Sakti mengikuti Ayra masuk ke dalam rumah. Sejak keluar dari bioskop tadi, tawa keduanya tak kunjung reda. Mereka merasa geli saat orang-orang menganggap jika mereka berdua adalah sepasang kekasih.
“Kayaknya lagi happy banget nih?” seru Ayah tiba-tiba dari ruang tv, mengejutkan kedua adik kakak itu. Yang baru saja memasuki rumah. Tawa mereka terdengar dari mulai mereka menginjakkan kaki di depan pintu utama.
Mereka berkehenti tertawa. Ayra memilih duduk di samping sang Bunda dan Ayah. Sementara Sakti sendiri, duduk di sofa singgle, setelah mengambil pisang goreng di atas meja dan memakannya.
“Yah, Bun. Masa tadi di bioskop, ada orang mengira kita kalau kita itu pacaran!” Ayra mulai bercerita dengan antusias. Sesekali Ayra tertawa di tengah ceritanya.
“Oh ya?” tanya Ayah dengan nada bicara ikut antusias pula. Ayah bahkan sampai menegakkan duduknya, ia menoleh pada Sakti yang malah terlihat acuh.
Ayra mengangguk dua kali. Sementara Sakti, kini ia masih terkekeh sambil mengunyah pisang gorengnya.
“Kok bisa begitu?” kali ini Bunda yang bertanya. Tapi nada suaranya berbeda dengan Ayah. Bunda tidak terlihat senang seperti Ayah.
“Hanya karena tadi Abang, meluk Ayra pas lagi nangis di bioskop. Soalnya filmnya sedih sih!” jawab Ayra kembali. Kali ini nada bicaranya berubah sendu.
“Kamu aja yang cengeng,” sahut Sakti, ia melempar pisang goreng di tangannya pada Ayra.
“Dih nggak ya, enak aja. Orang beneran kok filmnya menguras air mata. Abang aja yang nggak punya hati, makanya nggak ikut nangis.” Ayra tak mau kalah, ia malah memojokan sang kakak kembali dan pisang goreng itu kembali melayang pada Sakti.
Mereka malah asik saling melempar, tanpa menyadari perubahan sikap Bundanya, setelah mendengar cerita Ayra barusan. Ntah kenapa Bunda tiba-tiba menjadi diam, wajahnya berubah sendu.
Sementara Ayah. Ia hanya geleng-geleng kepala, melihat kelakuan kedua anaknya yang masih saja seperti anak kecil.
“Sudah-sudah! Ini kok malah lempar-lemparan sih? Masuk kamar gih, mandi! Habis itu kita makan malam!” Perintah Ayah, menghentikan kekacauan yang dibuat Sakti dan Ayra.
Ayra mengangguk, "siap, Yah!" ia beranjak dari kursinya di ikuti Sakti.
Tapi sebelum kakinya melangkah, Ayra masih sempat memeletkan lidahnya pada Sakti. Membuat laki-laki tampan itu melotot dan segera mengejar Ayra yang sudah berlari menuju tangga.
“Awas ya kamu!” teriak Sakti. Ia segera bangkit dan bersiap mengejar Ayra.
Mereka berdua berlari, meninggalkan kedua orang tuanya. Ayra berlari menghindari Sakti, sedangkan Sakti berlari ingin mendapatkan Ayra. Mereka berdua tak ubahnya bocah lima tahun.
“Abaaaaang!!!” Terdengar teriakan Ayra dari lantai atas, saat Sakti berhasil mendapatkannya.
Sementara di lantai bawah. Sepeninggal kedua anaknya, Bunda masih saja diam bergeming dengan tatapan kosong. Ayah yang mulai menyadari perubahan sikap Bunda pun segera bertanya.
“Bunda kenapa?” Ayah mengusap punggung tangan istrinya.
Bunda menoleh dengan tatapan cemas. Ia menggeleng pelan, sebagai jawaban. Perlahan Ayah menarik Bunda kedalam pelukannya. Ia menyandarkan kepala istrinya di dada bidangnya.
“Bunda tidak usah khawatir, semua akan baik-baik saja.” Seakan mengerti isi hati Bunda. Ayah beucap kembali, berusaha menenangkan kegundahan sang istri. Sepertinya ia faham kenapa istrinya itu tiba-tiba murung. Tapi Ayah tidak ingin mengekuarkan uneg-unegnya, ia takut akan membuat Bunda semakin khawatir.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Pasti salah satu dari mereka tuh anak adopsi..
2024-01-27
0
Ana Hardi
bunda khawatir krna salah satu mungkin anak angkat bunda dan ayah ...🤔🤔🤔
2022-01-09
0
🖤리카𝘌𝘓𝘍98🖤
Jangan" diantara Sakti dan Ayra ada yg bukan anak kandungnya Bunda Ayahnya🤔🤔🤔makanya Bunda sikapnya berubah tadi
2021-05-17
1