Aku tau pernikahan ini merupakan beban untuk mu dan untuk ku. Sikapmu yang dingin pada ku, aku bisa memahami semua itu. Aku hanya ingin status penikahan ini untuk mendapatkan izin ayah, sementara kau hanya ingin menyenangkan hati ibumu. Karena itu, hubungan kita hanya sebatas saling memanfaatkan satu sama lain.
(Riri)
***
Keesokan harinya saat di bandara, Pak Abdul, Ibu Yani dan adiknya Angga mengantar kepergian mereka.
Tangis yang sengaja di tahan ayahnya bisa di rasakan oleh Riri. Melepas Putri kecilnya begitu saja terasa berat bagi sang ayah.
Riri memeluk ayahnya dengan erat berusaha untuk menenangkannya. "Ayah terima kasih, karena sudah memberikan kesempatan pada Riri."
Pak Abdul membalas pelukan Putrinya. "Ayah tau kau itu keras kepala sama seperti ibumu. Baik-baik di sana, dengarkan apa kata Angga," bisiknya.
Riri menganggukkan kepalanya, setelah itu ia juga memeluk ibu Yani dan mengucapkan kata-kata perpisahan.
"Ma, Riri izin pamit."
"Ri, hati-hati di Jakarta. Kamu bisa minta tolong pada Angga, jika perlu sesuatu. Kalau ada apa-apa segera hubungi Mama ya, jangan pernah sungkan sama Mama."
"Iya Ma, makasih sudah menerima Riri sebagai anak Mama."
Pak Abdul menghampiri Angga yang sedang diam terpaku melihat kedekatan antara Riri dan ibunya. Keputusan yang sudah ia buat untuk menikah dengan Riri, tidak bisa ia sangkal kalau hatinya merasa tenang melihat kebahagiaan yang terbersit dari wajah sang ibu.
Sebuah pelukan hangat menyadarkannya dari lamunan. "Nak… tolong jaga Riri di sana ya," bisik pak Abdul. Tepukan pelan mendarat di punggungnya, rasa tanggung jawab yang besar tiba-tiba terasa begitu berat di kedua pundaknya.
"Baik Yah," jawabnya pelan.
***
Sesampainya mereka di Jakarta Angga membawa Riri ke rumah milik keluarganya. Selama 2 tahun terakhir Angga tinggal seorang diri di rumah itu.
Rumah itu cukup besar, terdapat dua buah kamar di dalamnya dan lokasinya juga tidak terlalu jauh dari kampus mereka.
Sepanjang perjalanan tidak banyak yang bisa mereka bicarakan, bahkan sekedar basa-basi juga tidak. Hanya perasaan canggung yang mereka berdua rasakan.
Sikap Angga masih dingin, tapi meskipun begitu ia masih tetap mau membantu untuk membawakan beberapa tas milik Riri dengan alasan permintaan ayahnya.
Sesampainya mereka dirumah itu, Angga langsung bersikap tegas padanya. "Kamu tidur di kamar tamu, aku tidak ingin sekamar denganmu!"
Sontak ia kaget, mendengar kalimat pertama yang keluar dari mulut pria itu. "Emang siapa juga yang mau sekamar dengan mu!" cetus Riri, "Kita urus kehidupan kita masing-masing. Tidak boleh sedikitpun ikut campur masalah pribadi!" sambungnya.
Angga tidak menjawab sepatah katapun, ia segera berjalan masuk ke dalam kamar meninggalkannya seorang diri. Sementara Riri bersusah payah membawa semua barang bawaannya seorang diri ke dalam kamar.
Riri membereskan semua pakaiannya dan membersihkan seisi ruangan itu. Setelah cukup kelelahan dengan suasana yang begitu hening membuatnya merasa mengantuk. Perlahan ia pun memejamkan matanya, tertidur pulas di kamar barunya yang masih terasa asing.
Kamar yang cukup luas untuk seorang diri, sudah di lengkapi dengan berbagai perabotan seperti lemari, tempat tidur, meja belajar dan lain sebagainya.
Tanpa ia ketahui, hal itu sengaja di atur dan siapkan oleh ibu Yani untuknya.
Semua hal baru yang tidak pernah ia bayangkan selama hidupnya, terjadi dalam waktu singkat. Menikah dengan pria yang tidak ia kenal, hanya karena untuk memenuhi ambisinya semata.
Ambisi yang sudah ia dambakan sejak masih kecil, matanya berbinar ketika melihat ibunya yang begitu bersemangat dan ceria, saat menekuni pekerjaannya sebagai guru, namun itu semua hanya tinggal kenangan bagi dirinya.
Kenangan itu berbekas di dalam hatinya, hingga meninggal kan rasa rindu setengah mati. Rindu yang begitu menyiksa hati, jiwa dan raga, tanpa ada obat yang bisa mengobatinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments