Hari demi hari berlalu, pernikahan mereka sudah semakin dekat. Ibu Yani mampir beberapa kali ke rumah mereka, untuk mendiskusikan persiapan pernikahannya.
Pagi hari, sehari menjelang hari pernikahan antara Riri dan Angga, semua di persiapkan secara mendadak. Atas permintaan Riri penikahan mereka di lakukan di rumahnya, hanya mengundang keluarga inti, dan tetangga dekat selain saksi dan penghulu.
Semenjak penentuan tanggal pernikahan mereka, Riri dan Angga tidak pernah bertemu sekalipun. Bukan karena adat ataupun larangan, tapi karna mereka merasa canggung satu sama lain.
Di dalam hati Riri sempat terbesit. "Apa keputusan ku sudah tepat, untuk mengorbankan status singgle ku, demi ambisiku kuliah di kampus itu. Jangan sampai ada teman-teman yang tau, alasan ku yang sebenarnya. Aku tidak ingin semakin di hina orang lain, hanya karena masalah ini."
Keraguan di hati dan rasa takut pada hinaan orang lain, sirna ketika ia mengingat kembali akan kenangan bersama ibunya, saat ia masih kecil. Kenangan yang begitu indah, membuatnya hati merasa tenang.
Hari yang di tunggu-tunggu akhirnya datang. Orang-orang sudah berkumpul di rumah Riri, tidak sampai 20 orang yang ada di dalam ruangan itu.
Riri keluar dari kamarnya dengan mengenakan baju pengantin berwarna putih, di padukan dengan riasan di wajah, serta kepalanya. Sementara Angga mengenakan setelan jas berwarna hitam dan kemeja putih, duduk di dekat penghulu dan para tamu.
Angga yang sekilas melihat penampilan Riri sedikit terkejut dengan kecantikannya, tidak memakai kacamata dan ikatan rambut kuncir dua seperti biasa. Riri duduk bersama tamu wanita yang sengaja di buat terpisah dengan tirai putih sebagai pembatas.
Sebelum ijab Kabul, Riri sempat gelisah sesaat dengan keputusannya. "Ini kesempatan ku yang terakhir untuk berhenti, sebenarnya aku tidak ingin menikah. Aku takut untuk menikah, ta-tapi aku lebih takut, jika tidak bisa meraih cita-cita ku menjadi dosen seperti ibu. Aku pasti akan melanjutkan cita-cita ibu." Riri mulai membulatkan tekad dan pikirannya.
Acara pun di mulai dan Angga sedang memegang tangan penghulu, bersiap melantunkan ijab kabul. "Saya terima nikah dan kawinnya Rismaharini bin Abdul Malik, dengan seperangkat alat sholat dibayar tunai."
"Sah?" tanya penghulu sambil melihat ke sekelilingnya.
"Sah," jawab para tamu dan saksi.
Dengan ini resmi sudah status Riri dan Angga sebagai sepasang suami istri secara hukum.
Di malam hari setelah pernikahan, Riri dengan sigap melemparkan bantal ke sisi bawah di samping tempat tidur. Ia takut jika Angga melakukan sesuatu padanya.
Anggapun masuk ke dalam kamar, melihat Riri mendominasi tempat tidur dan membuang satu bantal ke sisi bawah, dia pun langsung mengerti maksud dan tujuan Riri.
Tapi siapa sangka ternyata Angga adalah pria yang bermuka dua. Dia segera mengambil bantal yang ada di bawah dan sengaja membuka bajunya untuk menakut-nakuti Riri.
"A-apa yang sedang kau lakukan?" tanya Riri.
"Emangnya apalagi, ya mau tidur lah," jawabnya sambil naik ke tempat tidur.
Riri terperanjat kaget hingga terjatuh ke lantai. "Aaw," saut nya sambil meringis. Angga yang melihat Riri terjatuh, tersenyum sinis padanya lalu segera tidur.
Riri kesal pada senyuman sinisnya, namun ia memilih mengalah dan mengambil bantalnya untuk tidur di lantai. Tubuhnya tidak terbiasa tidur di lantai yang hanya beralaskan sebuah karpet kecil.
Terbaring di atas lantai yang keras. "Firasat ku benar tentang pria ini. Di depan orang lain terlihat baik dan patuh, tapi di belakang orang lain sengaja membuatku marah untuk segera mengakhiri ini. Jangan harap semudah itu, karena aku sudah membulatkan tekat ku, aku tidak akan menyerah semudah itu," pikir Riri dalam hatinya.
Pagi hari seperti biasa, Riri bangun dan menyiapkan serapan untuk dia dan ayahnya. Angga pun datang ikut bergabung bersama mereka. "Selamat pagi Paman," sapanya.
"Eh kita ini sudah jadi keluarga, jangan panggil Paman lagi, panggil aja aayah," ucapnya dengan menekankan suara pada kata ayah.
"Iya pam, eh iya Yah," saut Angga.
"Serapannya kok cuma dua, Riri kamu lupa ya kalau sudah menikah. Sebagai istri buatkan juga serapan untuk suami mu," kata ayahnya.
"Oh iya Riri lupa, bentar ya Mas…" saut Riri dengan manis yang sebenarnya sedang kesal karena kejadian kemarin malam.
"Hehe maklum ya, namanya juga masih baru. Kalau nanti kalian tinggal berdua, kamu harus bisa membimbing Riri."
"Ba-baik Yah," jawab Angga sedikit canggung.
"Yah hari ini Riri mau nyiapin pakaian dan perlengkapan. Minggu depan setiap mahasiswa baru, wajib datang ke kampus, jadi besok kami berencana langsung pergi ke Jakarta."
Sebenarnya Mereka belum membicarakan tentang keberangkatannya, itu semua hanya akal-akalan Riri agar Angga tidak bisa mengelak untuk segera pergi.
"Terserah kalian aja, tapi kamu harus ingat jika ada apa-apa segera kabari ayah."
"Sip yah," jawab Riri.
"Dan Angga, tolong jaga baik-baik Putri semata wayang ayah ini," ucapnya dengan tegas.
"Baik yah, Angga janji akan menjaga Riri."
Pak Abdul tersenyum bangga, mendengar jawaban yang memuaskan hatinya. "Ayah percaya padamu."
Jangan pernah berjanji pada orang lain, jika tidak bisa menepati, hal itu nantinya hanya akan membawa dampak buruk dan berbalik menyakiti diri sendiri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments
Sari
sudah sah 😄
2021-02-06
0
Aku
si cewek di suruh tidur di bawah...
2021-02-01
1