Derrtt ... Derrtt ... Derrtt
Lamunanku langsung buyar, tatkala panggilan vidio dari Ara. Aku menyerinyitkan dahi, kemudian segera menerima panggilan.
"Yo, Hello! Apa kabar adek ipar?" Aku teekejut setengah hidup mendengar teriakan dari Ari.
Bujubusyet! Jantungku seperti ingin copot dari tempatnya.
"Gue boleh minta tolong nggak?" tanya Ari. Aku hanya membalasnya dengan anggukan, sebagai jawaban iya.
Ari mengarahkan kameranya, ke arah Ara. Seketika, aku ingin tertawa melihatnya. Ara melipat tangannya, sambil memayunkan bibirnya 5 cm. Ngakak parah guys! Hahaha.
"Lo udah lihat kan? Pokoknya lo harus bantuin gue! Pokoknya harus! Gue maksa nih ... Ara lagi ngambek sama gue, karna gue gak bisa temenin dia buat malem mingguan, jadi, lo harus temenin dia, oke? Gak ada penolakan!" ucap Ari panjang kali lebar kek emak emak lagi ngomel.
"Tapi--"
"Bye!" Aku mendatarkan wajahku. Ketika Ari mematikan panggilan vidio, dan memotong ucapanku.
Vangke!
Mau tak mau, aku harus menuruti permintaannya. Huft! Aku berjalan malas ke arah lemari, mengganti bajuku, dan besiap-siap.
Aku berlari kecil menuruni tangga, melewati kedua orang tuaku yang berada di ruang makan.
"Mi, Bryan keluar bentar ya, Assalamu'alaikum!" Teriakku pada Mami yang sedang menyiapkan makanan di meja.
"Wa'alaikumussalam, mau kemana kamu?! Awas ya kamu!" Aku bergidik ngeri mendengar celotehan Mami. Maafkeunlah Putramu yang tampan ini, Mi.
***
Aku menatap Ara dari bawah sampai atas, eh maksudnya, dari atas kebawah. Uhuy! Cantik and lucu.
"Yaudah, Ara berangkat dulu ya. Assalamu'alaikum, Abang." Ara mencium pipi Ari.
"Wa'alaikumussalam, hati-hati ya adek ku." Balas Ari diiringi senyum manis. Jujur, mereka seperti sepasang kekasih. Apalagi, Ari terpaut 2 tahun dari Ara, umurnya pun sama sepertiku. Dan aku, kini menjadi nyamuk yang sedang menonton kemesraan mereka.
Ah, saus tar-tar!
Kami segera berangkat, dan menaiki mobil sport berwarna biru milikku. Sengaja aku menggunakan mobil, karena cuaca yang cukup dingin.
"Kita mau kemana?" tanyaku, di sela-sela perjalanana.
"Pasar malam," jawab Ara dengan semangat. Mengalahkan semangatnya para pahlawan yang memerdekakan indonesia.
Setelah beberapa menit, aku dan Ara sampai di pasar malam, seperti di film upin ipin. Azzeekk!
Begitu banyak penjual jajan, dan wahana berwarna-warni.
"Abang, beli cilok yuk!" Ara menarik tanganku, dan mencari keberadaan penjual cilok.
"Ma, Pa, aku pengen itu,"
"Iya, sayang. Ayo kita beli." Seketika wajah ceria Ara memudar, wajahnya kini terlihat murung, ketika mendengar percakapan seorang anak perempuan bersama kedua orang tuanya. Baru pertama kali aku melihatnya bersedih.
"Wah, kita main itu yuk!" Aku segera menarik tangan Ara menuju sebuah permainan tembak-tembakan.
Segera ku ambil pistol untuk menembak hati yang lagi baca, eheeyy.
"Lo lihat nih!" Tembakan pertama, aku loloskan dan ... dan ....
Duarr!
Derr!
Darr!
"Yey! Gue menang uhuuyy!" Aku bersorak ria bersama Ara. Saat ini, aku bertingkah kekanak-kanakan. Entah apa yang merasukiku.
Seperti kesepakatan, aku mendapati boneka kuda poni berwarna putih nan lucu itu. Yap, aku langsung memberikannya pada Ara.
"Dah, jangan sedih lagi," pintaku sambil mencubit pipi cuby Ara dengan gemas. Pipinya kenyal seperti yupi, enak banget untuk dicubit.
"Makasih, Abang." Ara mendekat ke arahku, dan mencium pipiku begitu saja. Aku sedikit terkejut, setelah beberapa tahun yang lalu, kini aku merasakannya kembali ciuman seorang gadis, selain ibuku keluargaku, dan Lea, gadis yang sampai saat ini belum aku lupakan.
Aku dan Ara kembali berjalan, menuju penjual permen kapas. Aku dan Ara memakan permen kapas bersama di sebuah bangku panjang.
"Abang itu manis, kek gula kapas ini." Aku tersentak kaget mendengar ucapannya.
Setelah itu, Aku dan Ara kembali membeli cilok dan memakannya. Seperti biasa, Ara memakannya dengan sangat lahap. Bisa-bisa uang jajanku habis jika terus mentraktir Ara.
Setelah 2 jam berlalu, aku dan Ara akhirnya pulang. Tak lupa mengantar Ara terlebih dahulu, jika aku membawa ia pulang. Maka aku akan dikatakan penculik.
Bujubusyeett!
***
Aku melirik jam sekilas, dan betapa terkejutnya aku, jam menunjukkan pukul 22.20. Bisa gawat darurat jika Mami belum tidur.
Aku pun mengendap-endap masuk ke dalam rumah. Semua nampak sepi, apa Mami dan Papi tidur? Begitulah pikirku.
"Habis dari mana kamu, ha?!" Aku terkejut setengah mati, ketika Mami menarik telingaku.
"Ampun, Mi, ampun! Sakit Mi!" Aku menjerit, meratap ... padamu oh Tuhan.
BujuBusyett!
"Aduh, Mami. Ada apa sih?" Sang pahlawanku kini datang, siapa lagi kalau bukan Papi. Hehe.
"Ini akibatnya, Papi sering manjain Bryan!" celoteh Mami.
"Papi, tolongin Bryan," aku memohon pada Papi, berharap Papi menolongku.
"Udah Mi. Jangan gitu dong, jangan galak-galak sama anak sendiri," pinta Papi dengan lembut selembut sutra.
"Papi sama anak kok sama!"
"Sama-sama apa? Sama-sama ganteng kan?" ucapku dan Papi bersamaan. Bukannya melepasnya, Mami malah menariknya dengan keras.
"Aaaa, Mami!"
Bush! Aku langsung terbangun, tatkala siraman air mengenai ku. Aku menatap ke arah pelampungnya, eh maksudnya pelakunya.
"Ah, Mami!" Aku berteriak kesal, menatap Mami yang sedang berkacak pinggang. Sumpah! Seremnya minta ampyun.
"Enak?!" Aku mendatarkan wajahku. Saat ini, aku merasa seperti anak tiri di sinetron-sinetron.
Bujubusyett!
"Nggak enak lah! Lagian Mami ngapain bangunin Bryan? Ganggu Mimpi indah Bryan aja!" ocehku seraya melempar bantal entah kemana.
"Sudah jam berapa ini? Kamu masih tidur aja! Bantuin Mami kek, mandi kek, sarapan! Yang pasti jangan tidur mulu." Omel Mami panjang kali lebar. Kalian tau kan? Mamiku seperti apa? Galaknya minta ampyun.
"Kan hari libur, Mi. Emang bantuin apa sih?" tanyaku pada Mami. Mami menarik nafas sejenak, lalu tersenyum ke arahku.
"Sayang, keluarga Papa kamu mau datang hari ini, dan rumah kita masih berantakan. Apalagi, Bi Astri pulang kerumahnya." Jelas Mami dengan sabar dan lembut. Mungkin ia sudah letih marah dan mengomel. Hehe, maafkan putramu ini Mami.
"Lah terus? Hubungannya apa Bryan apa?" tanyaku sok polos.
"Ya kamu bantuin Mami beresin rumah lah! Ngepel, nyuci piring, siram bunga, nyapu halaman! Masa Mami mau ngerjain sendiri? Kan capek Yan, capek! Apalagi keluarga Papa kamu, mau datang. Ya kita sambut dengan baik dong. Kamu juga kan belum sarapan, nanti kalau telat makan jadi sakit! Mami juga yang susah." Aku menutup telingaku, mendengar omelan Mami seperti orang ngarep eh maksudnya ngerep.
"Iya, Mi." Jawabku malas.
"Bawel banget si Mami," ucapku pelan. Agar Mami tidak bisa mendengarnya.
"Kamu bilang apa?! Mami bawel? Mami bawel juga karna kamu!" Oceh Mami. Ternyata Mami mendengarnya, tajam juga pendengaran Mami.
***
Aku mengepel lantai dengan sangat bersih, sementara Mami, sedang menyuci piring dan mengerjakan pekerjaan lain.
"Alhamdulillah, selesai juga." Ucapku sambil mengusap keningku yang penuh dengan keringat. Ternyata mengerjakan pekerjaan rumah sulit juga, padahal, saat aku melihat Bibi mengerjakannya, terlihat sangat mudah.
"Meeooww~"
Aku membulatkan mataku sempurna, ketika lantai yang baru saja bersih sempurna kini sudah kotor karena jejak kaki dari Kimy, kucing nakal hadiah dari Papi.
"Kimy! Gue udah capek-capek ngepel! Lu dengan mudahnya, kotorin lagi!" Aku berteriak kesal.
"Meeooww~"
Kimy bertingkah lucu. STOP! Aku tidak akan tergoda Kimy. Tak semudah itu Verguuzzoo!
"Gak usah sok imut! Gue gak bakalan tergoda!" uc
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
Ririn Dwi
suka deh.
lucu
2021-04-06
3