Raina mengumpat kesal, menatap keran cuci piring yang rusak. Airnya mengalir terus karena kerannya tidak bisa dimatikan. Air yang bercampur busa sabun cuci piring sudah membasahi lantai dapur. Raina mengacak rambutnya dengan putus asa.
Raina memang tinggal sendirian di rumah itu. Satu-satunya solusi hanyalah dengan memanggil teknisi untuk memperbaiki keran rusak itu, tapi Raina tidak mau ambil resiko. Ia tidak mau dan tidak pernah mau memasukkan lelaki manapun kerumahnya. Hanya teman-teman perempuannya yang tahu kalau ia tinggal sendirian.
Jika ada lelaki yang mengantarnya pulang, ia tak pernah mengajak mereka mampir dengan alasan keluarganya tidak suka ia pulang malam dengan lelaki. Sejauh ini semuanya aman. Raina boleh hidup bebas diluar sana, tapi ia tetap ingin rumahnya menjadi privasi yang tak boleh dimasuki laki-laki.
Tapi hari ini pengecualian. Ia mau tidak mau harus menghubungi teknisi atau tukang, yang kemungkinan besar berjenis kelamin laki-laki, untuk masuk ke rumah ini. Atau rumahnya akan kebanjiran. Sial.
Saat Raina tengah kalut begitu, tiba-tiba bel rumahnya berdenting. Raina kaget sampai terlonjak. Siapa pula yang datang di saat seperti ini.
Tepat pada saat itu, hape Raina yang berada diatas meja dapur berdering. Raina langsung mengangkatnya saat wajah Tama muncul di layar.
" Gue di depan." Suara berat Tama terdengar begitu ia mengangkat panggilan itu.
Tanpa pikir panjang Raina segera melesat ke pintu depan dan segera membuka pintu. Seketika Raina nyaris lupa bernapas. Tama berdiri tegak disana, tubuh jangkungnya dibalut kaos hitam, kedua tangan di dalam saku celananya. Sikapnya sedingin dan secuek yang Raina tahu.
Raina menahan napas. Tama mendaratkan tatapan tajamnya ke Raina, memindai penampilan gadis itu dan ia pun bersusah payah menahan sesuatu yang mendadak bangkit.
Baju Raina hanya biasa saja sebenarnya, celana pendek dan kaus oblong tipis. Yang membuatnya tampak makin menggoda adalah karena baju yang dikenakan gadis itu basah sehingga menampilkan lekuk tubuh gadis itu. Kaus tipis gadis itu melekat sempurna di dada gadis itu. Bra merah terbayang sempurna di balik kaus tipis yang nyaris tak mampu menutupi. Tama mengumpat pelan. Apa gadis itu selalu membukakan pintu dengan baju seperti ini? Gila.
"Tama.."
"Elo lagi mandi apa gimana sih?" Tama tak sadar kalau ia menaikkan nada suaranya.
Raina menyadari bajunya terlalu memprovokasi.
"Keran di tempat cuci piring rusak. Ga bisa dimatiin, airnya ngalir terus. Dapurku banjir," keluh Raina.
"Gue boleh masuk?" Tama bertanya. Raina tanpa ragu mengangguk. Ia masuk ke dalam rumah diikuti Tama.
Rumah Raina tidak terlalu besar, tapi cukup rapi. Satu yang langsung sadari sejak ia masuk ke dalam rumah adalah suasananya yang sepi. Tidak ada orang lain di sana. Juga tidak ada foto apapun yang menghiasi dinding.
Dapurnya kecil tapi nyaman. Tapi dapur itu kini berantakan, air berbusa memenuhi lantai dapur, sementara keran tempat cuci piring tetap mengucurkan air.
" Elo punya tang?" tanya Tama.
"Gue gak yakin sih. Tapi gue punya beberapa peralatan yang mungkin bisa dipake" Raina berlari kecil menuju gudang di samping dapur dan kembali dengan membawa kotak berisi beberapa alat pertukangan.
Tama menerimanya, mengangguk.
"Ini bisa sih kayaknya" gumam Tama. Raina memandang kagum ke arah Tama yang sedang berkutat memperbaiki keran. Cowok itu kelihatan serius, otot-ototnya terlihat seksi. Tanpa sadar Raina menelan ludah.
"Udah beres."
"Hah? Beneran?" Raina takjub. Tama bisa memperbaiki nya semudah itu. Dengan antusias gadis itu memeriksa keran yang baru saja membuat repot hidupnya itu, dan girang bukan main saat keran itu kini berfungsi normal.
"Kamu hebat ya. Tadi aku hampir manggil tukang, tauk. Untung ada kamu." Tama menyadari panggilan Raina kepadanya telah berubah, bukan lagi elo-gue.
"Keluarga elo mana?" tanya Tama hati-hati.
"Ada kok, tapi gak tinggal disini."
Tama menangkap nada getir saat Raina membicarakan keluarganya. Tama tidak mendesak.
"Gue bantuin ngepel deh. Dimana elo nyimpan alat buat bersih-bersih?"
Raina ragu menerima tawaran itu sebenarnya. Tapi toh Tama sudah melihatnya dalam kondisi seperti ini, sekalian sajalah. Gadis itu pun melengkungkan bibirnya, memandang Tama dengan ceria.
"Serius nih? Duh, jadi gak enak hehehe.." kekeh Raina, setengah berlari menuju gudang tempat ia menyimpan pel dan alat lainnya.
Tama menggelengkan kepala, takut gadis itu terpeleset karena saking semangatnya. Mau tak mau senyum Raina menular. Membuat hatinya menghangat, entah kenapa.
Satu jam kemudian berlalu dengan keduanya sibuk mengepel dan mengeringkan lantai dapur. Yang banyak kerja sudah jelas Tama, Raina cuma sibuk menggoda Tama dan memberi instruksi ini itu.
"Tama, di bawah meja nih masih basah. Kerjanya yang bener dong. Lelet banget" kata Raina. Tama menahan geram. Ini cewek nggak tahu diri banget. Udah dibantuin malah tambah nyuruh-nyuruh segala. Awas aja.
Dengan tenang Tama meraih kedua tangan Raina dan memberikan gagang pel ke tangan gadis itu. Raina langsung pasang muka cemberut.
"Coba elo kerjain dulu. Gue haus."
Cowok itu berjalan menuju kulkas. Mengambil sebotol air dingin di sana dan menenggaknya tanpa ragu. Raina mengamati leher kokoh cowok itu, dan jakun seksinya yang kelihatan sangat menggoda. Tanpa sadar Raina menelan ludah.
Mikir apa sih gue, keluh Raina. Tanpa sadar ia melangkah menuju bagian lantai yang airnya masih menggenang. Karena kurang waspada, Raina terpeleset dan terbanting. Raina menjerit, bersiap merasakan sakit saat tubuhnya mendarat dengan keras di lantai.
Namun herannya ia tidak merasakan apa-apa. Samar ia mendengar suara seseorang mengaduh pelan, dan ia pun menyadari kalau tubuhnya menimpa Tama. Rupanya cowok itu tadi melihatnya terpeleset, hingga ia buru-buru menangkap tubuh gadis itu. Sayangnya karena lantai masih basah, Tama pun kehilangan keseimbangannya dan ia pun rebah di lantai dengan keras, dengan Raina di pelukannya.
"Sori.."Raina menggeliat hendak melepaskan diri, menatap Tama kikuk. Tama meringis. Perlahan bangkit dari posisi rebah.
"Sakit ya? Yang mana yang sakit?" gadis itu heboh hendak memeriksa Tama, sama sekali belum menyadari betapa rentan posisi tubuhnya saat itu.
Gadis itu terduduk di pangkuan Tama. Dan satu gerakan kecil saja yang dilakukan Raina membuat Tama semakin tersiksa. Entah Raina terlalu polos atau terlalu tidak peduli untuk menyadarinya.
" Bisa gak elo diem sebentar? Tolong, jangan gerak-gerak dulu." geram Tama. Raina menyadari nada suara Tama dan seketika paham. Sesuatu di pangkuan Tama sekeras batu. Raina langsung duduk dengan kaku.
Bukannya saling menjauh, kedua anak muda itu malah saling memandang. Tama dengan mata tajamnya, memandangi Raina yang setengah basah namun terasa hangat, memandangi bibir penuh nan merona yang ingin sekali dikecupnya.
Raina balas memandang pula, membaca gairah yang membuat mata cowok itu semakin gelap. Yang mana ia yakin gairah yang sama pun pasti terlihat di matanya. Satu-satunya yang terdengar di ruangan itu hanya napas mereka yang berat.
Entah mendapat keberanian dari mana, tiba-tiba Raina mengecup bibir Tama. Hanya sedetik mungkin. Namun itu cukup untuk memicu Tama melepaskan pengendalian diri yang susah payah ia pertahankan dari tadi.
Tama meraih tengkuk Raina, dan ******* bibir gadis itu dengan satu ciuman dalam. Raina kaget pada awalnya, terpaku menyadari betapa liar cara Tama menciumnya. Lalu tanpa ragu Raina mengalungkan lengannya ke leher Tama, dan membalas ciuman cowok itu dengan sama panasnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 151 Episodes
Comments
another Aquarian
Kaannnnn.. Tama suhu 🤭🤭🤭
2022-04-18
2
Hafiz Ghany
mulai hareudang🤩🤩
2022-04-13
1
Alea Wahyudi
panass thorr.....
2022-03-20
0