Rasa sayang. Sakti

“Loh, loh. Ini mau kemana? Sudah pada rapi begini?” tanya Bunda. Saat melihat dua anaknya turun dari tangga dengan pakaian yang sudah rapi.

“Ayra diajakin Abang nonton, Bun.” jawab Ayra penuh semangat.

“Bener, Bang?” selidik Bunda pada anak sulungnya.

“ya, Bun. Hari ini Abang akan traktir Ayra, untuk merayakan kelulusannya.” Sakti membenarkan jawaban Ayra.

“Ya sudah, jangan pulang kemaleman ya?”

“Iya, Bunda!” sahut keduanya.

Setelah berpamitan pada Bunda. Sakti dan Ayra pun berangkat, menuju sebuah pusat perbelanjaan terbesar di kota ini.

Sepanjang perjalanan. Ayra yang dasarnya aktif tak pernah berhenti mengoceh, menceritakan apa yang ia lihat dan yang ia alami selama di sekolah. Ia juga menceritakan beberapa orang temannya yang sudah punya pacar. Hanya dirinya yang sampai saat ini belum pernah merasakan berpacaran, karena Sakti selalu melarangnya.

Pernah ada seorang pemuda menyatakan cinta pada Ayra dan saat itu kebetulan Sakti datang menjemput Ayra ke sekolah. Tanpa fikir panjang lagi, Sakti menghajar pemuda tersebut. Setelah kejadian itu, tak ada satu pun pemuda yang berani mendekati Ayra. Mereka hanya bisa memandangi penuh damba wajah cantik Ayra dari jauh.

Bagi Sakti, Ayra adalah segalanya. Ia tak ingin satu orang pun menyakiti adiknya. Sebagai kakak tentu saja ia menginginkan kehidupan yang sempurna untuk adik satu-satunya itu.

“Bahkan nih ya, Bang, Mila sudah biasa pulang bareng pacarnya. Kata orang tuanya sih, nggak apa-apa pacaran, yang penting tidak melampaui batas.” Ayra menutup ceritanya. Ia melirik Sakti yang tengah fokus menyetir sambil menjadi pendengar yang baik.

Ayra memang lebih terbuka sama Sakti, ketimbang pada kedua orang tuanya. Jika sama Sakti, ia bebas menceritakan apa saja. Tanpa perlu takut Sakti akan marah padanya, jika ia melakukan kesalahan.

Ayra menghembuskan napas pelan, ah dasar Abangnya ini memang kurang peka. Padahal ia sudah bercerita panjang lebar tentang teman-temannya yang berpacaran tapi dengan tujuan saling memotivasi dalam hal kebaikan. Ia juga berharap agar Sakti mau mengijinkannya berpacaran seperti yang lain. Ia 'kan sudah lulus SMA masa masih saja tidak boleh.

“Menurut Abang, bagaimana jika..”

“Tidak boleh!”

“Ih Abang, 'kan Ay belum selesai ngomong.” Ayra bersedekap dada dengan bibir mengerucut.

“Abang tahu, kamu mau minta ijin buat pacaran.” Sakti kembali melirik adiknya “Emang bener kamu sudah siap pacaran?” lanjutnya.

Mata Ayra berbinar mendengar pertanyaan Sakti. Ia merubah duduknya, menyamping. Lebih ke menghadap pada Abangnya. Kepalanya mengangguk 2 kali.

“Boleh kok. Abang ijinin kamu pacaran, asal..” ucapan Sakti menggantung, membuat Ayra semakin penasaran.

"Asal apa, Bang?” ia mencondongkan wajahnya lebih dekat.

“Asal kamu siap nikah sekarang?”

“Nggak mau lah, orang Ay mau kuliah dulu. Baru nanti setelah lulus kuliah, nikah deh. Abang gitu gak seru ah. Ya kali Bang, orang nikah dikata pacaran.” Ayra kembali ketempat duduk semula dengan wajah kesal. Sementara Sakti terkekeh karena berhasil mengerjai adiknya.

“Loh emang kenapa kalau pacaran setelah menikah, bukannya lebih enak ya? Dinda hauw sama Rey mbayang aja gak pacaran tapi langsung nikah. Abis itu baru mereka pacaran.” jelas Sakti, ia seakan belum puas menggoda Ayra.

“Ya kali, Ay harus ngikutin mereka, Bang. Mereka kan artis.” Sahut Ayra.

“Artis juga manusia, Ay. Sama aja seperti kita.”

“Ih Abaaaaangg, tahu ah Ayra kesel sama Abang.”

Kini bukan hanya kekehan yang keluar dari bibir Sakti, melainkan tawa puas. Ia puas sangat puas telah membuat Ayra kesal sendiri dengan keinginannya.

Terpopuler

Comments

Sus Siti

Sus Siti

9

2021-02-06

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!