Author POV
Setelah Fotografer mengambil foto berdua Adhitama dan Ayudia, mereka kembali bergandengan tangan menuju keluarga yang menunggu mereka foto bersama. Adhitama memandangi semua keluarga sambil melempar senyum, namun mendadak senyumnya memudar manakala ia melihat seorang wanita yang pernah mengisi hari-harinya ada di deretan para keluarga. Ia tidak pernah mendengar kabar Adinda pulang ke Indonesia dan tak menyangka akan hadir pada acara keluarga itu.
Adhitama melepaskan genggamannya pada Ayudia dan melangkah menuju Adinda untuk menegurnya. Namun ia melihat pandangan kurang senang tersirat dari wajah Adinda.
Belum sempat Adhitama menegur Adinda, Ayudia lebih dahulu menyapa sepupunya itu,
"Adinda, kapan datang?"
Adinda mengabaikan sapaan sepupunya, ia malah menghunuskan tatapan tajam penuh kebencian pada Adhitama.
"Dinda!" hanya itu kata yang terucap dari bibir Adhitama karena Adinda melangkah pergi meninggalkan mereka beserta semua keluarga yang sudah siap untuk berfoto.
Seluruh keluarga yang hadir disitu menyaksikan bagaimana Adinda meninggalkan Adhitama dan Ayudia. Beberapa tangan saling mencolek, beberapa mulut saling berbisik-bisik. Adhitama berusaha tetap tenang, untuk menunjukkan bahwa ia tak terpengaruh dengan sikap Adinda. Namun tidak bagi Ayudia yang berhati lembut, ia merasa sedih dengan sikap sepupunya itu. Matanya berkaca-kaca. Adhitama segera merangkulnya dan membisikkan sesuatu agar Ayudia tidak menangis.
Acara foto bersama kembali dilanjutkan setelah terjadi insiden kecil bertemunya Adhitama dan Adinda. Ibu Adinda harus menahan emosi melihat sikap anaknya yang tidak menghargai orang yang lebih tua dengan pergi begitu saja tanpa permisi.
********
Adinda keluar ke balkon kamar untuk menghilangkan sumpeknya setelah melihat pasangan itu tadi. Ia memandangi air terjun buatan untuk menghilangkan Adhitama dan Ayudia dari otaknya. Namun semakin ia mencoba melupakan, wajah Adhitama yang memandanginya tadi semakin terpampang dengan jelas pada air yang jatuh dari atas itu.
Ia lalu memandang ke bawah ke arah kolam renang dan menyadari seorang laki-laki memperhatikannya dari bawah, ya dia Adhitama. Sejenak mereka saling memandang, saling berbicara dengan batin masing-masing dan hanya mereka yang tahu arti pandangan itu.
Adinda lalu membuang mukanya kembali ke arah air terjun namun sekali-kali mencuri pandang dengan ekor matanya, pria itu masih berdiri sendiri di tempatnya, merokok, dan pandangannya selalu mengarah ke dirinya.
Adinda bertanya-tanya dalam hati mengapa Adhitama selalu memandanginya, apa masih ada rasa yang tersisa? atau ia hanya kasihan pada Adinda?. Yang jelas Adinda bukan type wanita yang ingin dikasihani, yang Adinda inginkan adalah Adhitama dan Ayudia mendapat karma atas rasa sakit yang ia rasakan.
Adinda masuk kembali ke dalam kamar setelah mendengar suara memanggil namanya, Ibunya. Ibunya pasti akan marah karena sikapnya tadi.
"Adinda, kamu sudah dewasa, berpendidikan, tapi sikapmu kok seperti anak kecil? hanya melihat Adit dan Ayu saja kamu meninggalkan keluarga yang akan foto bersama, apa kamu nggak malu menjadi bahan gunjingan? Apa kamu tidak bisa bersikap wajar?" tegur Ibunya.
"Nggak bisa Bu, Dinda kan sudah bilang, Dinda nggak mau ikut ke tempat ini. Ibu maksa sih."
"Kak, emang benar yang ibu katakan, Kakak harus tampil elegan dan anggun, seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Masa sih Kakak kalah sama Mbak Ayu, Mbak Ayu nggak ada apa-apanya dibanding Kakak. Kalaupun Mas Adit memilih Mbak Ayu, itu karena Mbak Ayu perempuan yang lembut dan penurut, bukan seperti Kakak yang keras hati." Nayla adikku ikut-ikutan menasehatiku.
Memang benar apa yang dikatakan Nayla, secara visual Ayudia tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan Adinda. Adinda menyadari itu. Dulu Adhitama selalu memujinya, Adinda memiliki hampir sebahagian besar keindahan wanita. Kulit yang cerah dan mulus, tubuh yang ramping dan berlekuk indah, otak yang cerdas. Namun ternyata apa yang ia miliki bukan jaminan untuk membuat kekasihnya setia.
Adhitama lebih memilih perempuan yang lebih dewasa, penurut dan lembut. Ia tak terlalu memperhatikan kecantikan dan tingkat intelegensinya. Adhitama bahkan bisa membuat Ayudia berhenti bekerja di sebuah bank swasta, demi menyiapkan Ayudia menjadi ibu yang baik untuk anak-anak mereka nanti. Hal yang tak bisa ia lakukan pada Adinda yang memiliki keinginan untuk memiliki pendidikan yang tinggi dan pekerjaan yang bergensi.
Adinda akhirnya sepakat dengan apa yang dikatakan adiknya. Ia harus tampil elegan dan anggun, sehingga tak tampak kekalahan dari wajahnya.
Ia akan menghadiri acara barbeque malam ini.
Adinda mengamati wajahnya di cermin, tanpa make up pun sebenarnya ia cantik, namun ia tetap memakaikan riasan minimalis pada wajahnya.
Ia menggunakan dress sabrina panjang berwarna peach yang mengekspos bahu indahnya. Rambut ia ikat ke atas dengan gaya cepol semakin menunjukkan lehernya yang jenjang.
Dengan percaya diri Adinda turun ke lantai bawah menggunakan lift, dan menuju kolam renang tempat barbeque party itu dilaksanakan. Begitu Adinda muncul, hampir semua pasang mata tertuju ke arahnya. Bukan hanya karena kecantikannya namun karena penampilannya yang sangat modis dan berbeda dari yang lain. Hampir semua yang hadir menggunakan pakaian hangat, namun Adinda malah menggunakan pakaian yang terbuka pada bahunya. Ia tak peduli dinginnya malam, toh ia sudah biasa yang lebih dingin di Australia.
"Duh, Adinda semakin cantik saja," puji Ibu Ayudia pada Adinda.
"Siapa dulu dong Neneknya." Nenek Gayatri percaya kecantikan cucunya diturunkan dari dirinya.
Bibir Adinda tak berhenti melengkungkan senyum sambil matanya mencari-cari dimana Adhitama dan Ayudia berada. Ia akhirnya melihat kedua sosok itu.
Pada acara BBQ itu, mereka terbagi ke dalam tiga kelompok berdasarkan umur, paling tua, yang sudah berkeluarga dan yang muda dan belum menikah.
Adinda bergabung di kelompok usia muda, di sana ada Adhitama dan Ayudia. Adhitama nampak ikut memanggang daging juga.
Mata Adhitama tak berhenti melihat ke arah Adinda dan Adinda tahu itu. Apalagi ketika Ivander adiknya Adhitama sendiri mendekati Adinda, raut muka kurang senang nampak pada wajah Adhitama.
Ivander, pria 28 tahun, 4 tahun lebih tua dari Adinda. Dalam jajaran keluarga besar Kakek Sofyan Amin dan Nenek Gayatri, pemuda inilah yang paling tampan tapi merupakan pria cassanova yang sering berganti pasangan. Lebih tampan dari kakaknya sendiri Adhitama. Namun bagi Adinda aura dan pesona Adhitama sangat kuat, sehingga pria apapun yang datang padanya rasanya hambar seperti air putih yang tak berasa.
"Aku nggak habis pikir Mas Adit meninggalkan bidadari yang turun dari kayangan, aku jadi meragukan tingkat kewarasannya," ucap Ivander yang disambut tawa terbahak-bahak dari Adinda.
Ivander pria yang humoris itu bisa menghibur kegalauan hatinya, sehingga ia bisa penuh tawa meskipun hatinya terluka. Tidak mudah menyaksikan Adhitama yang sedang memanggang daging didampingi Ayudia di sampingnya.
Tiba-tiba saja Adhitama sudah berada di depan Adinda dan Ivander. Ia membawa sepiring daging yang sudah ia panggang, meletakkan pada meja di dekat Adinda dan berbicara pada Adinda.
"Apa tidak sebaiknya kamu menggunakan pakaian yang layak? udara disini terlalu dingin sementara pakaianmu terlalu terbuka," tegur Adhitama pada Adinda tanpa senyum.
Tidak menyangka kalimat itu yang akan keluar dari mulut Adhitama, Adinda pun membalas, "Mas Adit nggak perlu khawatir, Adinda sudah terbiasa dengan musim dingin di Australia."
Adhitama hanya menghela nafasnya lalu meninggalkan Adinda yang menatapnya dengan mata menyala mengobarkan api perang padanya.
"Apa salahnya bertanya kabar ketika baru bertemu, malah mengomentari pakaian yang aku gunakan," pekik batin Adinda.
Ivander berusaha meredakan kekesalan Adinda pada Adhitama, ia membuka sweater lalu menggunakan sweater itu untuk menutup bahu Adinda. Ivander lalu menghapus bulir air mata Adinda yang jatuh dipipinya.
"Nggak usah menangis Dind, kamu tahu sendirikan bagaimana Mas Adit, berasa paling tua dari para sepupunya jadi negurnya seperti orang tua ke anaknya," hibur Ivander.
Adhitama bukan yang paling tua diantara sepupu-sepupunya. Namun ia pria yang berpikiran matang dan sangat dewasa dari usianya. Mungkin karena ia yatim piatu sejak kecil dan merupakan anak sulung, sehingga ia terbiasa melindungi adik-adiknya. Adhitama juga merupakan pria yang perhatian dan sering membantu keluarganya yang lain.
Sejak kecil Adhitama dan adik-adiknya langsung diasuh oleh Kakek Sofyan Amin.
"Van, kita jalan-jalan yuk di taman hotel. Dinda jadi bete berada disini."
"Kamu nggak makan dl BBQ nya?"
"Nggak, aku nggak mau makan hasil dari Mas Adit dan Mbak Ayu," tolak Adinda.
Mereka berdua lalu berjalan-jalan di taman hotel.
Mata Adhitama mengikuti kemana Adinda dan Ivander pergi sampai ia tidak terlihat lagi dibalik pohon-pohon.
Penerangan di taman hotel itu dibuat remang-remang. Atmosfer hotel terkesan agak ghotic karena banyaknya patung-patung yang terpajang di sana. Siapapun yang berjalan sendiri pada malam hari di taman akan merasakan sedikit horor. Jalan yang mereka lalui agak menanjak karena hotel itu dibuat di sebuah cekungan tanah.
"Kok hotel ini rada-rada serem ya." Adinda bergidik.
Belum sempat Ivander menjawab, handphonenya berbunyi. Ia lalu mengangkatnya, Ivander berbicara sesaat kemudian mematikan handphonenya.
"Mas Adit, ia meminta kita kembali ke kolam renang. Disini terlalu gelap katanya," seru Ivander.
"Emang kalau gelap kenapa, memang Mas Adit pikir kita mau ngapa-ngapain? Udah kalau kamu mau balik, balik saja. Aku tetap jalan-jalan di sini."
"Tidak mungkin aku meninggalkan kamu. Yuk lanjut," kata Ivander melanjutkan langkahnya.
Sebenarnya Ivan agak ragu mengikuti Adinda karena Kakaknya Adhitama menyuruh ia membawa Adinda kembali ke kolam renang. Senakal-nakalnya Ivan, ia sangat hormat pada kakaknya yang menjadi pelindung bagi adik-adiknya sejak kedua orang tua mereka tewas dalam sebuah kecelakaan. Namun ia kenal gadis di sampingnya yang sangat keras kepala. Ivan pun jadi bimbang karena tidak mungkin meninggalkan wanita sendirian berjalan di tempat gelap.
Berbeda dengan Ivan, Adinda tampak senang mendapat perhatian dari Adhitama. Ia mulai menyadari, dari tadi Adhitama memperhatikannya. Mulai saat Adhitama memandanginya dari kolam renang ke atas balkon, menegur pakaiannya, ya dulu Adhitama melarang Adinda mengenakan pakaian terbuka. Dan sekarang saat berjalan di tempat gelap bersama Ivan.
Ide untuk memantik emosi Adhitama muncul di kepala Adinda. Setidak-tidaknya merupakan salah satu cara membalas rasa sakit yang ia rasakan.
Entah darimana datangnya, Adhitama sudah berada di depan menghalangi langkah mereka berdua.
"Kalian kembalilah ke kolam renang, tidak baik berduaan, disini terlalu gelap," tegur Adhitama dengan kalemnya.
"Balik yuk dind," ajak Ivander pada Adinda.
"Nggak, pulang aja kamu sendiri. Nggak ada yang boleh menghalangi keinginanku," sahut Adinda dengan ketus. Tentu saja kalimat itu ia tujukan pada Adhitama. Ia lalu melanjutkan melangkah sambil menghindari Adhitama, namun tangannya lebih dulu dicegat oleh Adhitama. Sangat keras sehingga membuat Adinda meringis. Adhitama memberi kode kepada Ivander untuk meninggalkan mereka dan dituruti oleh Ivander.
Ya, Adinda sudah menyiapkan dirinya untuk berperang dengan Adhitama yang tidak melepaskan tangannya pada tangan Adinda.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 142 Episodes
Comments
Mrs.Kristinasena
org yg pertama kali mengambil kegadisan Nadya..emang ga bisa dilupain begtu saja..apalagi dah ambil,eh malah nikahnya ama org lain.sodara pula..pantesan aja kan,Dinda kaya gtu
2022-11-26
1
Aziz Ibra
melimpir kemari.
ayo adinda..
q akan meraton baca untuk tentang kamu
2022-05-17
0
anggit
kayaknya adit juga blm move on
2022-03-24
0