Berhari-hari Calista mengurung diri dalam kamar. Makanan untuknya diantarkan didepan pintu kamar namun jarang disentuhnya. Papa, mama dan Lintang selalu berusaha membujuk agar Calista keluar dari kamar.
Calista bingung dengan keadaan yang harus dihadapinya. Seperti apa sahabat papa itu? Mengapa harus memberi syarat aneh? Calista merasa seperti dijual oleh orangtuanya. Ingin rasanya ia melarikan diri. Tetapi ketika mengingat orangtua dan adiknya pasti akan disusahkan akibat kepergiannya, Calista kembali mengurungkan niatnya. Hal itulah yang membuat dirinya mengeram didalam kamar tak ingin menemui siapapun terutama keluarganya.
...****************...
Hari ini, Calista tiba-tiba keluar dari kamar dan berjalan cepat menuju garasi dan mengeluarkan motor matic nya. Ia ingin bertemu dengan Reyka dan menumpahkan isi hatinya sampai tuntas. Beruntung mama, papa dan Lintang sedang bekerja dan sekolah, hingga ia bisa dengan bebas keluar rumah.
Sesampainya di rumah Reyka, Calista segera menumpahkan tangisnya. Reyka membawa Calista ke kamarnya, untuk menghindari perhatian dari keluarganya.
Di kamar Reyka, Calista dibiarkan menangis sampai puas. Reyka menepuk lembut punggung dan bahu sahabatnya.
Setelah puas menangis, Calista menceritakan semuanya kepada Reyka tanpa ada yang ia tutupi. Tentu saja Reyka terkejut dan prihatin pada nasib sahabatnya itu. Tapi ia pun tidak bisa memberi solusi apa-apa, hanya dapat menghibur Calista.
Calista tertidur setelah puas menangis dan curhat. Reyka membiarkannya karena tak tega membangunkannya.
Sementara di rumah Calista, mama papa dan Lintang kebingungan karena makanan didepan kamar Calista sama sekali tak tersentuh dan motor maticnya juga tidak ada di garasi. HP Calista ternyata ditinggal didalam kamarnya. Dalam keadaan panik, tak ada yang ingat untuk menghubungi Reyka. Mama dan papa bahkan sibuk menyalahkan diri sendiri karena keteledoran mereka yang menyebabkan Calista pergi.
"Bagaimana ini, Pa? Apakah kita lapor polisi saja?" tanya mama dengan menangis.
Papa menarik rambutnya sendiri dengan resah.
"Tidak mungkin, Ma. Belum 24 jam Calista pergi," jawab papa dengan wajah kusut. Mereka duduk menunggu Calista sampai pagi dan tertidur di sofa.
Matahari sudah tinggi saat Calista tiba dan berjalan gontai melewati ruang tamu menuju kamarnya. Ia tak memperhatikan mama papanya yang menunggunya di sofa.
"Calista Jasmine Pradipta!" panggil mama dengan suara seperti auman singa betina yang membuat langkahnya terhenti dan membalik menghadap mamanya yang kusut masai.
"Mama tidak pernah menyangka kamu akan melakukan hal tidak dewasa dan sangat tidak bertanggungjawab seperti ini. Pergi tanpa pamit dan pulang siang bolong seperti ini! Kamu pikir ini hotel yang seenaknya pergi dan pulang tanpa ijin? HAH!" murka mama tanpa bisa dihentikan.
Ya, Tuhan. Bergetar lutut Calista dibentak mama seperti itu. Ternyata begini rasanya menjadi papa, batin Calista ketakutan.
Papa yang pastinya memahami keadaan Calista, segera membimbing putrinya itu untuk duduk di sofa, diseberang istrinya yang sedang mengamuk.
"Dari mana saja kamu? Sudah benar kami memberikanmu pada Tuan Lucas untuk menjadi istrinya supaya kamu tidak jadi gadis yang liar!" jerit mama sudah tidak terkendali kan lagi.
"Ma, kalau kamu terus memarahinya seperti itu, kapan Cal bisa menjawabnya?" Akhirnya papa menengahi, agar Cal juga memiliki waktu untuk menjelaskan pada mereka.
Mama berusaha keras mengatur nafas untuk mengurangi amarahnya. Ia merasa lelah dan pegal tubuhnya karena menunggu semalaman disofa.
"Kemana Cal pergi? dengan siapa, nak?" tanya papa lembut.
"Ke rumah Reyka...sendiri. Cal cuma sesak, makanya ketemuan sama Reyka, eh ketiduran, "jelas Calista singkat.
"Mama sudah ketakutan setengah mati, Calista. Mama pikir kamu minggat dan ga akan kembali!"ucap mama sudah mulai turun volumenya.
"Cal tahu mama kuatir, tapi kenapa harus marah? Mama ga tahu gimana perasaan Cal. Siapa yang ga shock saat ngerasa orangtuanya menjual dirinya sama orang asing? Siapa yang ga galau, saat semua yang dicita-citakan waktu selepas SMA harus musnah karena harus menikah demi bisnis orangtua? Untung aja Cal ngga bunuh diri, Ma!" keluh Calista meluapkan semua yang ada di hatinya dengan air mata memenuhi wajahnya.
Mama dan papa terperangah memandang wajah putri semata wayangnya yang terlihat begitu tertekan. Mama mendekati Calista dan tangannya mengulur ingin memeluk tapi ditepis oleh putrinya. Entah kenapa saat itu Calista merasa sangat ingin menjauh dari orangtuanya.
" Mama Papa ga akan ngerti, karena kalian menikah dengan orang yang kalian cintai. Diwaktu yang kalian inginkan. Dan keluarga yang mendukung kalian. Kenapa kalian tega membuatku seperti ini? Harusnya aku yang marah! Harusnya aku!"
Emosi Calista sudah tidak terbendung lagi, dan karena lelahnya ia tak sadarkan diri. Papa sigap menangkap tubuh Calista hingga tak sampai membentur lantai.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments