"Banyu lo kok diem aja sih digituin sama tu bocah, dituduh yang enggak-enggak, terus kenapa lo enggak ngomong aja kalau lo itu pemilik cafe ini." Ucap Kikan kesal dengan tingkah Banyu yang diam saja saat dituduh oleh seorang laki-laki yang usianya dibawah mereka.
"Udahlah Ki, biarin aja, enggak penting juga gue ngeladenin bocah kayak gitu" Banyu pergi meninggalkan Kikan sahabatnya yang masih diam mematung ditempatnya.
Kikan adalah sahabat Banyu dari SMP, dia bekerja di cafe Banyu sebagai kasir karena sudah sangat dipercaya oleh Banyu.
Banyu kembali ke dapur, ia membuat lagi minuman yang ia tumpahkan tadi. Ia memberikan minuman tersebut pada salah satu karyawannya untuk diberikan pada pelanggan yang tadi memesannya.
Banyu kemudian masuk ke dalam ruang kerjanya, ia ingin mengistirahatkan dirinya yang tiba-tiba merasa lelah. Ia merebahkan dirinya di atas kasur empuk yang ia sediakan di dalam ruang kerjanya. Ia memandang langit-langit ruangan tersebut, lalu mengembuskan napasnya kasar, ia masih sangat ingat kejadian tadi malam di mana Celin kembali menolak lamarannya. Ia sangat kecewa dengan penolakan Celin, ia merasa Celin tidak benar-benar mencintainya.
Banyu tiba-tiba teringat dengan pesan terakhir sang kakek seminggu sebelum beliau pulang kepada sang Pencipta tepatnya empat tahun yang lalu.
"Rega, Banyu, Dika. Kemarilah!" seorang pria berusia hampir satu abad memanggil ketiga cucunya untuk mendekat.
Ketiga cucu itu mendekat setelah menyeka air mata yang sedari tadi menetes. Mereka tahu, mereka akan kehilangan kakek mereka. Kakek yang selalu menyayangi mereka dari kecil, yang tidak pernah membedakan mereka satu sama lain. Hingga saat mereka melihat sang kakek yang terbujur lemah membuat mereka tak kuasa menahan tangis, ego sebagai lelaki yang selalu disanjung dengan kuatnya hati telah pergi. Mereka sama sekali tidak malu memperlihatkan kelemahan mereka saat ini.
Kakek itu mengelus kepala cucunya secara bergantian.
"Kakek punya permintaan untuk kalian" ucapnya lirih.
Mereka bertiga hanya mengangguk, menahan setiap air mata yang hendak mengalir lagi.
"Kakek minta kalian menikah diusia dua puluh enam tahun, jangan kurang dan jangan lebih." Sejenak ia terdiam kemudian tersenyum.
"Usia dua puluh enam adalah usia yang tepat untuk seorang laki-laki bila ingin menikah. Laki-laki bisa berlaku dewasa saat usia mereka menginjak dua puluh enam tahun." Ia mengembuskan napasnya perlahan, merasakan rasa sesak yang ia derita.
"Kalian faham?" kakek itu menatap mata cucunya satu persatu.
Tidak ada yang bisa bersuara, hanya anggukan kepala yang mereka berikan. Kemudian mereka disuruh keluar oleh sang ibu, karena kakek harus beristirahat lagi.
Dan pesan itu benar-benar dilaksanakan oleh ibunda Banyu. Kakaknya yang bernama Rega menikah pada usia dua puluh enam tahun. Adiknya yang saat ini berusia dua puluh lima tahun juga sudah mempersiapkan pernikahannya. Tinggal Banyu saja, ia yang sudah berusia dua puluh delapan tahun masih saja belum ada tanda-tanda akan melaksanakan pernikahan. Ibunya sudah mewanti-wanti untuk segera mempersunting kekasihnya itu, tapi hasilnya masih sama saja.
Banyu memejamkan matanya, kemudian mencoba untuk tidur. Ia ingin mengistirahatkan pikirannya terlebih dahulu.
......................
Jingga turun dari taksi, ia memasuki rumah yang ia tinggali sedari kecil.
Kaki kecil Jingga membelok ke arah dapur. Ia merasa sangat haus, karena ia memang belum minum apapun sedari tadi. Dari pintu dapur ia bisa melihat sosok kakaknya yang sedang makan siang. Dengan malas ia melangkah masuk dan mengambil minuman dari dalam kulkas.
"Eh adek" seru Irena saat melihat adiknya masuk ke dalam dapur.
Tidak ada jawaban apapun dari Jingga, bahkan ia sama sekali tidak menoleh pada kakaknya.
"Gimana hubungan lo sama Kevin?" tanya Iren dengan senyum yang tidak bisa diartikan.
"Bukan urusan lo" ketus Jingga, dengan segera ia keluar dari dapur. Namun langkahnya terhenti saat mendengar ucapan dari kakaknya.
"Heh Ji, lo tu nyadar dong, cewek kayak lo itu gak pantes pacaran sama Kevin" ia kembali mengunyah makanannya.
"Kevin itu terlalu famous buat lo yang cuma butiran debu!"
"Dia itu pantesnya sama gue yang sama-sama jadi primadona kampus" ucapnya lagi dengan nada mengejek.
Sudahlah Jingga sudah tidak tahan dengan kakaknya ini, ia berlalu ke kamarnya di lantai dua di sisi paling ujung.
Jingga merebahkan badannya di atas kasur. Ia berusaha menguatkan diri. Kakanya memang selalu seperti itu, dia selalu iri dengan apapun yang Jingga miliki, padahal kakaknya bisa mendapatkan yang lebih dari Jingga.
Gadis cantik itu menghela napasnya, ingin ia kabur saja dari rumah jika tidak mengingat sang papa yang selalu ada untuknya.
Drt..
Drt..
Drt..
Suara ponselnya membuyarkan lamunannya, mengembalikan segala kesadaran yang baru saja melalang buana.
Terlihat nama sang kekasih yang menghubungi dirinya. Ia mencoba menetralkan diri dari setiap amarah yang ia rasakan, kemudian menggeser lambang berwarna hijau untuk menyambungkan telpon.
"Hallo"
"Iya... "
"Yang, kamu masih marah ya sama aku?" terdengar suara kecemasan dari Kevin.
Jingga tersenyum, rasa marahnya seakan tiba-tiba menghilang mendengar suara lirih kekasihnya itu. Seseorang yang terkenal playboy dan pemarah, bisa menjadi pria setia dan sabar saat bersamanya.
"Tadinya iya, sekarang enggak" jawab Jingga lirih, ia tidak ingin kekasihnya tahu bahwa dirinya sedang kacau karena perkataan sang kakak.
Di tempatnya sana Kevin terlihat menghela napasnya lega. Ia kira kekasihnya ini masih marah dengan dirinya. Ia tahu dirinya salah bersikap seperti tadi sore di tempat umum, tapi tidak bisa dipungkiri bila dirinya memang tidak terima jika pujaan hatinya dipegang oleh laki-laki lain.
"Syukurlah kalau kamu udah enggak marah" Kevin tersenyum dari balik ponselnya. Ia kemudian mengalihkan panggilan telponnya menjadi panggilan video, ia ingin melihat kekasih pujaannya itu.
Nampak wajah cantik alami Jingga terhiasi sebuah senyuman yang sangat indah. Membuat Kevin semakin jatuh cinta.
"Kok dialihin video sih, kan aku malu belum mandi" ucapnya sembari menutupi wajahnya dengan satu tangan.
"Lah, kalau malu harusnya tadi reject aja yang" jawabnya dengan terkekeh geli.
Jingga memasang wajahnya cengo, benar juga apa kata Kevin, kalau malu bisa direject. Sedetik kemudian ia tertawa terbahak-bahak.
"Kamu tetep cantik kok walaupun belum mandi" rayu Kevin. Dia ini rajanya merayu wanita. Siapapun wanita yang ia temui pasti akan dirayu. Tapi semua itu berhenti saat ia bertemu dengan Jingga, gadis cantik nan polos itu seperti mengalihkan dunianya. Dia bisa berubah 180 derajat saat bersama gadis itu. Tidak ada Kevin yang playboy, dan tidak ada Kevin pemarah. Entahlah dia benar-benar mencintai gadisnya satu ini. Dia bisa melakukan apapun demi Jingga.
Jingga menutup wajahnya kembali.
"Yang... "
"Hmm.. " Jingga hanya berani bergumam saja, tidak berani menatap wajah tampan pria yang sudah menaklukkan hatinya.
"Kok masih ditutup sih wajahnya" Kevin pura-pura merajuk.
"Aku tutup aja deh telponnya" ucapnya kesal.
Seketika itu juga Jingga menatap wajah tampan kekasihnya melalui layar ponsel. Ia jadi teringat ucapan kakaknya tadi. Kevin terlalu famous untuk dia yang hanya bagaikan butiran debu di kampus. Ia jadi merasa malu.
"Kamu cantik kalau gini" ucap Kevin merayu, satu senyuman tampan ia berikan kepada Jingga.
"Ih udah jangan ngrayu terus!" Jingga mengerucutkan bibirnya membuat gemas Kevin yang berada di sebrang sana.
"Iya-iya, besok aku jemput ya"
Jingga mengangguk. Setelah itu Jingga berpamitan untuk mematikan panggilan video mereka, karena ia ingin mandi dan Kevin menyetujuinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 124 Episodes
Comments
Tatoe Ngapak
uuuui iihi hh hbbiiib IB
2023-01-07
0
Tatoe Ngapak
Ihsan bb
2023-01-07
0
Yulia Novita
nggak bisa gitu juga kek, jodoh juga sdh ada yg mengatur....nggak bisa netapin gitu aja kek
2022-07-27
0