Siang itu disebuah kampus ternama dikota S terlihat sekumpulan mahasiswa jurusan fakultas Kesehatan Masyarakat sedang mengantri didepan sebuah mobil bus, mereka menunggu namanya disebut satu persatu oleh dosen pembimbing, namanya yang sudah disebut akan masuk kedalam mobil, mereka akan menuju ke sebuah desa terpencil dikota S untuk melakukan Kuliah Kerja Nyata.
"Tari Zemira Salsabila," terlihat seorang gadis cantik berwajah bening dengan raut muka yang kalem berjalan memasuki mobil saat namanya menjadi penutup yang disebut oleh dosen tersebut. Matanya mengitari seluruh isi mobil setelah berada didalamnya karena semua kursi penumpang sudah ditempati, termasuk kursi disamping sahabatnya, hanya tersisa satu kursi disamping seorang pria tampan yang terkenal sangat dingin dikelasnya.
"Tar, lu gak papa yah duduk bareng Galen?, abisnya ini si nenek sihir udah duduk duluan disini" kata Nara sahabat Tari, pria setengah wanita yang disebut nenek sihir oleh Nara terlihat menjulurkan lidah kearahnya.
"Enak aja, gua cantik begini dikatain nenek sihir" sahutnya. Tari hanya menghela nafas dalam-dalam, ia sudah biasa mendengar perdebatan kedua sahabatnya itu, Nara yang cantik, dan Edwin yang gemulai yang selalu minta dipanggil Chery.
"Tampan kali Cher" balas Nara yang disambut gelak tawa seisi mobil. Sementara Tari tidak terlalu memperhatikan, ia malah mendekati pria yang duduk sendiri tersebut.
"Hi Galen, boleh aku duduk disini?" tanya Tari yang hanya diiyakan dengan anggukan Galen, mereka memang satu kelas tapi Galen jarang sekali masuk karena ia juga mengambil jurusan bisnis, sepertinya keluarganya cukup berpengaruh dikampus karena ia bisa bebas seperti itu diperkuliahan.
Sepanjang perjalanan hanya diisi dengan canda tawa oleh mereka, kecuali Galen yang hanya diam membisu ditempatnya, ia tidak mendengar apa yang diperbincangkan oleh teman-temannya karena ia memakai headset, ia bukannya memilih-milih teman cuma memang ia hanya bisa dekat dengan beberapa orang teman kelasnya, sedangkan Tari sesekali tersenyum mendengar ocehan teman-temannya yang menggelitik sampai akhirnya ia tertidur dan tanpa sadar ia menjatuhkan kepalanya dibahu Galen. Galen membiarkan saja bahunya menjadi penyangga kepala Tari. Ia sebenarnya sudah lama menaruh hati pada Tari tapi ia belum pernah mengutarakan perasaannya sampai saat ini karena ia sedang mencari waktu yang tepat untuk ia duduk berdua dengan Tari.
Setelah menempuh perjalanan lebih sepuluh jam dan mampir satu kali dirumah makan untuk makan malam, mereka pun akhirnya sampai didesa yang dituju, sebuah desa yang sangat sunyi dan hanya terdengar suara jangkrik saat malam hari. Mereka terlebih dulu melapor dirumah kepala desa, dari sana mereka akan dibagi beberapa kelompok untuk menempati rumah-rumah warga yang sudah dipilih oleh aparat desa, setiap kelompok terdiri dari sembilan mahasiswa dan masing-masing kelompok memiliki ketua posko.
Seperti permintaan Tari ia akhirnya bisa satu posko dengan Nara dan Edwin alias Chery tapi mereka tidak menyangka ternyata ketua poskonya adalah Galen si cowok tampan tapi dingin.
"Nah adik-adik sekalian sekarang kita bisa mencari posko masing-masing, karena ini sudah malam saya berharap kalian bisa tertib dijalan, jangan mengganggu istirahat warga didesa ini" kata pak Dani, dosen yang mengantar mereka kesana.
Mereka pun berjalan menyusuri desa dengan diantar oleh orang-orang yang sudah diperintah Kepala Desa sambil menarik koper masing-masing. Tim Tari diantar oleh seorang pemuda yang sejak tadi menjadi pusat perhatiannya, bagaimana tidak pemuda desa itu memiliki wajah yang sangat tampan dan aura yang begitu dalam, andai ia memakai setelan jas kerja dan sedikit menata rambutnya maka ia akan sepadan dengan CEO-CEO muda di ibu kota.
Tari berjalan dibelakang pemuda yang belum ia tau namanya itu karena ia merasa gengsi untuk menegurnya lebih dulu. Nara mensejajari langkah Tari, sedangkan Galen, Edwin dan yang lainnya berjalan dibelakang.
"Cakep yah Tar," bisik Nara ditelinga Tari, Tari hanya tersenyum lalu meletakkan jari manis pada bibirnya.
"Apa masih jauh mas?" tanya Nara pada pemuda itu setelah mereka berjalan agak lama.
"Gak, itu didepan sedikit lagi nyampe" balas pemuda itu tanpa menoleh kearah Nara.
Benar saja setelah beberapa langkah akhirnya pemuda itu terlihat memasuki pekarangan sebuah rumah sederhana, rumah tersebut bukan rumah panggung tapi seluruh dinding-dindingnya terbuat dari kayu.
"Assalamua'laikun bu Minah" pemuda itu memberi salam dan dibalas oleh pemilik rumah yang langsung keluar menyambut kedatangan mereka.
"Ini anak-anak mahasiswa yang akan tinggal disini selama sebulan bu" katanya kemudian setelah ibu yang dipanggil bu Minah itu mempersilahkan mereka masuk, mereka duduk dikursi ruang tamu tapi ada juga beberapa yang hanya berdiri karena tidak kebagian kursi untuk diduduki.
"Selamat datang dirumah gubuk ibu nak, semoga kalian betah selama disini" kata bu Minah mengulas senyum ramah. Kalau dilihat dari wajahnya bu Minah sepertinya sudah berumur 60 tahun keatas, ia sudah tua tapi masih terlihat kuat.
"Ibu disini hanya tinggal bertiga dengan suami dan anak ibu, Dimas," kata bu Minah menoleh kearah pemuda tampan tadi yang langsung membungkukkan badannya. Ternyata ia adalah anak bu Minah, Tari dan kedua sahabatnya mebulatkan mata seolah tidak percaya bahwa Dimas adalah anak bu Minah, wajah dan aura mereka sangat berbeda seperti asisten rumah tangga dan majikannya. Tapi karena mereka masih baru berada disana mereka tidak bertanya lebih juah.
"Terima kasih bu kami sudah diizinkan tinggal disini selama melakukan Kuliah Kerja Nyata," Galen selaku ketua posko lebih dulu mengeluarkan suara.
"Mudah-mudahan kami tidak terlalu merepotkan ibu dan mas Dimas tentunya," kali ini Edwin menambahkan dengan gaya gemulainya. Tari dan Nara hanya menyunggingkan senyum manisnya.
"Kalau kalian butuh apa-apa jangan sungkan bilang sama ibu, atau minta tolong sama Dimas kebetulan ia kerja bantu-bantu staf di kantor desa," kata ibu Minah lagi.
"Terima kasih bu," ucap Nara cepat.
"Maaf nak, tapi disini cuma ada tiga kamar, yang satu sudah ditempati sama ibu, yang satunya lagi sama Dimas jadi tersisa satu kamar. Yang perempuan mungkin bisa menempati kamar itu, sedangkan laki-lakinya cuma bisa tidur diluar," kata bu Minah terlihat menekuk wajahnya.
"Aku bisa tidur diluar bu sama mahasiswa laki-laki yang lain, kamarku bisa dipake sama mereka yang perempuan, kelihatannya akan sempit kalau lima orang dalam satu kamar," ucap Dimas. Kelompok Tari memang terdiri dari lima orang perempuan, tiga orang laki-laki, dan satu orang makhluk jadi-jadian yaitu Edwin.
"Terserah kamu saja nak," jawab bu Minah.
"Kalau begitu gua sekamar sama kalian yah, gua kan bukan cowok," kata Edwin pada Tari dan Nara lalu langsung berdiri menarik kopernya.
"Mana nih kamarnya mas Dim?" tanya Edwin saat ia sudah berdiri didepan sebuah kamar.
"Enak aja, gua gak mau sekamar sama lu," balas Nara yang tidak diperdulikan oleh Edwin karena ia sudah nyelonong masuk dikamar yang sudah ditunjukkan oleh Dimas.
🤩😍Hi Hi mom Enni Chaka datang lagi di cerita kedua, selamat membaca yah readers kesayangancuuu, jangan lupa tetap ninggalin jejak LIKE, VOTE, dan KOMENT😘🤗
***Saat kutatap kedua bola matamu, kudapat damai dalam pekatnya, akankah pertemuan ini awal dari sebuah kebahagiaan yang akan tercipta nanti?❣️❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments
lnjt
2021-12-13
1
ℒℴℴ𝓃𝓀Ryuzein•𖣤᭄😎
wah jadi Edwin keknya menang banyak,😅🙏
2021-12-06
1
selir jansen༻
👍👍👍kayaknya bgs
2021-09-12
2