhku pulang. Aku janji nanti aku akan pulang. Love you ❤
Banyu menatap malas pesan dari kekasihnya, Celin. Ia belum ingin bertemu ataupun mendengar suara gadis itu, rasa kecewanya masih ada dalam hatinya.
Banyu tidak pernah seperti ini sebelumnya. Ia pria yang pengertian terhadap kekasihnya, terutama Celin. Tapi setelah beberapa kali bundanya menanyakan kapan ia dan Celin akan menikah, membuat pikirannya sedikit kacau. Ia tahu betul apa alasan sang bunda bertanya seperti itu. Banyu juga bisa memahaminya.
Banyu meletakkan ponselnya kembali ke atas meja. Ia menyulut sebatang rokok untuk meredakan pikirannya. Kopi hitam juga sudah bertengger di samping kanannya, siap menemani meredakan beban pikirannya.
Satu jam Banyu duduk di tempat yang sama, kopinya masih tersisa sedikit, sedangkan rokoknya sudah habis. Banyu hanya butuh satu batang saja. Ia bukan perokok aktif, ia hanya merokok disaat tertentu saja. Ia lebih sering menghisap benda bernikotin itu saat sedang dilanda masalah.
Tring...
Drt...
Tring...
Drt...
Ponsel Banyu berdering dan bergetar di atas meja, terlihat nama Kikan dilayar ponselnya. Segera ia menjawab telepon tersebut.
"Gimana Ki?"
"Lo lagi di mana?" tanya Kikan dari sebrang telepon.
"Masih di apartemen, kenapa?"
"Lo ke cafe dong, gue sendiri nih"
Banyu melihat jam tangannya.
"Masih jam stengah delapan ngapain lo udah berangkat, kurang kerjaan banget" cibir Banyu. Ini memang terlalu pagi untuk berangkat ke cafe, karena cafe buka pukul sepuluh siang.
"Ihh, gue tu suntuk di rumah. Buruan ke sini ya, ada yang mau gue omongin"
"Iya, bentar lagi gue otw"
"Thank you kak Banyu ku sayang, bye" Kikan mematikan telponnya tanpa menunggu jawaban Banyu.
Banyu tersenyum geli dengan kelakuan sahabatnya satu ini, selalu bisa membuat Banyu tersenyum.
Banyu mematikan ponselnya, dengan segera ia menghabiskan kopi hitam yang sudah hampir dingin itu. Setelah itu ia mengambil kunci motor dan helm dan melajukan motor sportnya menuju cafe.
Banyu dan Kikan sahabat dekat, mereka selalu menghibur satu sama lain jika salah satu dari mereka ada yang memiliki masalah.
Banyu sudah tiba di cafe miliknya yang ia baru buka satu minggu yang lalu. Cafe keduanya yang ia dirikan dengan uangnya sendiri tanpa bantuan ayahnya.
Laki-laki berperawakan tinggi dan putih itu mengedarkan pandangan saat masuk ke dalam cafe, ia mencari sosok gadis yang kurang kerjaan hingga datang tempat kerja dua jam sebelum buka.
Setelah matanya menyapu setiap inci ruangan, ia menemukan sahabatnya itu sedang duduk membelakangi dirinya sambil bermain ponsel.
"Dorr"
Gadis berambut ikal itu terjingkat. Ia memegangi dadanya, jantungnya terasa seperti hampir lompat dari tempatnya.
Kikan memukul lengan Banyu sekencang mungkin.
"Aww... Sakit Ki" Banyu mengusap-usap lengannya yang terasa panas.
"Rasain siapa suruh ngagetin gue!" Seru Kikan. Ia memandang sinis Banyu yang sudah duduk di depannya.
"Tahu gini gue balik aja Ki" rajuk Banyu.
"Ya elah baperan banget si bapak" Kikan tertawa lebar, membuat seutas senyum dari bibir Banyu. Kikan kemdian meletakkan ponselnya di atas meja, ia menatap lekat wajah Banyu.
"Ngapain lo ngliatin gue kayak gitu, naksir lo?" tangan Banyu meraup wajah Kikan.
Kikan cemberut dibuatnya. Ia mengerucutkan bibirnya, kebiasaan yang membuat Banyu gemas.
"Lo ngapain jam segini udah di mari? Kurang kerjaan banget lo" tanya Banyu dengan nada mencibir.
"Biasa nyokap berantem lagi sama eyang" Kikan meletakkan kepalanya di atas meja, matanya berubah sendu, wajahnya terlihat lesu.
"Masalah apa lagi sih?" Banyu mengerutkan keningnya bingung. Pasalnya Kikan sudah sangat sering bercerita tentang ibunya yang selalu bertengkar dengan sang nenek.
"Eyang gue tuh emang gitu, apapun yang dilakuin nyokap pasti salah" Kikan mengembuskan napasnya pelan, ia lelah menghadapi dua wanita itu, mereka hampir setiap hari bersitegang.
Kikan kembali menegakkan kepalanya.
"Lo sendiri, kenapa kemarin muka lo kayak enggak enak dilihat? Ada masalah sama Celin?" tanya Kikan kepo. Ia langsung merujuk pada Celin, kekasih Banyu. Karena ia tahu Banyu tidak akan punya masalah dengan keluarganya.
Banyu mendengus, ia menatap wajah cantik sahabatnya itu. Wajah Banyu tampak kembali muram.
"Lo tau kan, kakek dulu pernah pesen ke gue sama sodara gue supaya kita nikah pas usia dua enam?" Banyu mulai bercerita tentang lamarannya yang kembali ditolak oleh Celin.
"Lo juga tahu kan kalau bunda udah sering banget nagih itu? Dan sekarang gue kecewa sama Celin, gue ngerasa itu anak kayaknya enggak serius sama gue" Banyu merebahkan kepalanya di atas meja seperti yang dilakukan Kikan tadi. Mereka memang memiliki kebiasaan yang sama.
Kikan mengelus pundak Banyu, memberi semangat pada sahabatnya ini.
"Nikah sama gue aja, gue mau kok" ucap Kikan dengan raut wajah tidak terbaca.
Banyu dibuat tertawa dengan ucapan Kikan barusan. Ia menegakkan badannya lagi. "Udahlah jangan ngaco deh lo" Banyu mengacak-acak rambut Kikan.
"Lo itu udah gue anggep adek gue sendiri, gak mungkin gue nikahin lo" ucapnya lagi sebelum pergi meninggalkan Kikan yang masih duduk terpaku.
Kikan menatap punggung Banyu yang berjalan menjauh. Ada perasaan sakit dalam dadanya sata Banyu mengatakan ia hanya dianggap adik dan tidak mungkin untuk menikahinya.
"Gue ngomong serius Nyu. Andai lo tau gimana perasaan gue, lo gak mungkin ngomong kayak gitu" gumam Kikan sendiri
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 124 Episodes
Comments
Oi Min
Sdah q duga klo Kikan ada perasaan lbih utk Banyu
2022-08-06
1
Atha 😘😘
💪💪💪💪🆗🆗🆗🆗👍👍👍
2022-06-23
0
Mulyati
kasihannn kikan cinta bertepuk sebelah tangan
2022-06-21
0