Mungkinkah Dia Orangnya?

GUS IDOLA

[part 5]

Part sebelumnya 👇

https://www.facebook.com/groups/komunitasbisamenulisbaru/permalink/262398245261850/

"Kang !"

Pria itu tak menoleh meski kupanggil berkali-kali. Dia berjalan didepanku dengan menggandeng tanganku. Aku sungguh ingin melihat wajahnya namun ia tak mau menoleh sama sekali. Kami berjalan diantara hamparan ribuan tanaman bunga dendelion, angin yang berhembus membuat kelopak bunga dendelion gugur berterbangan menyentuh pipiku dan menempel di kerudungku.

"Kang !"

Saat ia menoleh mataku tiba-tiba silau oleh cahaya yang entah dari mana asalnya.

"Hilya...!"

Sayup-sayup kudengar suara indri dan tubuhku rasanya seperti terguncang, aku terpaksa meninggalkan mimpi indahku.

"Wes arep subuh, kamu nggak sahur?" Kini indri menarik selimutku.

Dengan gelagapan aku segera bangun dan melihat jam di dinding sudah menujukkan pukul tiga lewat 40 menit. Imsak kurang 15 menit lagi

"Astaghfirullah..!" Aku bergegas pergi ke dapur ndalem tanpa cuci muka terlebih dahulu. Gara-gara tidur kemalaman aku jadi telat sahur.

Saat aku masuk ke dapur, saat itu juga Gus Abdi tengah mengambil nasi dari magicom, sejenak mata kami saling beradu. Antara bimbang aku berdiam diri ditempat aku berdiri. Gus Abdi hendak pergi dengan nasi yang belum diberi lauk.

"Tunggu Gus," suaraku menghentikan langkahnya.

"Kulo keluar dulu. Monggo njenengan mendet makan sahur rumiyen." Aku keluar dari pintu dapur dan menunggu sejenak sampai Gus Abdi selesai mengambil makan sahurnya.

Namun tanpa kuduga Pria berkulit putih itu datang menghampiriku dengan membawa sepiring nasi beserta lauknya lalu menyodorkannya kepadaku.

"Waktu imsak sampun mepet. Cepetan sahur mbak."

Setelah itu dia berlalu pergi. Aku sempat bengong dibuatnya. Tumben ?.

***

"Assalamu'alaikum"

Aku berdiri tepat didepan pintu kamar mbak Qonita yang terbuka. Kamarnya berada di asrama sebelah kanam asramaku.

"Wa'alaikumsalam"

Jawab serentak beberapa santri yang berada didalamnya.

"Mbak Qonita, bisa minta waktunya sebentar?"

Gadis bermata belo berhias celak itupun menghampiriku. Kami duduk didepan asrama.

"Ehm.. mbak. Saya mau tanya nggih. tadi malam ba'da magrib apa ada kang pondok yang datang ke kantor putri?".

"Ada. Kenapa?" Tanyanya heran. Sebenarnya aku sungkan untuk menanyakan hal ini takut disangka ada apa-apa.

"Siapa mbak?" Tanyaku penasaran.

"Gus Abdillah dan kang Haikal."

Aku mengulang kedua nama itu lirih. Ada sedikit debaran dalam dadaku.

Yang ada dibenakku sekarang ini kemungkinan besar akun 'Kawulo Gusti' yang selama ini chating denganku adalah kang Haikal, tidak mungkin Gus Abdillah karna sikapnya kepadaku selama kami bertemu selalu cuek, Mustahil.

"Ada apa mbak, kok sampean nanyain itu?" tanya mbak Qonita yang seketika membuyarkan lamunanku.

"Oh, nggak kenapa-kenapa kok mbk. Nggeh sampun mbak, matursuwun. Maaf mengganggu." Aku meninggalkan mbak Qonita yang raut wajahnya menunjukkan ketidaksukaan.

Sambil menunggu lonceng jam mengaji, Aku duduk sendirian diatas batu pijakan yang berada ditaman depan asramaku.

Kang Haikal adalah ustadz yang mengajar kitab khuququz zaujain, kitab yang menerangkan tentan Hak-haknya suami istri. Dan jam pertama pagi ini adalah kitab itu. Artinya Kang Haikal sebentar lagi akan datang, akan menunggu dan melihatnya dari sini.

Tak lama kemudian lonceng dibunyikan, semua santri berbondong-bondong menenteng kitab serta pulpen Hi-tech masing-masing. Indri mengajakku untuk segera musholla tapi aku menyuruhnya duluan saja.

Kulihat kang Haikal muncul dari arah timur ndalem, aku segera berdiri dan melangkah menuju musholla. Aku berharap saat ia sampai dihalaman musholla aku juga sampai disana agar jarak kami agak dekat, aku hanya ingin tau ekspresinya seperti apa saat melihatku untuk memastikan dia orangnya atau bukan.

Saat aku sampai diteras musholla, kang Haikal melihatku sekilas lalu pandangannya lurus kembali. Ia tetap berjalan menuju pintu samping utara musholla, dan kspresinya biasa saja.

Aku sedikit kecewa melihat ekspresi kang Haikal biasa-biasa saja saat melihatku. Atau mungkin karna dia malu atau gugup? Tapi dari raut wajahnya sama sekali tidak menunjukkan itu semua. Apakah mungkin bukan dia orangnya?

Lalu siapa kalau bukan dia. Gus Abdi? Ah, tidak..tidak. aku segera membuang jauh-jauh prasangka itu. Saat pertama kali kami bertemu saja sikapnya sudah tidak bersahabat, mana mungkin dia adalah laki-laki yang telah mengisi hari-hariku selama lima bulan ini. Lagi pula aku tidak mau berharap dengan seorang Gus. Aku hanya santri biasa, bukan anak Kyai.

'Kawulo Gusti' sikapnya selalu manis dan penuh perhatian. Setiap huruf yang ia rangkai dalam kalimat mampu melelehkan hatiku yang membeku.

Lima kali dalam sehari ia selalu mengingatkanku untuk sholat tepat waktu dan tadarrus walau hanya satu ayat. Aku sudah terlanjur nyaman dengannya, hati dan perasaanku sudah terpaut pada sosoknya yang religius, perhatian dan manis. Perasaanku tulus meski kami belum pernah bersua.

***

"Kang Haikal yang ada manis-manisnya itu Hil?" Indri sedikit terkejut mendengar penuturanku. Aku menceritakan semuanya pada indri.

"Air mineral kali, ada manis-manisnya" timpalku.

"Kamu yakin dia orangnya? Tapi kok dia biasa-biasa aja pas ketemu kamu." Kata indri heran.

"Mungkin dia grogi atau malu, wajar saja kita kan, belum pernah ketemu." Ujarku meyakinkan indri.

"Bisa jadi, tapi kan ada dua kemungkinan Hil, satu kemungkinannya yaitu Gus Abdillah."

"Nggak mungkin indri, kamu nggak ingat apa waktu kita ketemu Gus Abdi pertama kali." Aku sedikit ngotot kali ini, sosok Gus Abdillah sangatlah jauh dari angan-anganku tentang 'Kawulo Gusti'.

"Iya..iya aku ingat." Indri mencebikkan bibirnya.

"Tapi..." aku ragu melanjutkankan kalimatku.

"Tapi apa?" Sahut indri.

"Nggak deh, bukan apa-apa."

Aku teringat kejadian semalam, saat Gus Abdi mengambilkan makanan untukku. Sebenarnya saat itu perasaanku mendadak berubah menjadi aneh, ada sedikit desiran dalam dadaku.

"Astaghfirullah.. kenapa pikiranku malah jadi kemana-mana?" Pekikku dalam hati.

"Tanya langsung aja Hil, daripada penasaran." Ucap Indri yang membuyarkan lamunanku.

"Baiklah." Aku meraih ponselku yang sedari tadi kutaruh diatas bantal, kubuka aplikasi biru berlogo "F".

Saat aku hendak mengetuk logo messenger, tiba-tiba mataku tertuju pada halaman berandaku. Diposisi paling atas ada sebuah postingan dari seseakun yang sangat aku kenal, Kawulo Gusti.

["Sinar matamu mampu menghidupkan pelita dalam hidupku. Bolehkah aku memandangnya sekali lagi?"]

Untuk siapa ini? Mungkinkah tulisan ini untukku?. Dilihat dari kalimatnya aku menafsirkan bahwa yang dia maksud adalah pertemuan kami tadi. Pipiku mendadak terasa hangat, aku senyum-senyum sendiri.

Indri mengintip layar ponselku, spontan aku menutupinya.

"Senyum-senyum sendiri nggak ajak-ajak ih," indri merajuk, Aku terkikik.

Kusematkan tanda love pada postingannya tersebut, lalu aku beralih ke messenger.

Jempolku mulai menari diatas keybord layar ponsel.

["Ciyeee.. tumben njenengan update status. Status romantis pula, memangnya untuk siapa?"]. Terkirim.

Tidak butuh waktu lama ada balasan darinya.

["Untuk seseorang yang sudah memberi warna hidupku selama lima bulan terahir ini."] Kalimatnya diakhiri dua emoticon senyum gigi pepsodent.

Oh, Allah. Pipiku sudah tidak hangat lagi, melainkan sudah panas. Kurasa pipiku kini berubah warna menjadi merah.

"Tuh, kan. Senyum-senyum terus dari tadi. Aku dicuekin. Ya wes lah, Aku tidur siang aja. Jangan lupa Hil, tanyain !" Indri memperingatkanku sambil ia menaiki tangga ranjang kami.

"Iya..iya bawel."

Jarum jam menunjukkan pukul11.00 siang, ini memang waktunya tidur siang atau biasa disebut Qilolah. Suasana asrama sudah sepi, semua santri pasti sudah terlelap diatas bantalnya masing-masing. Apalagi ini bulan puasa, rasa lemas bercampur lapar dan haus pasti akan terasa nikmat bila digunakan untuk tidur siang.

Biarlah mereka semua tidur, aku masih ingin bercengkrama dengan lelaki misterius diujung sana.

["Kang, kulo mau tanya sesuatu."]

["Tanya apa dek?"]

Entah, setiap kali aku membaca kata 'dek' dadaku terasa berdesir.

["Tadi kulo sudah tanya ke mbak Qonita tentang siapa yang semalam datang ke kantor putri"]. kutekan tombol kirim.

["Oh, ya? Berarti sampean sudah tau, sinten kulo."]

Baiklah aku akan langsung to the point, sesuai saran indri.

To be Continued 💚

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!