Raina keluar dari kelas dengan muka kusut. Ia baru pulang ke rumah dini hari setelah menghabiskan malam dengan bersenang-senang di pesta ulang tahun salah satu kenalannya. Kepalanya masih pening karena alkohol yang ditenggaknya semalam, ditambah pula kurang tidur membuatnya menguap terus sepanjang kelas berlangsung.
Kalau saja hari ini tidak ada kuis, ia pasti tak akan ragu untuk membolos lagi. Tapi ia sudah tiga kali membolos, dan Bu Hana, dosen Akuntasi Biaya itu tak ragu memberinya nilai D dan membuatnya mengulang lagi mata kuliah itu semester depan. Raina sudah muak melihat muka Bu Hana yang tak pernah ramah padanya, itu sebabnya dia rela masuk kuliah hari ini.
Anya, sahabat Raina yang bertubuh mungil dengan rambut dicat ungu, menggandeng lengan Raina dengan antusias. Anya suka sekali mewarnai rambutnya, setiap bulan ia pasti ganti warna rambut. Sudah begitu warna-warna yang dipilihnya selalu warna yang mencolok, membuatnya dijuluki kemoceng berjalan oleh teman-temannya, termasuk Raina.
Lorong kampus agak sepi hari ini karena ada Pekan Olahraga Kampus, kegiatan tahunan di kampus mereka, dimana seluruh fakultas ikut berpartisipasi dalam berbagai macam cabang olahraga yang dipertandingkan. Sore ini sedang berlangsung final pertandingan sepakbola di lapangan kampus.
"Elo ngapain nyeret-nyeret gue gini sih,Ceng? Pala gue puyeng nih kayak mau meledak" protes Raina. Gadis itu mengenakan jeans ketat dan kaos longgar yang lebar di bagian kerah, memperlihatkan bahu mulusnya tanpa ragu. Rambut cokelat panjangnya dibiarkan tergerai begitu saja. Meski begitu tak sedikit mahasiswa yang melirik atau bahkan terang-terangan menggodanya.
"Udah tahu hari ini ada kuis matkulnya Yang Mulia Bu Hana, elo pake acara mabok. Cari mati sih elo!" kecam Anya.
"Halah. Elo juga kalo semalem gak kencan sama Didit juga pasti ngikut. Mentang-mentang ada pacar elo aja, pura-pura alim. Itu munafik tau, Ceng". Cibir Raina kalem. Anya bukannya tersinggung, malah tertawa lepas.
" Itu bukan munafik, Sayangku. Itu namanya cinta. Elo juga bakal gitu kalo uda ketemu sama cowok yang elo suka."
"Cinta tai kucing? Kagak ada yang begituan mah di kehidupan nyata. Yang ada semua cowok mah seneng kalo gue mabok. Biar pada punya kesempatan buat grepe-grepe gue" sinis Raina.
" Ya itu karena elo salah pilih cowok. Cowok-cowok yang Deket elo tuh emang brengsek semua, ya pantes aja kelakuan mereka gitu"
"Emangnya hari gini masih ada cowok baik-baik"
"Ya ada, lah Say. Salah satunya Didit, pacar gue itu" jawab Anya puas yang membuat Raina memutar bola matanya jengah.
" Ini elo mau ngajak gue kemana sih, Ceng? Gue pusing, pengen pulang terus tidur" keluh Raina saat menyadari mereka sudah berjalan keluar dari gedung Fakultas Ekonomi.
"Ke lapangan. Fakultas kita masuk final tahun ini, Nyet. Seru kayaknya."
"Gue gak suka sepakbola, Ceng. Udah yuk pulang aja" tolak Raina.
"Bentar doang, Raina. Entar kalo elo boring boleh cabut duluan deh."
Raina menghela napas berat.
"Gue pengen ngerokok." kata Raina tiba-tiba. Biar dia punya alasan untuk kabur dari ajakan konyol Anya. Bayangan menonton sepakbola, panas-panasan, berdesakan dengan mahasiswa lain membuat Raina mual. Ia sungguh merindukan kasurnya saat ini.
"Halah, itu mah gampang. Itu si Devon uda datang. Woi Nyet! Sini!" Anya sibuk melambai pada seorang cowok berkulit putih yang berjalan ke arah mereka. Cowok itu berwajah tampan, penampilannya pun kekinian, mirip dengan anggota boyband dari Korea sana.
Devon, yang telah sampai di tempat kedua gadis itu menunggu, langsung menggelendot manja pada Anya.
"Gue kangen, Nying. Elo sibuk pacaran mulu, gak kasian sama gue apa? Gue kesepian, Nying. Pengen nonton ga ada temen" ucap cowok itu, yang langsung dihadiahi jitakan di kepala oleh Anya.
"Najis, elo! Kalau Didit liat bisa ngamuk dia. Jaim dikit lah kalau di tempat umum gini." kata Anya.
"Oh, jadi kalau gak ditempat umum boleh gitu, Nying?" Devon membalas dengan wajah sok polosnya, yang lagi-lagi dapat geplakan dari Anya. Devon meringis kesakitan. Raina memandang kedua sahabatnya itu dengan sebal.
"Udahan dramanya. Sini bagi rokok, Nyet" kata Raina. Devon cemberut, terpaksa membagi batang rokok terakhirnya buat Raina.
"Ngapain elo cemberut? Ga ikhlas lo?" tanya Raina judes. Devon buru-buru merangkul Raina sebelum gadis itu murka.
"Sejak kapan gue ga ikhlas buat elo? Jangankan cuma rokok sebatang, elo minta jantung hati gue juga bakal gue kasih kok" gombal Devon yang lagi-lagi membuat Anya menjitak kepala Devon.
"Sial, sakit, Nying! Ini KDRT namanya, bisa gue laporin ini!" protes Devon.
"KDRT pala elo!"
Sementara itu, pertandingan final antara Fakultas Ekonomi dan Fakultas Teknik sedang berlangsung dengan serunya. Kedudukan sementara masih seri, kedua kesebelasan rupanya sama-sama kuat. Fakultas Teknik yang telah lima kali menjadi juara bertahan mendapatkan lawan yang sepadan kali ini.
Tama yang menjadi striker dari Fakultas Teknik tampak berjuang merebut bola dari lawan. Tubuh tinggi jangkung nya tampak mencolok dari pada pemain lainnya. Beberapa kali ia hampir mencetak gol, namun berhasil digagalkan lawannya.
Pada saat itulah Tama melihat Raina dari kejauhan, memasuki tribun penonton. Ditemani seorang gadis berambut ungu dan seorrang pemuda tampan yang dengan santainya merangkul Raina. Sulit untuk tidak mengenali Raina bahkan dari jarak yang lumayan jauh ini, sosok Raina terlalu sempurna untuk diabaikan.
"Tama! Elo buta apa gimana? Ada bola di depan elo malah elo lepasin gitu aja?!" Hardik pemain sayap timnya, Fandi. Fandi gemas karena jarang pemain andalan timnya itu pecah konsentrasi seperti saat ini.
"Sori" Tama mengumpat pelan. Dia merasa bodoh karena seorang gadis membuat nya berantakan seperti ini. Fokus, Tama, fokus.
Raina yang baru saja duduk di tribun, mengisap rokoknya dengan santai. Namun sikap santainya tiba-tiba hilang saat ia mengenali satu sosok tinggi tegap yang dikenalnya tengah berlari di tengah lapangan.
"Ceng, ini fakultas kita lawan mana sih?" tanya Raina lirih.
" Fakultas Teknik. Ngapain elo nanya? Katanya ga tertarik sama bola?" Anya curiga.
"Nanya gitu doang ya wajar kali, Ceng. Sewot amat" Raina berusaha menyembunyikan nada bergetar dalam suaranya. Ya Lord, demi apa jantungnya kini berdebar gila-gilaan? Hanya dengan melihat Tama bertanding sepakbola, duh kenapa dia keringetan gitu tapi kelihatan tambah seksi, sih?
"Tau, nih. Elo lagi PMS, ya Nying? Galak mulu dari tadi" sahut Devon.
"Sekali lagi elo ngomong PMS gue pukul pake Tumbler gue" ancam Anya.
"Raina, gua mau ngomong"
Perhatian ketiga orang itu serta merta teralihkan, tertuju pada cowok tiba-tiba duduk di sebelah Raina dan mencekal tangan gadis itu.
"Cello? Ngapain? Lepasin gue." Raina berusaha melepaskan tangannya dari cekalan Cello, namun cowok itu justru mengeratkan cekalannya.
"Bentar doang, Raina. Sebelum semua orang ngeliatin kita" Cowok berambut gondrong, berkaus hitam bergambar band metal, dan jins robek-robek itu tidak peduli mesti Anya dan Devon berusaha menjauhkannya dari Raina.
"Gue gak mau" Raina balas melotot. Ia yakin tangannya lecet sekarang.
"Elo lebih seneng dipaksa, ya?" setelah mengucapkan itu Cello menarik paksa lengan Raina, membuat gadis itu terseret mengikuti langkahnya.
Perhatian penonton terpecah, antara menyaksikan pertandingan yang semakin seru, atau mengikuti drama live yang diperankan Cello dan Raina.
"Dasar kampret! Beraninya sama cewek!" maki Anya, dengan segera bangkit dan mengikuti kemana Cello membawa Raina.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 151 Episodes
Comments
rasya radya oneo
saya suka
2022-05-12
1
another Aquarian
Rapi nulisnya, ngalir lancar jaya.. Suka thor.. Udah aku klik favorit n suka 😍😍😍
2022-04-18
1
🌷Anggiria Dewi ❤️
Cello ngapain pula nongol di situ ...
2022-02-11
0