Satu minggi berlalu sejak Darren tau kenyataan yang ada, Darren tidak pernah lagi mau bicara. Dia menutup diri dari keluarga dan dunia luar, bahkan Darren tidak mau melanjutkan terapi untuk kesembuhan kakinya. Rasa bersalah yang begitu dalam membuat jatuh ke lubang paling dalam,rasa trauma mendalam membuatnya takut untuk melihat dunia.
pagi ini Daffa masuk ke dalam kamar saudara kembarnya itu. hanya Daffa_lah yang slama ini menemani Darren, menjadi teman bicara selama Darren mengurung diri setelah kepulangannya dari rumah sakit.
Daffa menatap saudaranya itu sambil menghela nafas. ia duduk di kursi tepat di depan Darren.
"Apa kau masih ingin terus menutup diri dari semua orang Darren. Aku tau bagaimana perasaanmu, tapi semua orang juga sama kehilangan. Tidak ada dari kami yang menyalahkanmu atas kejadian yang menimpa Oma dan Oppa, semua itu adalah kehendak Tuhan. Aku mohon kembalilah seperti Darren yang dulu, lihatlah airmata Mommy saat melihat putra kesayangannya begitu terpuruk."
Daffa menghela nafasnya lagi saat ucapannya yang panjang lebar sama sekali tidak di respon oleh Darren. Daffa meletakan jus yang dia bawa di atas nakas tempat tidur Darren lalu keluar meninggalkan Darren sendiri.
Selepas kepergian Daffa, Darren masih tetap diam, menatap lurus ke depan. Menikmati sinar mentari yang semakin redup seiring berjalannya waktu, sama seperti kehidupannya saat ini. Beberapa kali terdengar helaan nafas dari mulut Darren, bahunya mulai naik turun, memandakan jika Darren mulai menangis lagi. Biarkanlah orang berkata jika saat ini dirinya lemah, tapi memang itu yang terjadi. Darren yang dulu sudah mati, yang ada sekarang hanya seorang pria cacat yang lemah tanpa tujuan hidup.
_____
Sinar mentari tenggelam di ufuk barat, Darren mulai menggerakan kursi rodanya dengan tangan, masuk ke dalam kamarnya setelah hampir satu jam berada di balkon kamarnya. Satu minggu ini Darren mulai membiasakan diri dengan kursi roda yang akan selalu menemani harinya. Dia tidak ingin menyusahkan orang lain karna keadaannya saat ini, karna Darren ingin mandiri.
Took tok tok...!
"Darren...Mommy boleh masuk." Suara Rania menusuk di telinga Darren, dia kembali mengingat ucapan Daffa tadi yang mengatakan jika Mommy_nya selalu menangis atas penolakan yang dirinya berikan.
Darren menguatkan hatinya, dia tau jika Mommy_nya sangat menyayanginya, dan Darren tidak boleh terus egois. Memberi kesempatan pada dirinya tidaklah mudah, tapi Darren sadar jika dia tidak mungkin menghukum orang tuanya karna kesalahannya sendiri.
"Darren." panggil Rania lagi.
"Masuk Mom." ucap Darren akhirnya.
Rania yang berada di depan pintu putranya begitu bahagia saat kembali mendengar suara Darren. Perlahan Rania membuka pintu kamar Darren, dilihatnya putranya itu sedang duduk di atas kursi rodanya dengan handuk terletak di pundaknya, Rania berfikir jika Darren akan pergi mandi.
Rania duduk di tepi ranjang king size milik Darren, wajah Rania terlihat berbinar saat melihat putranya kini mau bertemu dengan dirinya.
"Mom, ada yang ingin Darren minta dari Mommy." ucap Darren saat sudah berada dekat dengan Rania.
Rania menatap lekat wajah putranya yang terlihat lebih kurus, manik mata hitam milik Darren masih menyiratkan kesedihan yang mendalam.
"Apapun yang kau minta akan Mommy berikan nak. Apapun jika itu membuatmu bahagia dan melupakan semuanya." Rania tersenyum, membelai lembut wajah putranya itu.
"Darren tidak ingin tinggal disini lagi Mom, Darren ingin pergi dari sini. Bisakah Mommy bicara pada kakek Danu agar mengijinkan Darren tinggal di Villanya yang ada di puncak. Darren mohon."
Rania sangat terkejut mendengar permintaan putranya itu, hatinya seperti di remas ribuan tangan saat putranya itu tidak mau lagi tinggal bersama keluarganya. Mata Rania berkaca-kaca, dia tidak mungkin sanggup jika harus jauh dari putranya itu, apalagi dengan kondisi Darren saat ini.
"Tapi kenapa Darr? apa kamu sudah tidak ingin bersama Mommy dan Daddy lagi??"
"Bukan Mom...bukan begitu. Maafkan Darren, Darren hanya ingin melupakan semua kenangan buruk itu Mom. Rumah ini selalu mengingatkan Darren pada Oma dan Oppa. Setidaknya jika Darren pergi, Darren bisa melupakan mimpi buruk itu."
Rania menghela nafas berat, menghapus sisa airmatanya dengan tangan lalu Senyum di wajahnya dia tunjukan pada putranya itu." Baiklah, jika itu bisa membuatmu kembali seperti dulu, maka Mommy akan bicarakan ini dengan Daddy mu."
Rania menepuk pundak putranya itu sambil tersenyum lembut. "Tapi kamu juga harus berjanji, jika kami boleh mengunjungimu sesekali disana." Rania memeluk putranya itu dengan erat. Hati seorang ibu tidak akan pernah sanggup melepas kepergian putranya hidup sendiri dalam kondisi seperti ini. Tapi Rania berharap dengan keputusannya itu bisa membuat Darren kembali seperti dulu.
"Tentu saja Mom, terimaksih."
"Maafkan aku Mom, aku harus pergi dari sini, karna aku tidak ingin membuat Mommy selalu menangis. Karna putramu yang dulu tidak akan pernah kembali lagi.". batin Darren.
____
Dua hari kemudian, semua keluarga sudah setuju dengan keinginan Darren yang ingin tinggal di Villa milik Danu. Danu pun mengijinkannya dengan senang hati. Hari ini Rania , Fandra dan juga Daffa bersiap untuk mengantar Darren ke Villa Danu yang terletak di puncak. Semua keperluan Darren pun sudah di siapkan oleh Rania, tidak ada satupun barang yang Rania lewatkan.
"Darren, kau sudah siap?" Daffa masuk ke dalam kamar Darren. Saudara kembarnya itu sedang duduk menatap jendela, wajahnya begitu tenang. Tidak ada guratan kesedihan yang di tunjukannya takala akan meninggalkan rumah yang penuh dengan kenangan masa kecilnya.
Darren memutar kursi rodanya, memperlihatkan wajahnya yang begitu tampan sempurna." Aku sudah siap." jawab Darren cepat
Daffa membantu Darren keluar dari kamarnya, mendorong kursi roda milik Darren menuju halaman depan. Semua sudah bersiap untuk mengantar Darren pergi ke villa Danu.
Mobil yang di kendarai Daffa melaju keluar dari halaman rumah mereka. Darren menatap rumah yang begitu banyak kenangan dari balik kaca mobil. Beberapa kali Darren terdengan menghela nafasnya yang terdengar begitu berat. Darren memejamkan matanya, menyandarkan punggungnya di sandaran kursi saat mobil yang Daffa kendarai keluar dari komplek perumahan tempat tinggalnya.
Perjalanan yang mereka tempuh cukup jauh, Darren bahkan sudah terlihat lelah. Dia tertidur saat baru setengah perjalanan, Daffa pun di ganti oleh Fandra karna putranya itu juga sudah lelah.
Tiga jam perjalanan, akhirnya mereka sampai di tempat tujuan. Daffa membantu menurunkan kursi roda Darren, dan menurunkan barang lainnya. Keluarga Fandra di sambut oleh Bik Minah, penjaga setia villa milik Danu itu yang sekarang sudah terlihat sangat tua.
"Selamat datang den Fandra, nona Rania." ucap Bik Minah memyambut kedatangan kelaurga Fandra
"Bik, kamar untuk Darren sudah siap kan?" tanya Rania cepat
"Sudah Non, kamarnya ada di sebelah sana." Bik Minah menunjuk ke arah utara.
"Terimaksih Bik, tolong bantu bawain barang Darren ya bik." Bik Minah mengangguk lalu membantu membawa barang milik Darren. Sementara Rania dan Fandra membawa Darren ke kamar yang akan putranya itu tinggali selama disini.
Hari ini Rania, Fandra dan Daffa memutuskan untuk menginap, karna mereka cukup lelah, tentunya juga karna belum yakin meninggalkan Darren sendiri. Rasa khawatir mereka cukup wajar, mengingat kondisi Darren saat ini. Tapi untungnya villa milik Danu ini cukup aman, karna banyak penjaga di villa yang di tugaskan Danu selama Darren tinggal disini.
.
Halo semua teman setia Darren dan Daffa. mohon maaf atas ketidaknyamanannya, Author baru kembali lagi bersama kalian karena beberpa alasan yang tidak bisa Author ceritakan.
Untuk Kelanjutan ceritanya mungkin masih slow update karna Author sudah sedikit lupa alur ceritanya. jadi kemungkinan akan ada yang di rubah untuk alurnya nanti.
mohon dukungan kalian semua🙏🙏
.
😊Masih slow ya, ceritanya emang adem ayem🙏
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments
Sky Queen
jejak❤
2021-01-18
0