Akibat permintaan rekan kerjanya yang meminta bertukar shift dan karena tak jadi berangkat ke restoran, Genta keluar untuk sekedar berjalan santai di taman dekat apartemennya. Waktu itu, jarum jam baru menunjuk pukul 7 pagi, tapi suasana ramai dan lalu lalang masyarakat sudah memenuhi langit-langit kota Jakarta sepagi ini. Beberapa orang yang mengenalnya menyapa Genta, sekedar untuk basa-basi untuk masyarakat di negara yang terkenal dengan keramahannya ini.
"Pagi Mas Genta! Nggak mampir dulu Mas? Sarapan," sapa seorang bapak pemilik warung di dekat taman.
"Iya Pak! Mau jalan dulu, nanti pulangnya mampir. Monggo!" jawab Genta menyesuaikan diri dengan bahasa yang biasa digunakan bapak itu, yaitu Bahasa Jawa.
Karena sifatnya yang ramah dan santai, Genta sangat disukai oleh banyak orang di lingkungan sekitarnya. Meski tinggal di apartemen, orang-orang kampung yang ada di belakang apartemen Genta dan gadis-gadis kompleks di dekat sekitar apartemen itu selalu ramah padanya. Kalau ada orang datang ke kampung itu dan menyebut nama Genta di sana, semua orang disana pasti bisa menunjukkan dimana dia, karena tak ada seorangpun di sana yang tidak mengenal Genta. Itu semua karena sifatnya yang ramah dan peduli.
Pemuda yang murah senyum ini juga sering dijadikan bahan gunjingan oleh gadis-gadis yang juga sering lari pagi di komplek dekat apartemen itu. Bukan karena hal yang aneh-aneh, tapi karena mereka adalah pemuja ketampanannya. Genta hanya bisa menjawab dengan senyuman, kalau saja gadis-gadis itu mulai menyapanya dengan nada genit mereka. Meski kadang-kadang risih, Genta selalu mencoba untuk bersikap ramah pada mereka.
Hari ini, ada yang berbeda. Ada sesuatu yang membuat Genta heran. Selama ini, ia berpikir kalau semua gadis itu sama, mereka akan membicarakan semua pemuda, apalagi pemuda tampan sepertinya. Memang agak sombong dan terlalu percaya diri. Tapi pagi ini, di antara kumpulan gadis-gadis yang biasa menyapanya, ada seorang gadis yang tampak berbeda. Ia hanya tersenyum dan menyapa dengan anggukan kepala. Memang bukan hal yang aneh melihat seseorang menyapa dengan anggukan kepala, tapi perilaku berbeda gadis itu membuat Genta penasaran padanya. Tapi di tempat itu ada banyak gadis-gadis yang lain, itu membuat Genta enggan mendekati gadis itu. Akhirnya Genta memutuskan untuk pergi dan mencari tahu tentang gadis itu dari orang lain.
Ada satu orang yang mungkin tahu tentang gadis itu, Bapak pemilik warung. Bapak itu pasti tahu meski sedikit tentang gadis itu. Genta memutuskan untuk mencari tahu pada Bapak itu dan istrinya, maka ia pergi ke warung itu, untuk mencari informasi, sekalian untuk sarapan.
"Pak, pesan nasi uduknya satu ya, sama teh hangat," ucap Genta sambil menarik bangku plastik yang ada di depannya.
"Siap Mas Genta. Tunggu sebentar ya." Bapak itu langsung membuatkan pesanan Genta.
"Pak, Bu, saya mau nanya boleh?" tanya Genta.
"Mau nanya apa Mas?" jawab ibu, istri pemilik warung.
"Itu Bu, tadi di taman saya lihat ada cewek. Itu penghuni baru ya? Kok kayak belum pernah lihat." "Oh itu. Iya Mas, Mbaknya yang itu masih baru di sini. Paling baru seminggu. Yang sering ke sini sih Ibunya," terang Ibu itu.
"Wah gitu ya Bu. Ibu sama Bapak tahu nggak, Mbaknya itu tinggalnya dimana?" "Kalau itu, Ibu nggak tahu Mas. Tapi, Mbaknya itu kalau pagi sama sore suka ke taman. Jadi Ibu lihatnya cuma waktu itu aja." "Sore-sore ke taman Bu? Sendiri aja apa sama temannya? Gitu biasanya ngapain Bu?" tanya Genta penasaran.
"Kalau pagi kan olahraga, lari, sama kayak mbak-mbak yang lain itu. Tapi kalau sore, datang sendirian aja Mas, cuma duduk-duduk di taman. Nggak tahu juga Ibu, ngapain dia sore-sore, cuma duduk-duduk aja. Tapi kalau sore suka aneh Mas, cuma lihat langit terus senyum-senyum sendiri." "Oh gitu ya Bu. Terima kasih ya."
"Ini pesanannya Mas. Nasi uduk sama teh hangat. Monggo silahkan." "Iya Pak. Wah terima kasih ya." Genta mengambil sepiring nasi uduk dan segelas teh hangat yang disodorkan Bapak dan segera menyantap sarapannya itu selagi masih hangat.
Sambil melahap nasi uduk buatan Bapak itu, Genta termenung. Ia merasa ada sesuatu yang aneh dengan dirinya, apalagi setelah bertemu dengan gadis itu. Setelah melihat wajahnya, Genta merasa kalau ia pernah melihat gadis itu sebelumnya, bahkan ia juga meras kalau ia mengenali gadis itu.
***
Dukk
"Aduuuhhh..." keluh seorang gadis sambil memegangi dahinya.
"Aduh, maaf. Maaf ya. Saya nggak sengaja. Maaf ya..." Ternyata Genta yang menabrak gadis itu. Ia membantu gadis itu untuk bangun.
Siapa gadis itu? Ya, dia adalah gadis aneh yang sejak kemari pagi mengganggu pikiran Genta. Karena terus kepikirian dan lagi-lagi mendapat mimpi tentang gadis bernama Lembayung itu, yang ia rasa mempunyai kemiripan bentuk tubuh dengan gadis itu. Ia tak bisa memastikan wajahnya, karena dalam mimpinya itu wajah orang-orang seperti disamarkan. Jadi ia tak bisa mengidentifikasi dengan pasti. Tapi demi memuaskan rasa penasarannya, Genta memberanikan diri untuk mendekati gadis itu.
"Ah, iya Mas. Nggak apa-apa, saya juga minta maaf. Tadi jalannya nggak lihat-lihat," ucap gadis itu.
"Ehm, kamu baru ya di sini? Saya kayaknya belum pernah lihat kamu." Genta berusaha mencari topik pembicaraan.
"Oh iya Mas. Saya baru. Mungkin baru satu minggu." "Jangan formal-formal amat dong. aku kamu aja, atau lo-gue. Biar nyantai." "Oh iya, Mas. Aku-kamu aja ya Mas. Soalnya nggak terbiasa kalau lo-gue." Gadis itu meladeni semua permintaan dan pertanyaan Genta.
Hari semakin gelap, malam sudah menjelang, warna langit mulai beralih ke warna ungu berpendar jingga dan merah, taman itu makin sepi. Sudah setengah jam lebih mereka berbincang. Entah apa yang mereka bicarakan. Tapi kalau dilihat-lihat pintar juga Genta mencari topik pembicaraan. Biasanya susah untuk bisa berbincang selama itu apalagi dengan orang yang baru kita kenal. Tapi gadis itu sepertinya juga paham dan satu frekuensi dengan Genta.
"Nduk ayo pulang! Dicari Bapak!" Tiba-tiba terdengar suara seorang Ibu dari arah pintu taman.
Gadis itu menoleh, "Iya Bu. Sebentar!"
Ternyata Ibu itu adalah ibunya. Gadis itu segera berdiri, "Mas, saya pulang dulu ya. Sudah dipanggil Ibu, sudah malam juga. Permisi."
"Eh nama kami siapa?!" seru Genta.
"Senja! Lembayung Senja!" jawab gadis itu sambil berlari pulang.
Genta tersenyum tipis. "Senja," gumamnya.
Genta merasa puas. Ia berhasil berkenalan dengan gadis itu. Hari sudah semakin senja, Genta kembali pulang ke apartemennya. Dalam pikirannya hanya ada nama Senja, Senja, dan Senja.
Saat masuk ke apartemennya, Genta mengganti pakaian dan bersantai sejenak di balkon kamar. Matahari terlihat sudah hampir hilang dari langit Jakarta. Pemandangan indah yang cukup langka terlihat di Ibu Kota. Warna lembayung, perpaduan merah jingga terlihat di ufuk barat Kota Metropolitan itu.
'Lembayung Senja. Nama yang indah. Seindah langit Jakarta sore ini.' Genta membatin, melihat langit sambil memikirkan gadis bernama Senja itu.
Tapi tak lama kemudian, sesuatu membuat Genta terhenyak. Raut wajahnya berubah dalam sekejap. 'Lembayung?!' batinnya lagi.
Genta mengingat nama itu. Lembayung. Ya, nama itu adalah nama gadis yang diteriakkan oleh pria di mimpinya. Namanya sama, bentuk tubuhnya juga mirip. Siapa sebenarnya gadis ini? Siapa Lembayung? Mengapa nama itu terus menerus muncul dalam pikirannya?
Pertanyaan baru muncul di kepala Genta. Apakah ini hanya kebetulan atau ada apa sebenarnya?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments
Zana Maria
keren banget Thor alur ceritanya
2022-10-26
1