Saat makan biasanya merupakan suatu rutinitas yang menyenangkan dalam sebuah keluarga. Selain membuat perut menjadi kenyang karena terisi, saat makan pun bisa menjadi tempat ajang tukar pikiran bersama keluarga yang lain.
Seperti sekarang ini, para pelayan sudah menata piring untuk makan di meja makan yang panjang tersebut, juga sudah menyusun lauk pauk untuk disajikan kepada tuan mereka. Bi Zah selaku kepala asisten rumah tangga memanggil Bu Dian, mengatakan kalau makan siang sudah siap.
Ibu Dian dan suami sudah berada di meja makan, disusul oleh Revina. Tak berapa lama datang anak sulung mereka, Rayhan. Pak Bagas selaku kepala keluarga duduk di kursi tengah, disebelah kanannya ada Ibu Dian dan diseberang Bu Dian telah duduk Rayhan dan Revina. Sedangkan Bi Zah sedang berdiri selangkah dibelakang Pak Bagas, sambil melihat apakah ada yang kurang untuk disajikan atau tidak.
Walaupun mereka memiliki pelayan, namun Bu Dian tetap melayani suaminya saat di meja makan. Dengan cekatan Bu Dian mengambilkan nasi beserta lauk pauk untuk suaminya, selesai dengan suaminya Bu Dian mengambilkan makanan juga untuk Rayhan juga Revina.
Pertanyaan yang sama juga selalu ditanyakan oleh Pak Bagas kepada anak sulungnya, apalagi kalau bukan masalah perusahaan. Seperti saat ini yang mana membuat selera makan Rayhan sedikit berkurang.
"Bagaimana perusahaan Ray?" panggilan sehari-hari di rumah untuk Rayhan.
"Baik kok Pa. Seperti biasa" jawab Rayhan datar.
"Bagaimana masalah perjodohan yang Papa tawarkan? Kalau iya seminggu lagi kita ke rumah calon kamu" tanya Pak Bagas membuat yang ditanyai menjadi tersedak.
"Uhuk...uhuk..." Revina dengan sigap memberikan minum untuk kakaknya dan langsung diterima oleh sang kakak.
"Papa kalau bahas masalah itu jangan di sini dong. Vina kan masih belum cukup umur" ia pun sewot karena kerap kali sang papa membicarakan hal yang membuat kakaknya tersedak atau tidak nafsu untuk melanjutkan makannya.
"Vina kamu belum tahu yang jadi calon kakak ipar kamu itu kaya gimana orangnya, kalau kamu udah tau pasti kamu suka" jawab sang mama mendukung suaminya.
"Pa, Ma memang kalian betul mau jodohin aku sama dia?" tanya Rayhan dengan tatapan serius ke arah papa juga mamanya bergantian.
"Iya" jawab mereka kompak.
"Duh kompaknya" jawab Vina sambil memutar bola matanya.
"Ya udah kalau papa sama mama serius. Rayhan terima mungkin memang ini yang terbaik menurut kalian. Semoga dia ga mengecewakan ya" jawab Rayhan pasrah.
"Diterima kak?" tanya Vina heran.
"Iya dek. Kakak udah baca sih profilnya, menarik juga. Mudah-mudahan orangnya juga menarik" ucapnya lagi sambil mengacak rambut Revina.
"Profil? Dibaca? Emang mau ngelamar kerjaan kak? Yang benar aja sih!" ucapnya seperti hendak protes.
"Iya Dek. Kamu tuh yang ga tau cara mengetahui tentang seseorang" ucap sang mama.
"Dek minum dek" ucap Rayhan tiba-tiba sambil mengibaskan tangannya di depan mulutnya.
"Nih, kenapa kak?" tanya Vina khawatir.
Rayhan meminum segelas penuh yang diberikan oleh adiknya, karena yang diberikan Vina adalah minumannya yang belum ia sentuh. Dengan wajah memerah Rayhan mencoba mengatur lagi napasnya yang sudah tidak beraturan karena menahan rasa pedas dilidahnya. Lidahnya pun masih terasa panas seperti terbakar karena rasa pedas.
Kembali dituangkan minuman untuk Rayhan oleh Bi Zah, dengan cepat diminum lagi air tersebut hingga tandas.
"Ini masakan siapa Ma?" tanya Rayhan saat rasa pedas di lidahnya sudah berangsur menghilang.
"Ini masakan orang baru. Enak kan?" tanya Bu Dian karena sedari tadi ia memang sedang memakan ayam kecap juga capcay buatan Risha.
"Pedas mah!" jawab Rayhan sedikit kesal.
"Enak nih kak. Enak banget malah" ucap Vina saat sudah mencicipi makanan yang dimaksud Rayhan tadi.
"Itu buat kamu dek. Kakak mana suka" ucapnya kemudian melemparkan lap makan ke arah Vina.
"Dih kakak" Vina pun mengambil lap makan yang mendarat tepat di mukanya.
"Kita terima aja ya pah anak barunya" ucap Bu Dian kepada suaminya, dan yang ditanya menganggukkan kepalanya tanda setuju.
"Jangan Pah" sela Rayhan karena tidak mau diberikan makanan sepedas yang ia makan tadi.
"Terima pah" ucap Vina menyela kakaknya.
"Ray kamu aja doyan sama masakannya" Bu Dian menunjuk piring makan Rayhan yang banyak menghabiskan sayur capcay yang dibuat oleh Risha.
"Ini masakannya juga?" tanya Rayhan tak percaya.
"Iya" jawab Bu Dian sambil mengaggukkan kepalanya.
"Ya udahlah, lain kali jangan sepedas ini mah" Rayhan menunjuk piring dengan makanan ayam kecap tadi, pasrah dengan keputusan mereka.
"Kalau kepedasan tinggal minum air yang banyak Kak, jangan lemah ah" jawab Vina masih sibuk dengan makanannya.
Bi Zah yang mendengar percakapan mereka sedari tadi sebenarnya ingin sekali tertawa saat melihat Tuan Mudanya menahan rasa pedas hingga mengeluarkan air mata. Namun ditahannya rasa itu hingga ia hanya senyum-senyum saja di belakang Pak Bagas.
"Bi, anak yang baru tadi masih dibelakang kan?" tanya Bu Dian kepada Bi Zaha
"Iya Bu" jawab Bi Zah sambil membungkukkan badannya
"Nanti suruh ke taman belakang ya. Aku mau bicara" ucap Bu Dian lagi
"Baik Bu" ucap Bi Zah, kemudian ia pamit untuk ke dapur memberitahukan pelayan yang lain kalau tuan dan nyonya mereka sudah selesai makan, dan saatnya mereka membereskan piring-piring kotor yang ada di meja. Setelah itu Bi Zah mencari Risha yang tadi ia suruh berisitirahat di kamarnya, karena Risha belum mempunyai tempat tinggal.
"Neng Sha" panggil Bi zah saat sudah di depan kamarnya.
"Iya Bi Zah" jawab Risha kemudian membuka pintu kamar Bi Zah.
"Ibu mau bicara sama kamu di taman belakang. Ayo Bibi antar" ucap Bi Zah lembut.
Kemudian mereka berjalan menuju taman belakang beriringan. Di taman belakang terdapat sebuah gazebo yang besar, mirip dengan pendopo karena ukurannya lebih besar dari gazebo pada umumnya. Juga terdapat kolam renang yang jaraknya tidak terlalu jauh dari gazebo tersebut. Setengah dari dasar gazebo ada sebuah kolam yang berisi ikan koi.
"Itu Ibu ada di kursi taman dekat gazebo" Bi Zah menunjuk sebuah bangku taman yang sudah ada seorang wanita paruh baya sedang duduk di sana.
"Iya Bi, makasih banyak ya" ucap Risha sopan.
"Iya Neng Sha. Nanti kalau diterima apa yang mengganjal di hati kamu di ungkapkan ya. Ibu baik kok" ucap Bi Zah lagi memberi dukungan penuh kepada Risha.
Risha berjalan mendekati bangku taman tersebut. Saat sudah dekat ternyata Nyonyanya sedang menelepon seseorang, akhirnya Risha mendekati dan hanya berdiri di samping Nyonyanya yang masih cantik walau sudah berusia kepala empat. Hal itu ia ketahui dari siapa lagi kalau bukan Bi Zah.
"Sini Risha" Bu Dian menepuk kursi kosong disampingnya, meminta agar Risha duduk di sebelahnya. Namun Risha kembali enggan.
"Ayo duduk sini ga apa kok" ucap Bu Dian sekali lagi setelah selesai dengan teleponnya.
"Di sini aja Nya, saya sungkan" ucap Risha sopan
"Ga apa Risha. Nanti saya marah loh" Bu Dian kemudian mengambil tangan Risha dan menuntunnya mendekat lalu ia dudukkan Risha di kursi kosong sebelahnya.
"Pertama kamu panggil saya ga usah Nyonya, cukup Ibu. Yang kedua, kamu diterima bekerja di sini" ucapnya sambil tersenyum dan hal itu membuatnya bertambah terlihat cantik.
"Makasih Nya, eh Bu" kemudian Risha mencium punggung tangan Bu Dian.
Perlakuan Risha membuat Ibu Dian terhenyak, karena sudah lama tradisi ini hilang dari keluarganya. Si sulung hanya mencium pipi kanan kirinya saja saat akan berangkat ke kantor, bahkan tak jarang ia hanya berkata, " Aku berangkat Mah", dan saat pulang kadang sudah tak bertemu lagi dengan dirinya.
Begitu pula dengan Revina yang saat pulang atau berangkat hanya mengatakan, "Aku pulang Mah" dan berangkat pun hanya dengan mencium pipinya juga seperti sang kakak. Ia merindukan hal tersebut, dimana rasa hormat selalu ada saat yang muda mencium punggung tangan orang tuanya. Mencium tangan orang tua juga adalah wujud kasih sayang yang muda terhadap orang yang lebih tua. Bu Dian tidak meragukan kasih sayang anak-anaknya namun ia ingin tradisi tersebut tetap ada dikeluarganya.
"Bu, bu" panggilan Risha membuyarkan lamunan Bu Dian, tanpa sadar matanya sudah berkaca-kaca.
"Eh iya Risha, kenapa?" tanya Bu Dian.
"Ibu kenapa?" tanya Risha hati-hati.
"Ibu ga apa-apa sayang. Tadi ada yang mau kamu tanyakan?" tanya Bu Dian sambil mengusap sudut matanya agar cairan bening disudut matanya tak sempat lolos begitu saja.
"Iya Bu. Risha mau tanya masalah tempat tinggal" ucapnya lirih karena teringat orang tuanya yang ia tinggalkan.
"Kamu boleh tinggal disini kalau ga ada tempat tinggal Sha. Memang kamu dari mana?" terbit rasa ingin tahu Bu Dian.
"Risha ada masalah keluarga Bu. Jadi Risha pergi dari rumah. Risha juga masih kuliah makanya bingung juga nantinya bagaimana" ucapnya lagi sambil menundukkan wajahnya.
Seketika Bu Dian menjadi ingin tahu, namun itu terlalu dini untuknya. Lagi pula masih ada kepentingan yang akan ia urus untuk minggu depan, nanti lain waktu ia akan mencari tahu tentang Risha. Itulah dipikirannya saat ini.
"Begini aja, kamu tinggal disini dulu. Untuk kuliah sekarang sedang libur bukan, jadi nanti bisa kita bicarakan lagi ya. Ibu rundingan sama suami ibu dulu" ucapnya lembut agar Risha juga tidak tersinggung.
Risha hanya bisa menganggukkan kepalanya, karena perlahan cairan bening di pelupuk matanya sudah terjun bebas entah sejak kapan. Ia sudah sangat senang karena sudah mendapatkan tempat tinggal tanpa bayar sewa dan malah bekerja di rumah tersebut. Tuntas sudah sedikit masalahnya kini.
"Nanti Ibu minta Bi Zah siapkan kamar buat kamu ya" ucap Bu Dian lagi.
"Iya Bu. Makasih banyak ya bu" ucap Risha sambil kembali mencium punggung tangan Bu Dian, Bu Dian yang terharu pun mengelus puncak kepala Risha.
"Aku kok jatuh hati sama Risha ya" ucapnya dalam hati.
"Bu Risha permisi dulu ya, mau ke dapur" Risha sudah berdiri dan dijawab anggukkan oleh Bu Dian.
"Cantik" gumam Bu Dian lagi saat menatap punggung Risha yang menjauh.
Risha menemui Bi Zah untuk memberitahukan apa yang diperintahkan Bu Dian, memberitahu dimana kamarnya.
Kini Risha dan Bi Zah sedang berada di sebuah kamar yang kedepannya akan ditempati oleh Risha.
"Bi disini semua kamar khusus pelayan ya?" tanya Risha kepada Bi Zah yang sedang mengecek lampu-lampu juga pendingin di kamar tersebut.
"Iya, yang sebelahan sama kamu semua ini kamar pelayan. Ibu sama Bapak orangnya baik banget Sha, mereka memanusiakan semua pekerjanya. Ga ada satupun yang dibedakan sama mereka, anaknya juga begitu walau Mas Ray kadang dilihat sedikit sombong tapi hatinya baik" ucap Bi Zah menjelaskan keadaan di rumah yang sudah puluhan tahun ia bekerja disana.
"Bi Zah sudah berapa lama bekerja disini?" tanya Risha lagi
"Sejak Bapak sama Ibu mulai cari asisten rumah tangga Sha" Risha pun membelalakkan matanya, merasa tak percaya.
"Udah lama banget Bi" seru Risha penasaran
"Iya Sha, sejak Mas Ray lahir. Mereka mulai cari asisten karena sedang fokus sama Mas Ray kecil" ucap Bi Zah kembali mengenang awal ia bekerja disini.
Mereka sudah duduk berdampingan ditepi ranjang, Risha yang sudah selesai merapikan kamarnya juga Bi Zah yang sudah selesai mengecek semua kelengkapan kamar Risha. Saat ini Risha sedang meletakkan pakaiannya ke dalam lemari yang ada di kamarnya.
"Sha, kamu sedang skripsi ya?" tanya Bi Zah tiba-tiba.
"Kok Bi Zah tahu?" Risha balik bertanya.
"Iyalah tahu, mana ada anak kabur bawa-bawa gawai kalau ga penting-penting banget" ucap Bi Zah kelepasan.
"Maaf Sha" ucap Bi Zah lagi karena melihat raut wajah Risha mendadak berubah, mungkin tersinggung pikir Bi Zah.
"Ga apa Bi Zah. Aku memang sedang skripsi, makanya aku bawa gawai ini. Aku cuma kangen mama papa aja Bi" ucap Risha lirih kemudian pandangannya menerawang jauh entah apa yang dipikirkannya.
"Kamu mau ketemu mereka?" tanya Bi Zah hati-hati dan dijawab gelengan kepala oleh Risha.
"Kenapa?" tanya Bi Zah lagi.
"Belum siap Bi. Mungkin besok-besok Bi" Risha melanjutkan kegiatannya meletakkan pakaian terakhirnya.
"Sha semua orang tua sayang sama anaknya. Apa yang mereka lakukan ke kamu jangan sampai membuat kamu menjadi anak yang tidak berbakti kepada mereka. Ingat Ridho orang tua Ridho Allah juga" Bi Zah memberikan petuahnya kepada Risha sambil menepuk pundak Risha pelan, memberikan dukungan untuk Risha.
Risha menganggukkan kepalanya, ia mengerti semua hal itu, ia hanya butuh waktu. Dan bila saatnya sudah tiba ia pasti akan menemui keluarganya dan kembali pada mereka.
"Kamu istirahat ya sekarang. Besok pekerjaan sudah menanti" Bi Zah tersenyum kepada Risha.
"Iya Bi. Makasih banyak ya Bi. Aku beruntung banget ketemu semua orang di keluarga ini" ucap Risha, kemudian ia memeluk Bi Zah, menyalurkan kerinduan kepada keluarganya dengan memeluk orang tua yang ada di hadapannya kini.
Bi Zah sangat merasakan pelukan hangat Risha, seperti menahan kerinduan kepada orang tuanya. Bi Zah pun menyalurkan kerinduan terhadap anaknya dengan menerima pelukan Risha. Cukup lama mereka berpelukan, hingga akhirnya Risha yang mengurai pelukan hangat mereka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments
❤ yüñdâ ❤
pedasnya ampe he hati gk ray 😁😁
2021-03-24
1
🌷Srie❤💋🍆
lanjut....duh ad komenya rell sepur 😭😭😭😭
2021-03-22
1
RayY_n
dah like 3 chap
sukses yo
2021-03-10
1