"Kalian ini ngomong apaan. Andai-andai aja sampe serius banget. Lagian aku anti banget sama dokter. Dari dulu, aku nggak suka punya pasangan dokter," kata Lana dengan percaya diri.
"Kamu nih emang kepedean ya, Na. Nggak semua bisa kamu atur. Kamu anti banget gitu nanti malah beneran punya suami dokter lho," kata Inda.
"Nggak mau. Pengen yang beda bidang biar nggak debat terus. Pokoknya nggak bakal punya pacar atau nikah sama dokter."
Inda dan Syafira berpandangan seolah mengatakan 'hati-hati kena batunya'.
Selesai sesi curhat, mereka menonton film dengan laptop milik Lana. Mereka memilih film horor lama berjudul ‘Coming Soon’. Agar lebih seru, lampu kamar Lana dimatikan dan mereka berjejer di balik selimut.
***
Hari Senin
Lana datang ke rumah sakit Keluarga Bahagia bersama Syafira. Interview dengan HRD sangat alot saat membicarakan masalah gaji. Lana tidak menyangka akan sepanjang ini. Selama ini dia terima saja yang diberikan rumah sakit.
Di usia dan pengalamannya yang sekarang, masalah gaji ternyata bisa dinegosiasikan. Karena rumah sakit sebelumnya berada di daerah kecil pastinya berbeda dengan standar di kota. Dia takut salah menjawab.
Jika terlalu kecil menyebutkan nominal pasti dia melewatkan banyak uang. Sebaliknya, jika terlalu tinggi, kemungkinan diterima akan sangat kecil. Dia pun menjawab sebijak mungkin yang dia bisa tanpa menyebut nominal.
Saat jam makan siang, Lana selesai interview. Syafira menelpon.
📞 "Masih di rumah sakit apa udah pulang ke kos, Na?"
📞 "Masih di rumah sakit."
📞 "Di mana? Ayo makan bareng!"
📞 "Aku duduk di depan gedung. Pinggir jalan."
Tidak lama Syafira sudah menemukan Lana.
"Kok pucet? Udah kelaperan ya? Yuk, ke warung makan depan situ!" ajak Syafira.
Lana mengikuti Syafira. Mereka memesan makanan dan memilih tempat duduk.
"Gimana tadi interview-nya?"
"Nggak tahu."
"Lhoh, kenapa?"
"Kayaknya nggak ada harapan."
"Kok ngomong gitu? Kan belum pengumuman, jangan putus asa dulu!"
"Misalnya, aku nggak diterima, gimana ya?"
"Tenang, di kota ini, masih banyak rumah sakit lain. Nanti aku temenin ngelamar. Kalau jauh, aku temenin cari kos. Lagian nggak cuma rumah sakit yang butuh perawat. Klinik juga banyak di sini."
Lana sedikit tersenyum. Namun, tetap ada rasa kecewa jika dia benar-benar tidak diterima. Lebih baik dia kembali ke Kelati.
***
Hari yang dinanti telah tiba. Tidak sia-sia semua usaha dan doa Lana yang tidak main-main, dia diterima. Siang-malam dia berdoa komat-kamit hingga agar diterima. Mungkin jika tidak ada jeda tidur malam, dia akan dower karena kebanyakan berdoa.
Saat-saat menunggu terasa sangat menegangkan. Apalagi dia hampir saja gagal di sesi interview. Sekarang, Lana sedikit lega. Suatu pelajaran penting yang dapat dia petik dari peristiwa itu adalah bahwa pengalaman dan prestasi tidak menjamin semua berjalan mulus.
Ada faktor tak terlihat yang ikut berperan serta dalam keberhasilan seseorang. Kini Lana insyaf dan kembali pada jalan yang benar. Dia lebih banyak bersyukur, membuang jauh rasa bangga over dosis di hatinya yang sering timbul karena karir yang gemilang.
Lana mendapat penempatan sebagai perawat yang memeriksa pasien sebelum masuk ke ruangan dokter di unit 1. Di sana ada 3 poli yaitu poli umum, poli kandungan dan poli gigi. Dia akan mengoperasikan timbangan untuk dewasa, anak, dan bayi.
Dia juga memeriksa tekanan darah pasien. Data pasien bersama keterangan berat badan dan tekanan darah itu kemudian dia antarkan ke ruangan dokter sesuai poli yang dituju.
***
Gala dinner
Setelah rekrutmen besar-besaran, keluarga besar rumah sakit itu mengadakan gathering untuk perpisahan dengan para pegawai yang sudah selesai masa tugasnya sekaligus perkenalan secara resmi dengan pegawai yang baru.
Agar tidak ada gap di antara pegawai, rumah sakit itu menempatkan meja dan tempat duduk secara acak kecuali direktur, karena direktur akan banyak memberikan sambutan. Beliau akan duduk di kursi depan.
Lana mendapatkan meja yang sama dengan Dokter Nathan, Dokter Ani, dan Malik yang bertugas sebagai petugas security. Mereka saling berjabat tangan kemudian duduk mengikuti acara.
Diam-diam Lana memperhatikan dokter pujaan hati sahabatnya yaitu Dokter Nathan.
Oh, ini ternyata yang namanya Dokter Nathan. Ganteng sih. Eh astaga! Ingat, dia itu pujaan hati sahabatku sendiri! Jangan diembat! (Lana).
Matanya tak dapat beralih ke mana pun. Lana terus memperhatikan Nathan, antara penasaran dan takjub. Setelah melihat secara
langsung, barulah dia mengerti kenapa sahabatnya begitu mengidolakan dokter itu.
"Mbak, jangan ngelamun!" kata Malik, bagian security yang duduk satu meja dengan Lana.
"Oh, ahahah. Nggak ngelamun kok, Mas."
Kemudian Malik berceloteh panjang lebar entah tentang apa. Di telinga Lana, semua yang dibicarakan oleh Malik hanya terdengar samar-samar seperti kaset lawas yang sudah bodol pitanya. Dia fokus memperhatikan setiap garis wajah Nathan.
Dokter tampan itu sibuk mengobrol dengan Dokter Ani yang lebih senior, sama sekali tak menghiraukan keberadaan Lana.
~
Sesampainya di kos, Syafira menginterogasi Lana. "Kamu tadi satu meja sama dokter Nathan kan, Na? Ngobrol apa aja?"
"Ngobrol apanya. Dia ngobrol sama dokter Ani terus tuh. Aku ngobrol sama Mas Malik security."
"Jyah, nggak bisa comblangin aku dong."
"Boro-boro comblangin, buat mulai ngobrol aja aku nggak ada topik. Lagian ngacaknya kurang acak. Di mejaku ada 2 dokter lama. Ya pasti mereka ngobrol asik karena udah kenal deket. Coba gini: 1 perawat, 1 security, 1 dokter, 1 bagian HRD. Pasti bisa ngobrol karena sebelumnya sama-sama nggak terlalu deket."
Dalam hati, Lana merasa geli sendiri akan pikiran yang tadi sempat muncul.
Tadi aku mikir mau ngembat si dokter itu. Ngembat apanya? Dia lihat aku aja enggak. Ketinggian amat mikir sampai ke sana. Ini yang dinamakan kodok pengen ngawinin sultan. Udah beda spesies, beda alam, beda kasta pula. (Lana).
***
Hari pertama Lana bekerja
Lana sangat senang mengingat perjuangan yang tak main-main. Terlebih saat interview yang dia lalui dengan sedikit tersendat seperti motor yang jarang diservis. Pasien di hari pertama ini sangat banyak.
Tidak semua sakit, ada juga yang ingin berkonsultasi tentang kesehatan reproduksi dengan Dokter Dion. Ada yang ingin konsultasi gigi dengan Dokter Ani. Ada yang ingin mencari surat keterangan sehat dengan Dokter Nathan. Ada yang sekedar jalan-jalan cuci mata (eh maaf, yang ini harusnya ke mall).
Tiga pasien pertama adalah untuk dokter Nathan. Setelah Lana memeriksa tekanan darah dan suhu badan, dia pun mengantarkan berkas pasien ke ruangan Dokter Nathan. Saat memberi map, dokter muda itu menyapanya.
"Hari pertama ya, siapa nama kamu?" tanya Nathan yang menandakan bahwa dia lupa pada Lana saat malam perkenalan. Padahal mereka satu meja.
"Lhoh, kan waktu gathering ...." Lana berhenti sejenak, tahu diri. "Saya Lana, Dok. Name tag saya belum jadi, nanti kalau sudah jadi tinggal baca aja."
Nathan tertawa. "Semangat ya."
Meski agak kesal karena Nathan tidak ingat sama sekali terhadapnya, sikap Nathan sangat baik. Wajar banyak yang menyukainya. Namun, dia jadi penasaran kenapa dokter muda yang wajahnya tampan dan tutur katanya santun itu masih single. Pasti banyak wanita yang tertarik sehingga Nathan leluasa memilih kriteria yang disukai.
Ganteng, santun. Pantesan jadi idola. (Lana).
Setelah itu ada pasien seorang ibu hamil. Pastinya ini pasien dokter Dion, pikir Lana. Benar saja, ibu yang kira-kira hamil 6 bulan ini memeriksakan kehamilannya kepada Dokter Dion. Lana mengantar berkas pasien ke ruangan Dokter Dion.
"Permisi, Dokter Dion, ini berkas pasien selanjutnya," katanya sembari berdiri menanti instruksi dari sang obgyn.
"Oke, suster siapa?" tanya Dion.
Hah, name tag ku kenapa belum jadi, capek jawab pertanyaan orang-orang. (Lana).
"Lana, Dok," jawab Lana sembari menghela napas. Entah sudah berapa kali dia ditanya perihal nama. Ingin rasanya dia membagikan piring cantik kepada yang bertanya lebih dari satu kali.
Eh, siapa tadi? Lana
Eh, siapa tadi? Lana
Eh, siapa tadi? Lana
Lana Lana Lana Lana Lanaaa...!!!
Dia heran, namanya sederhana hanya 4 huruf. Kenapa mereka begitu sulit mengingat. Beda cerita jika namanya Uvuvwevwevwe Onyetenvewve Ugwemubwem Ossas (sumpah, author nulisnya ngos-ngosan).
"Langsung dipanggil aja pasiennya!" titah Dion.
Lana menuruti perintah dokter itu. Dia juga membantu pasien berbaring dan mengoleskan gel di perut untuk pemeriksaan USG. Selesai pemeriksaan dan konsultasi, Dion meminta Lana menyampaikan kepada Nathan untuk menunggunya makan siang.
"Nanti kalau ada pasien untuk Dokter Nathan, tolong sekalian sampaikan ke dia. Bilang sama dia, nanti makan siang bareng sama saya di kafe Senarai."
"Ha?!"
Kenapa aku harus jadi penyampai pesan di luar tugas profesionalku? (Lana).
to be continued...
Jogja, February 7th 2021
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
Bucinnya Nunu ☆•,•☆
Ngakak dulu aku🤣
2021-12-07
0
Aprillia
dokter nathan lupa mulu nama assTnya..😓
sembari bersabar,tetap semangat ya Lana ya 🤗🤗
2021-03-31
1
Matheldathelda Kadobo
Semangat ya Lana..
2021-03-09
1