Hari terus berganti kehidupan Mimin yang mencari nafkah tak kenal waktu dijalan dengan semangat 45 dan tersenyum tak pernah pudar, tapi karena sang ayah yang selalu mengambil hasilnya hidup Mimin makin sulit bahkan untuk makan saja.
Mimin gadis remaja berusia 24 tahun harus pontang-panting mengais rupiah setiap hari, receh demi receh dia kumpulkan walau tidak seberapa dia harus tetap bersabar juga bertahan demi ibu juga seorang adik yang begitu berharga.
Jalan demi jalan dia lalui, berbagai pekerjaan dia lakoni itu semua karena dia putus sekolah ditengah jalan, dizaman yang mayoritas butuh ijazah disetiap pekerjaan itu membuat Mimin menghela nafas berat.
Kenapa dunia masih membutuhkan selembar kertas itu bahkan pembantu saja membutuhkannya, apa hebatnya sebuah kertas HVS yang tercoret tinta hitam itu, walau begitu ribuan orang begitu membutuhkannya membuang banyak uang tidak berguna demi sebuah ijazah.
Setelah mendapat uang dari Kiran dia langsung memanggil dokter untuk memeriksa sang ibu yang terbaring lemah diranjang, berharap meringankan rasa sakit sang ibu.
"penyakit ibumu ini bisanya dioperasi agar sembuh Min" ucap sang dokter lalu berjalan keluar setelah melakukan pemeriksaan.
"kira-kira berapa biayanya dok" wajah Mimin nampak begitu cemas juga takut.
"75 juta kurang lebih Min" mendengar jumlah nominal uang yang keluar dari mulut sang dokter Mimin langsung menelan salivanya dengan berat, bagaimana caranya dia mendapatkan uang sebanyak itu dalam waktu yang singkat.
"terima kasih dok" katanya sembari mengantar sang dokter menuju pintu.
"Min!!" panggil ibu lirih membuat Mimin berlari kecil menghampiri.
"ya bu, ada apa? Apa ibu menginginkan sesuatu? atau ada yang sakit?" dengan wajah cemas dia menghampiri ibunya bertanya pelan juga lembut.
"kamu gak usah pedulikan ibu, kamu urus diri sendiri saja juga adikmu tabung saja uang hasil kerja keras kalian buat masa depan nanti" kata sang ibu dengan pelan dan nafas yang memburu.
"ibu gak perlu ngomong begitu, Mimin masih bisa mencari uang lagi buat masa depan Mimin juga adik, ibu jangan kawatir pasti segera dioperasi dan jalan-jalan sama kami berdua seperti dulu ya" Mimin memaksakan diri untuk tersenyum walau dalam hati terasa teriris.
"Mimin...." teriak sang ayah dari luar membuat Mimin menoleh kearah sumber suara.
"kamu dimana Min" teriaknya lagi dengan terpaksa Mimin berjalan keluar menemui ayahnya.
"sepertinya kamu punya uang banyak sampai panggil dokter segala untuk wanita penyakitan itu" teriaknya menggema diseluruh rumah hingga kekamar, sang ibu yang mendengarnya cuma bisa menarik nafas dan menangis.
"sampai kapan akan terus begini" batin ibu menangis.
Mimin hanya diam melihat ayahnya dengan kesal dan marah, ini sudah tidak bisa dibiarkan lagi semakin hari semakin menjadi saja.
"kalo ayah mau minta uang gak ada sudah habis buat berobat ibu" jawabnya ketus.
"apa!!" teriak sang ayah lalu mendorong badan Mimin dengan kasar hingga terperosok kelantai.
aaarggkh...
Teriak Mimin menahan sakit saat badannya sudah menyentuh lantai, dengan sigap si ayah segera mengambil sabuk dan dihantamkan dengan membabi buta kebadan Mimin.
Mimin matia-matian menahan sakit, setelah puas dengan apa yang dilakukan, ayahnya lalu pergi begitu saja meninggalkan Mimin dilantai sambil mengumpat.
"dasar tidak berguna"
Mimin berjalan sempoyongan keluar rumah dalam hati dia ingin menangis disuatu tempat sampai puas, dia berjalan pelan sangat pelan menyeret kakinya menuruti kemauannya entah kemana tiba-tiba hujan datang mengiringi langkah kakinya walau begitu tidak ada niatan untuk berlari.
Dia berhenti disebuah ruko yang sudah tutup, didepan ruko itu dia meringkuk memeluk kedua kakinya menangis bersamaan dengan derasnya hujan dia menangis sejadi-jadi disana.
Sungguh malang nasib gadis remaja itu yang seharusnya tidak menggung beban yang seharusnya tidak dia tanggung, memaksa menjadi dewasa saat belum waktunya.
Seorang pengawal yang ditugaskan mengawasi Mimin diam-diam melaporkan semuanya sama tuannya.
"ada apa!!?" tanya Kiran diseberang dengan datar.
"nona Mimin habis dipukuli ayahnya tuan, dia sekarang berada didepan ruko dipinggir jalan X" jawab seorang pengawal yang disuruh untuk mengawasi Mimin secara diam-diam.
"tetap awasi"
"baik tuan!"
Setelah puas menangis Mimin berdiri menunggu hujan reda dan pulang. Dia menyatukan telapak tangannya menengadah dibawah tetesan air hujan buat membasuh mukanya apalagi matanya yang sembab.
"aku harus pulang nanti ibu nyariin aku harus kuat ini sudah biasa ayah kan sering melakukannya" batin Mimin lalu menarik nafas lewat hidung dan mengeluarkannya lewat mulut, menyemangati diri sendir.
Cukup lama Mimin menunggu akhirnya hujan pun berhenti walau masih gerimis, karena tidak mungkin menunggu lagi akhirnya dia nekat menerjang gerimis.
Bruk.... baru sebentar berlari Mimin sudah menabrak seseorang didepannya, hingga membuatnya jatuh terduduk.
"maafkan saya, saya keburu-buru" ucapnya sambil berdiri membersihkan pakaiannya.
Matanya melihat sepatu kulit mahal seorang pria dan menelusur sampai keatas, pandangannya melebar juga mulut yang menganga saat melihat pria didepannya.
"anda!!" Mimin terkejut saat tahu orang didepannya pernah dia temui kemarin. Kiran. Dia hanya diam memperhatikan Mimin didepannya terlihat jelas matanya yang sembab habis menangis, kedua lengannya samar terlihat ada bekas pukulan dari sabuk milik sang ayah.
Kiran masih diam berdiri wajah datar tanpa ekspresi itu nampak tidak menunjukkan reaksi apapun, dia hanya melihat kearah Mimin saja.
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments