Hari semakin sore, di mana seorang gadis yang tengah berjalan gontai seakan tak punya semangat untuk pulang kerumahnya.
Praaang...
"Haaaah," Gadis itu menarik nafas panjang. saat mendengar suara pecahan beling dari arah dalam rumahnya, Ia pun dengan malas masuk ke dalam rumah.
Ceklek...
"Aku sudah bilang kan, kalau aku mau cerai!!" ucap seorang wanita yang tengah bertengkar dengan seorang pria.
"Dan aku tidak akan pernah menceraikanmu!!" bentak pria itu.
"Kau selalu menahanku... Tapi kau selalu begitu terhadap istri dan anakmu!! Kenapa...? Kenapa kau berlaku seperti ini kepada keluarga mu," tanya wanita itu dengan isakan.
"Karena aku masih membutuhkan mu!!,"
"Membutuhkanku...? dengan cara kau berselingkuh dengan wanita gatal itu," sarkas wanita itu sambil memukul-mukul dada pria di hadapannya.
Gadis yang baru saja masuk ke dalam rumahnya, harus menyaksikan perdebatan antara kedua orang tuanya yang selalu bertengkar. Gadis itu hanya memasang wajah datarnya seakan tak terkejut akan hal itu, gadis itu seperti sudah biasa melihat kejadian tersebut. Tak ingin berlama-lama di ruangan itu, ia pun berniat segera menuju ke dalam kamar, namun... langkah kakinya terhenti saat namanya terpanggil.
"Dewi...! Kenapa kau tidak mengucapkan salam ketika masuk rumah? kau mau menjadi anak tidak tau diri yang tidak punya sopan santun...?" ucap laki-laki yang sedang berdiri di ruang tamu itu dengan menatap tajam ke arah gadis yang bernama Dewi.
"Apakah aku harus berlaku sopan, kepada orang yang sudah menyakiti ibuku...?" ucap Dewi tanpa melihat ke arah pria setengah baya yang mengatakannya anak kurang sopan.
"Dasar anak kurang ajar!! Tidak tau diri!! seperti itu kah kau menghormati ayahmu...?" bentak sang ayah.
"Aku seperti ini... JUGA KARENA KAU YANG MENGAJARINYA," bentak Dewi tak kalah nyaring. Dirinya sudah menahan semua amarah kesalnya terhadap sang ayah. Sejak dulu ia selalu berusaha untuk menahan semua kebencian yang ia tujukan kepada sang ayah karena tidak ingin ibunya semakin tersiksa.
Pria yang di sebut ayahnya itu segera menghampiri Dewi dan...
Pyaaarrr...
"ALAN...!"
Sebuah tamparan keras mendarat di pipi sang anak, "Sudah ayah katakan!! Jangan kurang ajar kepada ayah," ucap sang ayah saat ia telah berhasil melemparkan sebuah tamparan kepada Dewi anaknya. Sang ayah justru tak merasa menyesal akan perbuatannya.
"Nak... kau tidak apa-apa kan?" ucap sang mama khawatir, saat melihat suaminya sudah menyakiti buah hatinya. Namun diabaikan oleh sang anak.
Dewi yang sudah menerima sebuah tamparan keras dari ayahnya, hanya menyunggingkan senyuman getir, dengan mata berkaca-kaca, "Kenapa...? Kenapa tidak kau bunuh saja aku!!" ucap Dewi.
"Anak tidak tau malu... Kau bahkan tidak mengucapkan kata ayah, kepada ayah yang sudah memberikanmu makan hingga sebesar ini," ujar ayah.
"Aku tidak sudi memanggilmu dengan sebutan ayah, karena kau bukan ayahku!!" ketus Dewi menatap pria di hadapannya.
"Kau...!" geram Alan, ayah Dewi yang sudah mulai mengangkat kembali tangannya.
"Alan cukup!! Kau sudah keterlaluan! Ingat dia masih anakmu!!" ucap Lina sang ibu untuk menghentikan Alan yang ingin kembali menampar pipi anaknya.
"Haaaiiiis!! Kalian berdua sama saja... Bikin kepalaku pecah lama-lama," geram Alan. Ia pun keluar dari rumah itu dengan menggebrak pintu dengan keras.
"Nak... kau tidak apa-apa kan...? Apa pipimu terluka?" tanya Lina. menyentuh pipi anaknya yang sudah memerah.
"Aku tidak apa-apa...," ucap Dewi dingin, ia pun melepaskan tangan sang ibu dan segera pergi dari hadapannya menuju kamar. Ia hanya tidak ingin jika ibunya semakin sedih jika ia menunjukkan sisi lemahnya.
Dewi pun menidurkan tubuhnya pada kasur yang menurutnya mampu membuat gadis itu melepaskan rasa lelahnya. Dewi menatap atap kamarnya yang di penuhi dengan stiker bintang-bintang, yang sengaja ia tempelkan pada bagian atas tempat tidurnya supaya ia dapat melihatnya dengan jelas, dan juga agar bisa menghiburnya lewat diam. Dewi menitikkan air matanya yang sudah mengalir dengan sendirinya, air matanya seakan-akan menyuruhnya untuk segera pergi dari dunia kejam ini.
***
"Hai guys... Kita berjumpa kembali," ucap Whidie yang sudah merangkul kedua sahabatnya.
"Apaan sih... Lebay deh lo ah," seru Menik melepaskan rangkulan Whidie.
"Ih, kok gitu sih...? Kalian gak kangen ya sama aku," ujar Whidie sambil menampilkan wajah sedih yang di buat-buat.
Menik hanya melihat wajah Whidie dengan tatapan jengah, melihat sahabatnya itu terlalu alay, "Dew...??"
"Dewi...??" ucap Menik namun tidak ada respon dari sang nama. Ia pun menoleh ke arah Whidie yang hanya mengangkat bahunya.
"Udah... Sini biar aku aja...!!" ucap Whidie. Ia pun menarik baju Menik agar gadis itu berganti posisi ke sebelahnya.
Whidie menarik nafas dan...
"DEWIIIIIIII...!!" teriak Whidie tepat di telinga gadis itu. Dewi pun yang terkejut dengan teriakan MAHARANI yang memekakkan telinga nya, akhirnya tersadar dari lamunannya.
Dewi yang kaget pun tanpa sengaja memukul kepala Whidie dengan kerasnya.
Yang kena pukulan pun hanya memejamkan matanya seakan menahan amarah. Sedangkan Menik...?? Gadis itu malah tertawa terpingkal-pingkal.
"Apaan sih...? Gak lucu tau gak," ucap Dewi sembari meninggalkan kedua sahabatnya yang tengah menatapnya heran.
"Dia Kenapa...??" tanya Whidie.
"Entahlah...," jawab Menik.
"Kayanya... Dia kebelet nyeker deh," Lagi lagi Whidie mendapatkan jitakan dari Menik, "Cara bicara mu tuh bener-bener yah, pengen deh ku santet mulut mu agar jadi kambing berbulu," ucap Menik, ia pun pergi meninggalkan Whidie yang masih mengusap kepalanya sakit.
"Aku salah lagi ya," ucapnya pada dirinya sendiri. ia pun segera mengejar Menik yang sudah mulai menjauh.
Di sisi lain...
Dewi sedang menduduki dirinya di halaman belakang sekolah. Ia tidak tau kenapa dirinya tiba-tiba marah tidak jelas kepada teman-temannya, sedangkan teman-temannya tidak ada hubungannya dengan masalah yang ia alami. Dewi menundukkan kepalanya, "Kenapa harus aku... Kenapa?" ucap Dewi lirih. Ia masih mengingat kejadian kemarin sore, di mana sang ayah menamparnya di tepat di depan sang ibu.
"Dewi...?"
Dewi mendongakkan kepalanya melihat ke arah orang yang memanggilnya.
"Cera...," ucap Dewi.
"Kamu sedang apa disini? Yang lain pada kemana?" tanya Cera, yang melihat Dewi hanya seorang diri di belakang sekolah tanpa teman-temannya.
"Mereka ada di kelas... Aku ke sini cuma pengen aja, kamu sendiri sedang apa disini?" ucap Dewi.
"Oh, aku tadi sedang mengantar makanan untuk kak Tony, karena aku melihatmu disini... Jadi aku kemari," jawab Cera.
Dewi mengangguk, "Kau sudah lama ya berpacaran sama kak Tony?" tanya Dewi.
Cera menyipitkan matanya berpikir, "Emm... Aku berpacaran dengannya sejak aku baru masuk SMP," kata Cera.
"Apa yang membuatmu menyukainya...? Bukankah kak Tony orangnya dingin...," tanya Dewi kembali.
"Tidak ada... Aku menyukainya karena dia menyukaiku juga..., Mungkin dia memang terlihat dingin tapi percayalah dia orangnya hangat," begitulah tanggapan Cera pada pertanyaan yang Dewi berikan, "Kenapa dew...?" imbuhnya lagi.
Dewi buru-buru menggelengkan kepalanya cepat, "Tidak ada... Aku hanya sedikit penasaran, hehe...," ujar Dewi yang sudah menundukkan kepalanya.
Cera yang sedikit peka tau bahwa Dewi lagi ada masalah. Cera pun menduduki dirinya di samping Dewi, "Mau cerita...?" tawarnya.
Dewi yang melihat Cera hanya tersenyum, dan menggelengkan kepalanya.
"Aku mungkin tidak tau apa yang sedang kamu alami... Tapi aku tau kalau kamu saat ini lagi sedang tidak baik-baik saja," ucap Cera. Entah kedatangan setan apa Cera tiba-tiba mengatakan hal tersebut, dan ia juga sangat yakin bahwa teman di sampingnya itu emang sedang ada masalah, "Berceritalah Dewi... Jangan pernah kau pendam sendiri karena itu tidak baik, itu juga akan menghambat jalan pikiranmu. Jika kau tidak mempercayaiku, setidaknya percayalah kepada teman-teman mu, mereka akan siap mendengarkan apapun yang kamu ingin katakan. Dan setidaknya dengan kamu membagikannya kepada teman-teman mu, kau menjadi sedikit lebih baik setelahnya... Curahkan saja dew," imbuh Cera panjang lebar.
Dewi diam seribu bahasa, mungkin apa yang Cera katakan ada benarnya... Namun gadis itu enggan untuk memberitahu akan perihal masalah yang sedang menimpa dirinya, ia hanya tidak ingin kalau teman-temannya akan mengkhawatirkan keadaannya. Itu sama saja ia menunjukkan titik lemahnya kepada Menik, Whidie dan juga Cera. Ia sungguh tak ingin hal itu terjadi, meskipun ia memang membutuhkan sebuah dukungan teman-temannya. Tapi ia tetap berusaha untuk menyimpannya seorang diri.
"Aku gak apa-apa Cera... Sungguh...! Makasih ya sudah mengingatkan," ucap Dewi seraya tersenyum.
Cera hanya menggeleng menatap lawan bicaranya yang sangat ahli dalam menutup rapat masalahnya. Cera mengenal Dewi sudah dari kecil karena dulunya mereka juga merupakan teman dekat, namun karena Cera berpindah sekolah di saat SMP... Hubungan nya dengan Dewi jadi jauh dan juga lose kontak. Sehingga pada akhirnya ia bertemu kembali dengan Dewi di sekolah SMA yang sama, tapi hubungan antara keduanya tidak seperti dulu lagi. Karena Dewi sudah menemukan seorang sahabat yang selalu bersamanya. Setidaknya teman masa kecilnya itu tidak sendiri, mengingatkan dulu Dewi sangat terpukul akan kepergiannya tanpa kabar.
Itulah mengapa Cera sangat tau jika Dewi memiliki masalah, karena gadis yang bernama Dewi Tyasari itu akan berdiam diri di tempat yang sunyi jika ia sedang memikirkan sesuatu.
'Aku harap kau selalu bahagia Dewi...," batin Cera.
Bersambung...
Jangan lupa tinggalkan like, komen dan rate kalian ya... Agar aku bisa lebih semangat lagi dalam buat cerita ini, Terimakasih. 😍💗💗
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments
Xshisy
ditunggu feedback nya kak🤩🤩
2021-03-13
0
💎"Bs"Najwa"FNT🐱
lanjutkan...
2021-01-31
1
TK
aku gk ada 🙈🙈🙈
2021-01-27
2