Gus Tampan yang cuek

"Ah, mungkin hanya mirip, ada banyak kucing punya bulu yang sama." Pikirku.

Suara merdu tarhim terdengar dari toa masjid yang dilantunkan oleh kang pondok, pertanda waktu berbuka puasa akan segera tiba. Aku bergegas ke kamar untuk mengembalikan Al-qur'an yang tadi kugunakan untuk sema'an yang dipimpin Gus Abdillah barusan, lalu aku segera pergi ke dapur ndalem untuk mengambil menu buka puasaku sambil kubawa piring bersih yang tadi malam kugunakan untuk sahur.

Sesampainya didapur aku mengucapkan salam meski tak ada orang didalam. Aku meletakkan piring bersih yang kubawa tadi ke rak piring yang letaknya disamping tempat cuci piring. Dimeja makan menu buka puasa untukku sudah dipersiapkan seperti biasanya beserta dengan satu gelas besar es semangka. Sungguh baik sekali Ibu Nyai Maryam.

Saat aku hendak mengangkat piring dan gelas, aku mendengar suara langkah kaki. Tatapanku tertuju pada gawang pintu tanpa daun pintu yang menghubungkan antara ruang dapur dan ruang tv, disana sudah ada Gus Abdi yang berdiri tapi sejurus kemudian dia membalikkan badannya dan melenggang pergi. Entah mengapa aku merasa dia seperti menghindar dariku, atau mungkin dia memang orang yang pemalu, entahlah.

***

15 menit lagi waktu isya' tiba. Akan tetapi mulutku dari tadi tak berhenti menguap. Mungkin karena kekenyangan, sambal terasi dan ayam panggang beserta lalapan buatan Ibu Nyai Maryam membuatku tak menyisakan nasi dipiring sedikitpun, begitu juga dengan es semangkanya kuhabiskan sampai tandas. Entah apa yang merasukiku hingga aku khilaf makan banyak hari ini.

Segera kuambil air wudlu agar cepat hilang rasa kantukku, lalu aku bersiap pergi ke musholla dengan memakai mukena serta membawa mushaf meski adzan isya' belum berkumandang. Daripada aku tertidur dikamar dan tertinggal sholat tarawih, lebih baik aku tadarus di musholla.

Setelah selesai sholat tarawih aku dan mbak-mbak lainnya kembali lagi ke kamar dan bersiap-siap untuk pengajian ngesahi (memberi makna kitab gundul) kitab kuning jam pertama.

Dengan masih memakai mukena, ku check ponselku terlebih dahulu, kubuka aplikasi facebook dan muncullah notifikasi satu pesan messenger.

Sebuah pesan dari akun Kawulo Gusti sekitar satu jam yang lalu.

"Rajinnya calon bidadari surga, belum isya' sudah berangkat ke musholla."

Aku tersenyum tersipu malu. Dia memang pandai membuat hatiku berbunga-bunga.

Kuketik pesan balasan untuknya.

"Mboten kok, tadi itu ngantuk banget daripada ketiduran mending buruan ke musholla mawon."

Eh, sebentar. Kok dia bisa tau? Apa tadi dia masuk ke pondok putri?.

Sebelum dia mengirim balasan, segera kuketik pesan lagi.

"Kok njenengan bisa tau? Jangan-jangan tadi njenengan menyelinap masuk ke pondok putri terus ngintip ya? hayoo ngaku, nanti tak laporin ke pengurus loh." Kukirim pesanku.

3 menit kemudian baru ada balasan. Belum juga kubuka pesanku, indri bersuara.

"Hil, buruan siap-siap. Masih pakek mukena aja dari tadi. Itu hapenya ditaruh dulu, bilang sama yayangnya sambung nanti lagi setelah ngaji." Ujar indri sambil menusukkan jarum pentul ke jilbabnya.

"Yayang opo to ndri, wong cuma temen biasa kok." Jawabku sambil menahan malu.

"Halah.. temen biasa kok tiap hari chatingan sampek malem-malem." Kata indri dengan nada mengejek.

"Kamu itu aneh, suka sama orang yang belum jelas orangnya kayak gimana, namanya aja kamu ngga tau". Imbuhnya lagi.

"Dia nggak mau ngaku sebelum kami ketemu ndri,"

Kujawab dengan nada sedikit kecewa.

"Kalau gitu ajak ketemu dong Hil, wes nggak jaman cewek nunggu cowok. Kesuwen. Katamu dia juga ada dipondok sini juga. Ini kesempatan Hil," jelas indri. Aku memang sangat terbuka dengan indri, aku membagi segalanya dengannya.

"Nggak ah, isin." Aku meletakkan kembali ponselku, kubuka pesannya nanti saja. Kuambil jilbabku didalam lemari dan bersiap-siap untuk mengaji. Indri menungguku sambil terus mengoceh tentang kang Kawulo Gusti, seseorang yang memang belum kukenal secara langsung di dunia maya. Aku hanya menanggapi indri dengan hamm hemm hamm hemm saja.

2 jam berlalu, kegiatan malam ini pun berakhir. Sebenarnya selama jam kegiatan tadi berlangsung aku lebih banyak tidur ketimbang "ngesahi" karena mataku tak kuasa menahan kantuk oleh sebab kekenyangan waktu bukafl puasa tadi, lebih tepatnya nbg ketiduran. Dan anehnya setelah jam kegiatan berakhir mataku menjadi segar kembali, rasa kantukku hilang seketika. Memang begitulah kebiasaan buruk santri saat mengaji. Haha..

Setibanya dikamar, aku lebih dulu bercengkrama dengan teman-teman satu kamarku sambil makan cemilan dan sisa takjil buka puasa tadi. Kami bercanda ria seperti satu keluarga.

Walaupun masih beberapa hari disini, aku dan indri mudah berbaur dengan santri disini karena banyak yang seumuran dengan kami. Ada juga beberapa santri yang usianya dibawah kami yang masih duduk dibangku Aliyah dan tsanawiyah.

Didekat pesantren ini memang ada sebuah Yayasan pendidikan yang terdiri dari madrasah Aliyah, Tsanawiyah dan ibtidaiyah. Namun Yayasan tersebut bukanllah milik pesantren Al-Kautsar ini. Sebagian santri yang masih duduk di bangku pendidikan bersekolah di Yayasan tersebut karna jaraknya pun juga sangat dekat.

Tetiba aku teringat akan pesan messenger yang belum kubuka tadi. Kunyalakan ponselku dan kuaktifkan data seluler. Aku mulai membaca pesannya,

"Jangan su'udzon dulu Dek Hilya yang manis, tadi kulo ada keperluan di kantor putri, kebetulan lihat sampean jalan didepan musholla."

Oh.. aku membulatkan mulutku. Pantas saja aku tadi melihat mbak Qonita dan mbak Rana berjalan menuju kantor, mereka berdua merupakan pengurus santri putri.

"Hem.. ngoten. Njenengan nopo salah satu pengurus putra kang?" Kutekan tombol kirim.

"Nggeh," jawabnya singkat.

"Wah, baru dua bulan disini sudah diangkat jadi pengurus?"

semenit belum juga ada balasan, padahal statusnya masih online. Apa mungkin dia ketiduran? Kulihat jam dipojokan layar ponselku sudah menunjukkan pukul 23.15. Aku melanjutkan obrolanku dengan teman-temanku.

Lalu tak lama kemudian,

Tiing...!!!

Sebuah notifikasi pesan masuk dari akun Kawulo Gusti.

"Hehe.. disini kekurangan tenaga kepengurusan dek, sedangkan santri-santri lainnya kebanyakan masih duduk dibangku sekolah, yang dewasa cuma dikit. Jadi nggak ada pilihan lain lagi."

Aku membaca sambil manggut-manggut. Mungkin dia memang berkata jujur.

"Ayok gek podo mapan, wes jam setengah 12. Biar nggak telat bangun sahurnya nanti." Kami menoleh ke arah suara, nampak mbak Jihan tengah berdiri ditengah pintu. Ia adalah ketua Asrama yang aku tempati.

"Nggeh". Kamipun menjawab serempak dan segera membereskan sisa-sisa cemilan dan barang-barang yang berserakan lalu pergi ke tempat tidur masing-masing.

Malam telah larut, tapi mataku masih enggan diajak tidur, mungkin karena aku sudah nyicil tidur waktu ngaji tadi. Akupun masih asyik berchating ria dengan akun Kawulo Gusti. Chating dengannya seringkali membuat aku lupa waktu.

Hingga waktu menunjukkan pukul 2 dini hari, sudah tak ada balasan darinya lagi tanpa pamit dan statusnya masih online. Mungkin dia ketiduran.

Terpopuler

Comments

Alfachsan

Alfachsan

ya Alloh.. ingat jaman saat mondok.. hanya mengagumi dalam diam.. semangat othorrrr
karyamu sungguh luar biasa mungkin yg pernah mondok juga membaca novel ini juga pasti sengeng bngt dengan karyamu thorrrr
cemunguttt 45💪💪💪

2021-07-13

0

Uvie El Feyza

Uvie El Feyza

bagus thor critanya,, inget dlu wktu nyantri,,,

2021-05-07

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!