"Anyeonghaseo!" Aku langsung terkejut dan terbangun. Lagi-lagi mimpi indahku terganggu.
Kulirik gadis berambut panjang, yang sedang tertawa lepas.
"ANISSA!" Aku berteriak kesal. Menatapnya dengan tajam, setajam omongan tetangga, uhuuy. Aku segera melemparkan bantal ke arahnya, hingga mengenai wajahnya.
"Hahaha." Aku tak bisa menahan tawaku.
GUBRAK!
GEPREK!
GABRAK!
Tubuhku rasanya remuk, ketika mendapat pukulan darinya. Aku lupa, kalau Anissa pernah belajar, bahkan memenangkan lomba karate. Yap, begitulah, aku dan Anissa seperti Tom and Jerry, selalu bertengkar kapan pun dan dimana pun. Anissa adalah sepupuku, Ayah dan Ibunya sudah meninggal sejak ia berusia 7 tahun, dan sejak itulah, Anissa tinggal dirumahku.
"Baru ketemu peluk kek, ini malah mukul kakaknya!" kesalku. Anissa nyengir sapi, eh maksudnya kuda, lalu memelukku.
"Hehe, gue kangen kak," ucap Anissa. Aku tersenyum, lalu membalas pelukannya. Mungkin, orang akan mengiraku berpacaran dengan Anissa. Tapi, dia adalah adik kecilku, ingat! Adik kecilku.
***
Aku mencium tangan Oma dan Opa dengan takzim, mereka baru pulang dari London. Yap, Anissa tinggal bersama Oma dan Opa di London, dan baru pulang sekarang.
"Makin ganteng aja, cucu Oma," Oma mencubit pipiku gemas, ya beginilah jika menjadi cucu kesayangan. Hehe.
"Mana ada, malahan makin buluk," sahut Mami sambil menahan tawa. Ah! Menyebalkan.
"Ah Mami, anak sendiri aja dibilang buluk!" kesalku sambil memanyunkan bibir 5 cm. Mami hanya tertawa lepas, begitu pun Oma dan Opa.
"Kita jalan-jalan yuk! Gue pengen ketemu temen lama gue juga!" Ajak Anissa sambil menggoyang-goyangkan tubuhku. Goyang teross.
"Kagak mau ah! Males!" Aku langsung menolak keinginannya. Sumpah! Aku sangat malas, karena tubuhku yang masih pegal-pegal karena membersihkan rumah. Apalagi, aku harus mengantarnya kerumah teman lamanya, dan itu pasti sangat membosankan! Membosankan!
"Mami ... Kak Bryan nggak mau temenin Anissa!" begitulah Anissa, ia akan merengek dan mengadu pada Mami, ujung-ujungnya aku yang akan dimarahi.
"Yan, temenin Adek kamu, gih!" Sudah kutebak, akulah yang akan disalahkan.
TIDAK ADIL!
Aku mendengus kesal. "Iya iya! Ini Bryan temenin!" Anissa bersorak ria, lalu menarik tanganku keluar tanpa pamit.
Yayaya, aku sekarang mengemudi mobil dengan kecepatan sedang, berhenti di sebuah mini market lalu memasukinya.
Anissa mulai memilih-milih cemilan dan minuman. Ah menyebalkan! Kalian tau? Akulah yang mendorong kereta belanja, dan dia yang memilih-milih.
"Giliran dong, gue yang milih-milih!" Anissa menjulurkan lidahnya mengejekku. Ingin rasanya aku memotong lidahnya, tapi aku tak sejahat itu.
Setelah selesai memilih belanjaan, aku segera membayarnya ke kasir. Ujung-ujungnya, akulah yang akan membayar.
"Mas itu manis, kayak gula kapas," ucap seorang kasir wanita, sambil mengedipkan sebelah matanya menggodaku. Seketika, aku teringat akan Ara, ia pernah mengucapkan perkataan itu saat berada di pasar malam.
"Mas, nikahin aku dong!" Salah satu kasir dengan mudahnya, mengucapkan kata-kata itu. Aku tersenyum kearahnya.
"Nanti kalau kita jodoh," balasku, mbak kasir tersebut nampak tersipu malu. Satu gombalan saja kasir tersebut mampu tersipu, apalagi kalau beribu kata gombalan. Mungkin mereka akan pingsan dan ingin segera ku nikahkan.
"Mbak, jangan gombalin pacar saya dong! Kan kumat lagi dianya!" Anissa kini membuka mulut, mungkin ia kesal dengan wanita yang suka menggombal dan centil seperti itu. Kasir itu langsung terdiam, malu dengan ucapan yang dilontarkan Anissa.
Setelah selesai membayar, aku berjalan keluar dari mini market, banyak para adik kelas, dan teman kelas melirik kearahku dan Anissa. Mungkin, mereka mengira, kalau Anissa adalah pacar baruku. Entah apa yang akan mereka bicarakan besok.
"Kenapa mereka lihatin kita sih, Kak?" tanya Anissa heran. Mungkin ia sekarang menyadarinya.
"Nggak tau, dan nggak mau tau. Yaudah ah, jangan di pikirin!" Aku dan Anissa memasuki mobil.
"Jan jadi pakboy dong! Nanti gue bilangin Mami baru tau rasa lu!" Ancam Anissa dengan tatapan mengalahkan psycopath.
"Idih! Kayak lu nggak aja!" Segera ku toyor kepalanya, hingga membuat ia meringis kesakitan. Rasain!
"Sakit tau!" kesalnya, sambil memanyunkan bibirnya. Dengan gemas, aku mencubit hidungnya. Sekarang, tinggal aku mengantarnya ke kuburan, eh maksudnya ke rumah para teman Anissa.
Beberapa menit kemudian, kita sampai di rumah salah satu teman Anissa. Ini cuman salah satu guys! Bukan semua temannya.
Aku membawa sekresek cemilan dan minuman yang kami beli tadi di mini market. Mungkin saat ini, aku akan terlihat seperti asistennya, dan dia majikannya. Ingin rasanya aku lempar dia ke lautan, tapi mungkin, Mami akan membunuhku jika aku melakukannya.
"Anyeonghaseo!" Anissa berteriak histeris, begitupun para geng-geng nya. Aku hanya bisa menutup mulut, eh maksudnya telinga. Teriakannya, bahkan mampu membuat telingaku sakit. Jika ada pertandingan berteriak dengan kencang, mungkin merekalah yang akan menjadi pemenangnya. Dah lupakan saja!
"Astoge! Ini mimpi kan? Kok ada pangeran yang nyasar?" Salah satu teman Anissa beberapa kali menepuk pipinya. Ia pasti tersepona eh maksudnya terpesona melihat ketampananku. Hehe.
"Idih, kek gitu aja dibilang pangeran, b aja kalik!" Sindir Anissa. Aku langsung menoyor kepalanya, tanpa melihat sekitar.
"Yaudah, ayo masuk." Aku dan Anissa memasuki rumah bernuansa putih itu. Aku terkejut, melihat sesosok orang yang kukenal terbaring di sofa. Apa dia juga teman Anissa?
"G-gue pergi aja ya, nanti kalau lu udah selesai, gue jemput." Aku segera berjalan keluar. Berniat untuk kabur, tetapi tak semudah itu! Anissa menahan tanganku sekarang.
"Eits! Lo gak boleh pergi Kak, lagian bukan lo doang cowok disini!" tetap saja aku tak bisa menghindar dari Anissa. Ah menyebalkan!
"Lho, Ara kok tidur?" tanya Anissa yang melihat Ara tertidur pulas, dan jangan lupa dengan dengkuran khasnya, air luirnya mengalir seperti air terjun. Jeyjiyk guys!
"Dia capek mungkin, biarin aja dah dia istirahat dulu," ucap salah satu teman Anissa. Wajahnya pernah kulihat di sekolah, tetapi hanya namanya yang tidak ku ketahui.
"Hay semua. Kenalin ini Kakak gue, namanya Bryan." Sapa Anissa pada ketiga cowok yang sedang menonton televisi di ruang keluarga. Ketiganya nampak tersenyum ke arahku, aku pun membalas senyuman mereka.
"Gue Davin."
"Gue Edo."
"Gue Ryan."
Ketiganya mengahmpiriku dan menjabat tanganku untuk berkenalan, begitupun para teman Anissa yang perempuan.
"Gue Raisa."
"Gue Dewi."
"Diana, Kak."
Setelah selesai dengan perkenalan, kini semua membagi tugas untuk membuat pesta perkumpulan mereka, dan aku juga ikut-ikutan dengan mereka. Ya karna tidak bisa menolak dari Anissa kang maksa!
"Okeh, gue udah putusin! Davin, gue, sama Kak Bryan, akan buat kuenya ... Diana, sama Dewi, masak makanannya. Dan Edo, Ryan, sama Raisa siapin tempat pestanya, oke?" Semuanya langsung mengangguk, lalu bubar untuk mempersiapkan pestanya.
'Ya Allah, kenapa engkau berikan aku cobaan ini?" Ingin rasanya aku mengutuk mereka semua menjadi batu. Tapi sayang, aku bukan Ibu mereka, bukannya? Hanya Ibu yang bisa mengutuk seseorang menjadi batu? Ah lupakan saja!
Anissa menyerahkan celemek biru muda, dan renda dileher dan ujung-ujungnya. Aku hanya menahan tawa memakai celemek cute ini. Hehe.
Anissa melemparkan buku kecil kearahku, kubaca buku tersebut. Kurasa ini adalah bahan-bahan untuk membuat kue.
"Buruan kumpulkan bahannya! Habis itu kita buat sama-sama!" Anissa sekarang seperti majikan, dan aku adalah babunya. Bodohnya, aku selalu menuruti semua suruhannya! Inilah akibat Mami selalu memanjakan Anissa, hingga berani menyuruh Kakaknya yang tampan ini.
"Oke, pertama harus ambil telur dulu," aku melangkah ke arah kulkas, dan mengambil beberapa butir telur. Anissa mengambil mangkuk berukuran kecil, lalu memberikan padaku. Kutahu, ini tidak mudah, tapi aku harus memecahkannya. Aku menutup mata, lalu mengambil pisau untuk memecahkannya. CEPLEK!
"Aaaa!!" Aku berteriak sekencang-kencangnya. Menatap telur yang sudah pecah dan jatuh pada tempatnya. Azzeekk Gue berhasil. Baru pertama kali aku memecahkan telur, dan berhasil! Seperti kata Dora, berhasil! Berhasil berhasil!
"Kak, kenapa!?" Anissa menghampiriku, mungkin dia terkejut dengan teriakanku tadi. Diana dan Dewi pun menghampiri, menanyakan apa yang terjadi. Aku hanya nyengir kuda.
"Gapapa kok, hehe." Semua nampak menggeleng, lalu kembali mengerjakan aktivitas masing-masing. Anissa memukul lenganku, mungkin kesal karena terkejut tadi.
Setelah beberapa menit, Anissa dan Davin mencampur bahannya. Nampak mereka sempat bertatapan lalu tersenyum, apa mereka saling menyukai? Ah, nanti saja aku tanyakan pada Anissa.
Sudah 2 jam berlalu, kini kami semua berkumpul pada pondokan di belakang rumah Raisa. Btw aku lagi berada di rumah Raisa. Angin berhembus kencang, suasananya cukup menenangkan disini. Semua makanan, minuman, beserta kue sudah terkumpul. Nyam ... kelihatannya sangat enak, baunya menusuk masuk ke dalam hidung, ya kali masuk mulut.
"Hooaam!" Kami semua sontak menatap ke arah sesosok kuntilanak, eh maksudnya sesosok Ara. Dia sudah terbangun, dan aku akan tamat hari ini, dia berjalan ke arah kami, lalu menatap ke arahku.
"Pangeran, ternyata kau disini." Ucapnya sambil menunjukku, semua sontak menatap kearahku. Ara tersenyum, lalu menghampiriku, dan jatuh ke pelukanku. Aku terdiam, tak bisa bergerak.
"Dia ngigau lagi," ucap Diana dan Dewi bersamaan. Anissa menanggapinya slow, pasti dia akan bertanya padaku nantinya. Hadeh!
Setelah beberapa menit berada di pelukanku, Ara kembali tersadar, lalu duduk. Semuanya masih terdiam, mungkin tak percaya dengan apa yang ia lihat.
HENING!
"Udah, udah. Kita mulai aja yuk!" Anissa memecahkan keheningan, semuanya pun menuruti ucapan Anissa. Jantungku berdisko sekarang, aku menarik nafas lega.
"Oke, kita mulai pestanya!" Anissa bersorak ria, diikuti oleh semuanya, begitu pun aku. Aku hanya mengikuti mereka saja.
"Eum, masakan lo enak bett dah," Edo memuji makanan yang dibuat oleh Diana dan Dewi. Keduanya nampak tersenyum, sementara Raisa terus menatap ke arahku, ketika aku melihatnya balik, Raisa pasti mengalihkan pandangannya. Aneh!
"Eum enak!" Ara makan dengan kecepatan kilat! Semuanya nampak terbiasa, ya karena mereka adalah teman, mungkin?
Dia makan tanpa suara, aku terus saja menatapnya. Gadis itu terlihat lucu ketika memakan mie, pipinya mengembung karena penuh dengan makanan.
Kikikikikikik!
Aku sedikit tertawa, dan nyaris semua orang menatapku sejenak, lalu melanjutkan kembali aktivitas makan mereka.
Setelah selesai makan, Anissa dan para temannya akan bermain TOD. Tau kan? Truth or Dare, ya begitulah.
"Gue--"
"Lo harus ikut!" Anissa memotong pembicaraanku. Apa dia bisa membaca pikiranku? Ah sudahlah!
Anissa mulai memutar botol, dalam hati aku berkata. 'Semoga bukan aku! Semoga bukan aku!' Aku menutup mata rapat-rapat.
"Bryan kena!" Seketika aku mendatarkan wajahku. Menyebalkan! Kenapa hari ini sungguh menyebalkan? Kenapa?!
"Truth or Dare?" Aku berfikir sejenak. Jika aku jujur, aku akan menjawab pertanyaan dengan jujur. Dan aku tidak mau itu.
"Dare!" jawabku dengan malas, tak lupa memutar bola mata sepuluh kali. Kebanyakan!
Semua nampak tersenyum psycopath. Mati aku!
"Kita ada 2 tantangan buat lo ... pertama, lo harus cium salah satu dari kami! Kedua, lo harus naikin tu pohon mangga, beserta ambil buahnya buat kita!" Aku membulatkan mataku sempurna. Cium? Siapa yang harus ku cium? Nggak mungkin Anissa, karna dia adalah adikku sendiri! Dan aku tidak mau itu!
Aku menutup mataku, lalu segera menarik tubuh Ara, dan mencium bibirnya. Oh mamak! Frist kissku diambil! Aku membuka mata perlahan, menatap manik mata gadis itu. Jantungku berdisko sekarang!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
Ririn Dwi
seru
2021-04-06
1