"Apa-apaan ini?" seru Arthur membuang berkas yang bahkan belum sampai akhir dibaca karena sudah banyak kesalahan dalam berkas itu.
Awalnya Arthur tak mau mempermasalahkan kesalahan awal yang tidak terlalu berat itu, tapi semakin ke bawah berkas itu semakin salah dan dirinya banyak menemukan kejanggalan dalam berkas laporan itu. Jika itu masih tahap yang belum direvisi mungkin dia akan memaafkannya namun itu adalah berkas laporan keuangan yang sudah direvisi dari pegawai survei lapangan hingga kepala bagian keuangan.
Itulah sebabnya Arthur tanpa belas kasihan melempar map itu hingga mengenai muka sang kepala bagian keuangan yang dengan yakinnya percaya bahwa tak akan ada kesalahan seperti yang terjadi bulan sebelum-sebelumnya, itu karena Arthur menyerahkan semuanya pada Zein karena dirinya sedang repot mengurus proyek pembukaan hotel cabang baru mereka di negeri ginseng Korea.
Namun sekarang karena proyek pembukaan itu sudah selesai, Arthur memutuskan untuk mengeceknya sendiri. Tapi hasilnya sungguh sangat membuat emosinya memuncak yang sudah tak bisa ditolerir lagi. Hingga matanya melirik sekilas pada Zein yang menunduk merasa bersalah karena dirinya tak segera melaporkan semua keadaan ini.
Sungguh baru kali ini Zein melakukan kesalahan karena lupa melaporkan hal ini pada atasannya sekaligus sahabatnya itu. Zein pun hanya ikut menunduk diam tak berani menjawab seperti para karyawan lainnya yang mengikuti meeting kali ini. Padahal Arthur yang terkenal dingin ini tak pernah marah ataupun membentak siapapun selama kesalahan itu tidak terlalu berat ataupun besar.
Dia masih bisa bersabar dan menolerirnya jika itu tidak terlalu berat. Jika Arthur sang pimpinan perusahaan mereka sampai marah dan berteriak, itu artinya kesalahan bawahan yang dilakukan sudah sangat fatal.
"Catat siapapun yang melakukan kesalahan hari ini Zein, beri mereka surat pemecatan." seru Arthur meninggalkan ruang meeting itu. Tak peduli permintaan dan permohonan para karyawan yang merasa bersalah yang ada di ruang meeting itu berteriak memohon.
"Baik tuan." jawab Zein hanya menunduk tanpa protes apapun karena dirinya juga merasa bersalah. Diapun mengikuti langkah atasannya itu menuju ruangan kerja Arthur.
"Bagaimana bisa kau melakukan kesalahan sefatal itu Zein, kau tahu berapa banyak yang dikorupsi mereka. Dan aku yakin tidak hanya satu atau dua orang yang terlibat. Kau harus menyelidikinya dengan teliti." ucap Arthur dengan nada marah sambil berjalan.
"Baik tuan. Maafkan saya tuan." ucap Zein. Arthur menghela nafas kasar.
"Tidak. Aku yang salah terlalu membebanimu dengan tugas-tugas kantor saat aku tak ada di tempat. Seharusnya kau punya satu asisten lagi untuk membantumu." ucap Arthur tenang sudah tak seemosi tadi.
"Tidak tuan, saya yang kurang tegas menghadapi para karyawan sehingga mereka berlaku semakin berani dan menyepelekan saya. Saya akan mengambil tindakan tegas kali ini." jawab Zein yang membuat Arthur diam.
Cklek
"Kalian sudah selesai?" ucap seseorang dari ruangan Arthur. Arthur menoleh ke arah suara yang dikenalinya.
"Ada apa?" tanya Arthur cuek duduk di kursi kebanggaannya.
"Kau selalu dingin." ucap seseorang itu.
"Urus semuanya Zein, selesaikan secepatnya!" perintah Arthur tak menjawab pertanyaan seseorang yang ada di ruangannya.
"Baik tuan. Saya undur diri untuk mengurusnya tuan." jawab Zein meninggalkan ruangan itu setelah Arthur memberikan kode melambai tangannya.
**
"Ada perlu apa kakak datang?" tanya Arthur menatap seorang wanita yang duduk di sofa yang dipanggilnya kakak.
"Mama menyuruhmu pulang. Kau sudah disini lebih seminggu tapi kau tak mengunjungi mama sama sekali." oceh wanita itu.
"Kakak tahu aku sibuk, aku harus menyelesaikan pekerjaanku hingga lembur larut malam. Bahkan aku tak bisa istirahat pulang ke apartemenku."
"Mama sakit." potong wanita itu, Arthur langsung mendongak menatap wajah kakaknya terkejut.
"Aku akan pulang sekarang." Arthur langsung berdiri dari tempatnya, memakai jasnya yang baru diletakkan di sandaran kursinya yang baru diletakkan tadi.
"Kalau berhubungan dengan mama kau selalu tanpa berpikir langsung bilang iya. Dan sekarang.... kalau kau begitu mencemaskan mama, seharusnya kau langsung mengunjunginya begitu tiba di negara ini." omel kakaknya mengikuti langkah Arthur yang sudah tergesa-gesa menuju lift khusus untuk segera pulang tanpa menjawab ucapan kakaknya.
Arthur meraih ponselnya menekan nomor seseorang.
Dalam percakapan ponsel.
Arthur : " Siapkan mobilku. Aku akan pulang."
Sopir : " Baik tuan."
Arthur mematikan ponselnya dan menghubungi seseorang lagi.
Dalam percakapan ponsel.
Zein : "Ya tuan."
Arthur : "Aku pulang ke rumah, kau urus pekerjaanku yang belum selesai!"
Zein : " Baik tuan."
Belum sempat Zein menjawab Arthur sudah memutuskan sambungan ponselnya.
"Ah, senang sekali menjadi seorang pimpinan. Perintah sana, perintah sini, CK ck.. Sayangnya aku tak tertarik." ocek wanita tadi yang mengikuti adiknya.
"Kakak juga pimpinan meski bukan perusahaan." jawab Arthur malas.
"Ck ck itu beda, aku lebih santai darimu." jawabnya.
"Ck ck kasihan kak Aska harus lebih banyak bekerja karena istrinya." guman Arthur.
"Ya..."
Ting, suara lift terbuka mengurungkan niat wanita itu protes tentang pendapat adiknya. Arthur berjalan menuju mobil yang sudah disiapkan di depan lobi gedung kantornya.
"Aku akan menyetir sendiri." ucap Arthur, sopir yang paham akan keinginan tuannya menyerahkan kunci mobil pada tuannya dan kemudian membukakan pintu mobil untuk tuannya itu.
Cklek... Blam...
"Kenapa kakak ikut masuk?" seru Arthur yang melihat kakaknya ikut masuk mobilnya dan duduk di samping kursi kemudi.
"Memang kau tahu dimana mama?" jawab wanita itu balik bertanya menatap Arthur kesal. Arthur menghela nafas lelah.
"Dimana?"
"Villa peristirahatan yang ada di puncak." jawab wanita itu berdecak kesal.
"Kenapa mama ada di sana?" seru Arthur tak habis pikir dengan keinginan mamanya yang saat sakit selalu ingin berada disana. Wanita itu tak menjawab hanya mengedikkan kedua bahunya.
Arthur mulai mengemudikan mobilnya dengan kecepatan sedang, dengan santai melaju membelah jalanan ibukota untuk menuju tempat yang disebutkan kakaknya tadi.
"Dimana mobil kakak?" Arthur tahu kakaknya tak mungkin naik taksi menuju kantornya, dia paling anti naik taksi karena pernah mendapatkan pelecehan dari sopir taksi saat sekolah menengah atas dulu.
Dan itu membuat Derian sang papa berang bahkan sampai menuntut perusahaan taksi. Begitulah sikap Derian jika itu sudah menyangkut tentang anak-anaknya apalagi jika hal itu menyangkut tentang istrinya yaitu mama anak-anaknya. Derian sang papa bahkan bisa menghancurkan dunia jika istrinya sedikit disakiti bahkan seujung kuku sekalipun.
Bahkan diumurnya yang sudah tidak muda lagi, posesif papanya semakin besar saja.
"Aku tinggal di kantormu, biar Zein yang mengurusnya." jawab wanita itu.
"Kak Aksa tak ikut?" tanya Arthur masih fokus pada kemudinya.
"Dia sudah disana dengan Vanya." jawab wanita itu.
"Lalu kakak?" tanya Arthur terheran.
"Aku juga baru sampai dari Paris mengurus butikku disana. Mas Aksa kemarin menghubungiku kalau mama sakit, aku langsung mengambil penerbangan pertama dan tiba pagi tadi. Dia berpesan untuk mengabarimu." jelas wanita itu yang ternyata Putri, kakak tiri Arthur.
"Kenapa tak ada yang menghubungiku?" teriak Arthur kesal.
"Ponselmu mati saat mereka mengabarimu, begitu juga Zein, ponselnya sulit dihubungi karena selalu sibuk." Arthur berdecak meraih ponselnya yang ditaruh di dashboard mobil dan ternyata memang mati.
"Shit..." umpat Arthur kesal.
"Apa tak terjadi apapun?" tanya Arthur mulai merasa cemas mendengar semua anak-anak mama dikumpulkan di villa.
Karena mamanya pernah mengatakan kalau dirinya akan menghabiskan sisa waktunya di tempat kenangannya bersama papa. Aku tak mau terjadi apapun dengan mama. batin Arthur.
"Entahlah, semoga tidak buruk." jawab Putri sambil mengedikkan kedua bahunya.
TBC
.
.
.
Maafkan typo
Beri like, rate dan vote nya
Makasih dukungannya 🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments
DuckyYena
semoga sihat² aja mama karina ya thorr
2021-02-26
2