Suara lift terbuka, sekretaris Via dan Naina sudah sampai di lantai tertinggi gedung ini.
Sekretaris Via hanya berdiri di depan pintu tanpa mengetuknya dan langsung saja pintu terbuka dengan sendirinya.
Orang yang berada di dalam ruangan hanya melihat dari monitor dan langsung memencet remote untuk membuka pintu.
"Wow, canggih sekali," ujar Naina pelan.
Sekretaris Via yang diikuti Naina segera masuk ke dalam ruangan.
"Permisi, Tuan muda. Maaf jika mengganggu Anda," ujar Sekretaris Via.
"Tidak apa-apa, kamu bisa kembali ke ruanganmu," ujar Dennis kepada sekretaris Via tanpa melihat wajah Naina yang berdiri tepat di belakang Sekretaris Via.Dennis kembali fokus pada laptop di hadapannya.
Via segera keluar setelah mengantar Naina, sementara Naina masih diam terpaku melihat ruangan yang begitu mewah yang sedang ia masuki.
*i*ni ruangan Direktur atau sebuah istana kecil? gumamnya.
"Hei, apa tujuanmu ke sini untuk melamun?" suara seorang lelaki yang berdiri di samping kursi Dennis, mengagetkannya.
"Ma-maaf." Naina segera melangkah mendekati Dennis yang hanya fokus dengan laptop di hadapannya. Sementara di samping Dennis berdiri seorang lelaki yang sedang memegang beberapa berkas, sepertinya itu sekretaris peribadinya. Tapakan kaki Naina pelan melangkah mendekati dua orang lelaki yang berperawakan tampan tapi terlihat sangat serius, mungkin seperti itu wajah-wajah orang hebat. Pikirnya.
Naina sudah sampai di depan meja kerja Dennis.
"Sebelumnya saya mengucapkan terima kasih karena Tuan muda sudah mengizinkan saya menemui Tuan muda secara langsung," ujar Naina yang sama sekali belum ditatap oleh Dennis.
"Anda satu-satunya orang yang berani berteriak kepadaku dari balik telefon," balas Dennis begitu dingin dan masih fokus kepada laptop di hadapannya tanpa melirik Naina.
Naina tersenyum kikuk mendengar ucapan lelaki tampan di hadapannya.
"Maaf, Tuan muda. Saya sangat takut kehilangan pekerjaan saya." Naina kembali memberi alasan asal.
Sejak aku tiba di gedung ini, hidupku hanya penuh dengan kebohongan. Maafkan diriku ya Allah, batin gadis ini.
"Permisi, Tuan muda. Ini buket bunga untuk Anda." Naina meletakkan bunga ke atas meja kerja Dennis.
"Sekretaris Ben." Suara Dennis memanggil lelaki yang berdiri di sampingnya.
oh, jadi ini orang yang bernama Sekretaris Ben.
Naina mengingat nama itu dari ucapan sekretaris Via tadi.
Langsung saja lelaki yang sejak tadi terlihat dingin itu mengambil bunga yang di bawa Naina. Ia melirik sejenak nama sang pengirim di secarik kertas yang terletak di atas buket indah itu kemudian tersenyum kecut dan langsung saja ia membuang bunga itu ke tempat sampah kering di sampingnya. Betapa terkejutnya Naina melihat buket bunga itu sudah berada di tempat sampah.
Bahkan dia belum mengambil foto Dennis yang harus memegang bunga sesuai permintaan costumernya.
Kalau begini caranya, aku tidak akan mendapatkan tipku, gumamnya lagi.
Dengan sigap ia berfikir, apa yang harus dia lakukan. Dia Naina, dia tidak akan pernah kalah.
"Tuan, kenapa anda membuang bunganya?" tanyanya kepada Sekretaris Ben.
Naina melangkah cepat menuju tempat sampah dengan wajah yang sangat menyedihkan, sepertinya acting andalannya akan ia lancarkan kembali.
Dia berjongkok dengan kedua lutut menyangga ke lantai seraya mengambil bunga di tempat sampah.
"Bungaku ...." Memeluk buket bunga itu ke dalam dekapannya dengan suara berharap penuh iba.
"Malang sekali nasibmu sayang," sambungnya lagi.
Sekretaris Ben dan Dennis saling menatap.
"Hei, apa yang kamu lakukan? berdiri dari sana!" tegas Sekretaris Ben.
Naina berdiri dari tempatnya dengan buket bunga yang masih ia peluk.
Dennis melihat jelas wajah Naina yang sejak tadi tidak ia lirik sedikitpun. Wanita cantik tapi berprofesi sebagai pengantar bunga, pikirnya.
"Anda benar-benar keterlaluan, Tuan. Apa anda tahu harga bunga ini?" bentaknya kepada sekretaris Ben.
Dennis dan sekretaris Ben kembali saling menatap, untuk pertama kalinya ada orang yang berani membentak sekretaris Ben.
"Bahkan gajiku 5 bulan tidak akan mampu membeli bunga ini," sambungnya lagi dengan wajah dan suara yang sangat menyedihkan.
"Apa kamu sudah selesai dengan dramamu?Silahkan keluar dari ruangan ini, sekarang! dan bawa bunga malangmu itu!" sekretaris Ben menunjuk ke arah pintu
"Sungguh Anda lelaki yang sangat kejam, apa Anda tidak berfikir bagaimana perjuangan saya bisa sampai ke sini? dengan begitu sulit hingga saya bisa menemui tuan muda dan seenaknya saja Anda mengusir saya." Naina dengan suara sedikit lantang kemudian kembali dengan suara tangis buatannya.
"Apa Anda tahu, jika bunga ini tidak sampai ke tangan Tuan muda maka saya akan kehilangan pekerjaan saya." Naina kembali melancarkan aksinya yang berharap iba dari Dennis dan lelaki yang sejak tadi berdebat dengannya.
Sekretaris Ben melangkah mendekatinya kemudian menarik keras tangan Naina.
"Ayo, keluar dari sini!" Sekretaris Ben tidak mempan dengan wajah sedih Naina.
Naina mencoba menarik keras tangannya yang di genggam oleh Sekretaris Ben.
"Hei, Tuan. Berani sekali Anda menggenggam tangan saya," bentak Naina lagi.
Sekretaris Ben berbalik dengan tatapan tajam. Naina dengan sigap melepaskan tangannya.
Dennis hanya diam melihat tingkah dua orang yang ada di hadapannya.
"Anda itu seorang lelaki dan saya seorang wanita, kita bukan muhrim. Saya seorang muslim, Anda tidak punya hak untuk menyentuhku," tegas Naina.
Lagi-lagi Sekretaris Ben dan Dennis saling menatap.
"Tidak usah mengajariku, saya juga seorang muslim. Saya terpaksa melakukan itu agar kamu segera keluar dari sini," balas Sekretaris Ben
"Dasar naif," memukul lengan Sekretaris Ben dengan ID Card yang ia pegang.
"Bilang saja kalau Anda mencari kesempatan untuk menggenggamku," sambungnya lagi.
Dennis dan Sekretaris Ben kembali saling menatap. Ada senyum yang tertahan di bibir Sang Direktur. Bagaimana tidak, untuk pertama kalinya ada orang yang berani memukul lengan sekretarisnya seperti itu bahkan berbicara seenaknya.
"Saya tidak habis pikir bagaimana toko bunga se-terkenal itu mempekerjakan wanita seperti ini." Sekretaris Ben berkacak pinggang dengan birbicara tanpa menatap Naina.
"Sudahlah, saya tidak punya urusan dengan Anda," ketus Naina dan kembali ke meja Dennis.
"Tuan muda ... saya mohon kepada Anda, tolong terima bunga ini. Kasihanilah diriku, Tuan muda." Suara Naina penuh harap
Dennis tidak mengucap satu katapun.
Sekretaris Ben segera menghampiri Naina.
"Apa kamu harus saya seret untuk ...." Sekretaris Ben belum selesai berbicara tapi Naina memotongnya.
"Hussttt ...." Naina menempelkan jari telunjuknya ke bibirnya, mengisyaratkan sekretaris Ben untuk diam.
Sekretaris Ben tidak peduli dengan perintah Naina yang menyuruhnya diam.
"Keluar dari ...." Lagi-lagi Sekretaris Ben belum selesai berbicara tapi Naina memotongnya.
"Husstt ... hussttt ...." Naina kembali menempelkan telunjuknya pada bibirnya seraya fokus mendengarkan sesuatu.
Dennis menutup mulut, tidak bisa lagi menahan tawa melihat perlakuan Naina terhadap sekretarisnya itu. Dennis melihat wajah Ben seperti menahan murka.
Ayat suara adzan pertama sudah selesai dikumandangkan pada mesjid yang terletak tepat berdampingan dengan gedung ini. Suara adzan yang begitu lantang dan nyaring karena mesjidnya masih satu halaman dengan gedung Atmajaya Group.
"Anda benar-benar keterlaluan, Anda mengaku seorang muslim tapi tidak tahu menghormati suara Adzan. Apa Anda tidak mendengar suara Adzan sedang berkumandang? bahkan Anda masih berteriak-teriak," ujar Naina kepada sekretaris Ben. Ternyata itu alasan Naina menyuruh sekretaris Ben diam sejenak.
Lagi-lagi sekretaris Ben dan Dennis saling menatap. Dennis kemudian memperhatikan Naina dari ujung kepala hingga kaki. Dari penampilannya dengan rambut panjang yang hanya di kuncir dan rok di bawah lutut sedikit, siapa sangka kalau wanita ini sangat menghormati suara adzan.
Apa aku harus mengagumimu?.
Dennis
TETAP TINGGALKAN JEJAK YAH❤️
like,koment,vote dll😍
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 102 Episodes
Comments
Oka Luthfia
dasar maemun
2021-03-16
0
Verena Indri
suka yg gesrek gesrek ngakak
2021-03-16
2
Sri Astuti
syukaaa
2021-03-13
0