Setelah mimpi anehnya semalam, Genta lagi-lagi bangun karena kaget. Sepertinya mimpi-mimpi ini sudah seperti alarm untuknya. Hari sudah pagi, hari ini ia harus bekerja di shift pagi. Mau tidak mau, ia harus bangun dari surga kapuknya dan bersiap untuk kembali bekerja.
Saat ia hendak masuk ke dapur restoran melalui pintu belakang, seseorang menarik tangannya. "Eh bego! Sini lo!" seru Mada. Dia adalah pemuda yang kemarin menyuruhnya pergi. Pemuda itu juga adalah sahabat genta sekaligus pemilik restoran itu.
"Apaan sih lo?!" Genta masih kesal dengan sikap sahabatnya itu, yang kemarin bukan membelanya malah menyruhnya pergi.
"Lo itu bego apa bloon sih?! Lo tau nggak, yang lo hajar kemarin itu gangster.Mereka itu anggota kelompok gangster paling ditakuti di sini. Kalau gue nggak datang kemarin, bisa mati lo didatangin teman-temannya yang lain."
"Yeh, biarin aja. Mau satu truk, dua truk, satu kota, kalau modelnya kayak mereka, gue nggak takut. Mereka datang, gue ladenin. Orang cuma kayak begitu doang. Gayanya aja gede. Nih lo lihat, gue aja nggak apa-apa. Nih nih." Genta menunjukkan leher, pipi, dan seluruh badannya yang tidak terluka sedikitpun. Tidak seperti pria-pria itu yang babak belur di tangan Genta.
"Eh, tumben lo." Mada tampak heran saat melihat leher Genta.
"Tumben apa?" Genta malah asyik bermain butterfly knife yang sejak tadi ia pegang.
"Itu. Tumben banget lo pakai kalung. Nggak biasanya. Mana aneh lagi bentuknya. Batunya ruby, tapi nggak pkai rantai, malah pakai tali murah gitu. Lo niat punya barang mahal apa kagak sih? Lagi banyak duit lo? Bagi apa!" goda Mada.
"Kalung? Mana ada gue pakai kalung? Nggak usah aneh-aneh deh lo!" Genta meraba lehernya mencoba membuktikan kalau apa yang dikatakan temannya itu tidak benar. Tapi ternyata memang ada sesuatu yang melingkar di lehernya.
Karena talinya longgar, Genta bisa melepaskan kalung itu lewat kepalanya. Dan memang benar, kalung itu tampak sangat aneh. Liontinnya terbuat dari batu ruby yang terkenal mahal. Tapi bentuknya agak aneh, batu itu seperti pecahan batu yang diukir dengan gambar naga. Dari bentuk pecahan dan gambarnya yang terpotong, sepertinya ada bagian lain dari batu itu yang hilang. Dan benar juga yang Mada katakan, batu semahal itu hanya diikat oleh sebuah tali biasanya yang sama sekali tidak ada harganya. Memang terlihat seperti orang yang tidak berniat mempunyai perhiasan mahal.
"Aneh. Gue nggak pernah beli kalung-kalung beginian. Lo kan tahu sendiri, gue nggak demen miara beginian." Genta bingung.
"Gila lo! Iya kali tuh kalung tiba-tiba muncul di situ. Pesulap lo?!" Mada semakin mengolok-olok sahabatnya itu, karena memang apa yang Genta katakan tidak masuk akal di pikiran manusia modern seperti mereka.
"Sumpah Da. Gue nggak tahu kenapa tiba-tiba muncul nih kalung. Lo jangan bercanda dulu deh. Gue bingung beneran ini." Genta terus membolak-balik kalung itu, mencoba mengingat apa yang membuat kalung itu ada di lehernya.
"Ya udah iya. Mendingan lo masukin deh tuh kalung ke kantong, kalau emang lo nggak makek. Lo kan tahu sendiri, Jakarta banyak penjahat. Kalau ada orang lihat lo punya begituan, bisa dibegal lo." Mada mengingatkan sahabatnya itu untuk mengamankan barang mahal misterius yang satu itu.
Genta mengangguk. Ia memasukkan kalung itu dalam saku celananya dengan cepat-cepat. Dipejamkannya matanya, ia mencoba mengingat-ingat apa yang kemarin dia lakukan. Kemudian ia mengingat mimpinya tadi malam, ia berusaha mengingat setiap detail mimpinya itu, berharap menemukan petunjuk tentang kemunculan kalung aneh ini.
"Genta." Suara misterius yang sama seperti suara di taman kemarin memanggil namanya.
Genta membuka matanya. Tapi semuanya sudah berubah, Di hadapannya sudah tak ada lagi Mada, sahabatnya. Hiruk pikuk dan lalu lalang orang-orang di tepian jalan Kota Jakarta juga sudah tidak lagi terlihat. Sekarang, hanya ada pria aneh, Bimantara, dan hutan lebat dengan pepohonan yang daunnya saling bergesekan.
"Elo?! Bi... Bi... Siapa sih?! Haaa, Bimantara. Inget gue. Kemana aja lo?! Gue belum selesai ngomong kemarin. Gimana sih? Nggak ngerti sopan santun apa ya l-" Genta tidak berhenti bicara.
"Semua ini adalah teka-teki. Kau akan segera menemukan satu persatu bagiannya." Bimantara memotong ocehan tidak penting Genta.
"Kedatanganku adalah tanda kalau sudah saat, kau harus memulai permainan ini. Kau harus menyelesaikan teka-teki ini," lanjut Bimantara dengan wajah datar dan dingin yang amat sangat menyebalkan. Sudah dua kali ia datang pada Genta, tapi ekspresi wajah yang ditunjukkan tetap sama, datar, tak berekspresi.
"Ah elah. Teka-teki apaan sih? Misi apaan? Ngomong yang jelas apa. Jan main hilang aja kayak kemarin. Eh sebelum lo ngilang, lo pasti tahu ini. Ini kalung apaan?" ucap Genta sambil menunjukkan kalung itu pada Bimantara.
"Oh, rupanya kau sudah dapatkan Batu Merah Delima itu. Ya, baguslah kalau begitu. Itu adalah petunjuk pertama untukmu. Simpan batu itu baik-baik. Kau tak boleh melepaskan kalung itu dari lehermu."
Setelah mengatakan itu semua, Bimantara mengangkat tangannya dan menjentikkan jari. Dalam sekejap semuanya kembali berubah. Genta kembali ke kehidupan nyata. Kembali ke tengah hiruk pikuk Ibu Kota, dengan Mada masih berdiri di hadapannya. Sedangkan Genta tampak sangat kebingungan dengan semuanya itu.
***
Setelah kejadian aneh itu, Genta langsung bergegas ke dapur dan memulai pekerjaannya. Ia pulang saat hari sudah mulai sore. Seharian ini, konsentrasinya terpecah, antara pekerjaan dan batu aneh itu. Ia baru bisa melampiaskan semua pertanyaan saat ia sampai di apartemennya.
"Batu Merah Delima? Apaan dah? Aneh banget namanya. Masa iya gue harus pakai terus nih kalung? Itu lagi, si gila, Bimantara Bimantara absurd tuh, kenapa munculnya tiba-tiba gitu? mana kalau gue namany, nggak di jawab lagi sama dia. Sial, sial!" gerutu Genta.
Dokk dokk dokk
Terdengar suara ketukan dari arah pintu apartemen Genta. 'Siapa yang datang sore-sore gini? Sejak kapan gue punya tamu? Ada urusan apa?' batin Genta.
Genta membuka pintunya. Beberapa orang, lebih tepatnya beberapa orang preman berdiri tegap di depan pintu kamarnya itu. Genta terkejut.
"Elo yang namanya Genta? Boleh kita masuk?" tanya salah satu dari mereka tanpa basa-basi.
Genta juga tak ingin banyak bicara. Ia sudah menduga kalau mereka adalah gangster yang dimaksud Mada tadi pagi. Mungkin mereka datang ke sini untuk membuat perhitungan. Genta mempersilahkan mereka masuk.
"Ada apa? Kenapa nyari gue?" tanya Genta terlihat santai tapi serius.
"Elo harus minta maaf sama bos kita." "Minta maaf? Ada urusan apa gue sama bos lo? Gue aja nggak kenal sama lo lo pada. Ngapain gue minta maaf? Gue nggak ngerasa salah." Tak sedikitpun ada rasa takut di mata Genta.
"Heh, dengar ya. Kemarin, lo udah ngehajar adiknya bos kita. Lo harus minta maaf. Lo nggak tahu lo berurusan sama siapa. Kalau lo masih mau hidup, lo harus minta maaf. Ngerti lo?!" ancam perman itu.
"Denger baik-baik ya. Bilang sama bos lo itu, gue nggak akan pernah minta maaf. Kemarin mereka yang ngajak ribut duluan. Jadi jangan salahin gue, kalau gue ngebela diri gue!" Genta maju dan menatap tajam preman itu, memberinya peringatan.
"Lo harus ikut kita ke bos. Lo harus minta maaf. Lo mau ikut kita baik-baik, atau kita harus pakai cara keras?! Hah?!" teriak seorang preman dari belakang yang sudah tidak sabaran.
Mendengar itu, Genta hanya tersenyum sinis. Ia meletakkan kedua tangannya di belakang, memasang posisi seperti istirahat di tempat. Tak lama berselang, majulah preman-preman itu satu per satu.
Sett sett sett, Genta berhasil menghindari setiap serang yang mereka berikan. Hampir 15 menit, Genta hanya menghindar saja kerjanya. Genta sangat menikmati permainannya itu, tapi preman-preman itu mulai kehabisan tenaga menghadapi kelincahan dan kegesitan Genta. Tak ingin melewatkan momentum yang tepat, Genta menghajar mereka semua. Satu per satu mulai KO.
Tak ingin mati sia-sia di apartemen seorang koki, preman-preman itu kabur dengan sedikit tenaga mereka yang tersisa. Tampaknya mereka kapok berhadapan dengan Genta.
"Jangan senang dulu kau Genta! Ini belum apa-apa, ini baru awal, baru pemanasan. Tidak lama lagi, kau akan benar-benar bertemu dengannya. Berhati-hatilah!" Tiba-tiba di dekat pintu apartemen tempat Genta memandangi preman-preman itu kabur, muncul sosok Bimantara di sana.
Genta terkejut. Namun belum sempat mengejarnya abhkan ia belum sempat mengeluarkan suara, tapi pria aneh itu sudah hilang ditelan bumi. Sebelumnya, Genta tak pernah takut pada apapun. Tapi kemunculan hal-hal aneh ini dan ucapan Bimantara barusan membuatnya bergidik ngeri. Ia merasa takut dengan apa yang akan terjadi. Ia harus segera menyelesaikan semua teka-teki ini, tapi ia baru menemukan dua penggalan cerita di mimpi-mimpinya yang bahkan sama sekali tak berhubungan.
Gentala, Lembayung, dan Hariwangsa hanya tiga nama itu yang ia dapat. Oh ya, satu lagi, Batu Merah Delima.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments
panglima kumbang
semakin seru
2021-08-22
0
Liany
Semangat terus ka
2021-03-07
0