Langit Jingga sudah menghias di unfuk barat, Pertanda matahari mulai hilang dari peraduannya,
Suara jangkrik mulai bersahut-sahutan, menambah suasana hening yang semakin terasa.
Rena dengan handuk yang masih melilit di atas kepalanya berjalan dari dapur menuju ruang tengah, menengok garasi kalau-kalau Suprayitno sudah bertengger manis didalamnya. Dan sayangnya belum!
"Kenapa jam segini Mas Banu belum pulang ya?" Rena berjalan kearah kamarnya sambil melongokkan kepalanya mencari-cari HP-nya.
"Tidak ada pesan," seketika tangannya meraih HP yang ada di atas nakas samping tempat tidur.
Hizam sejak siang belum bangun, memang dia akhir-akhir ini susah sekali kalau diajak untuk tidur siang, terlalu banyak drama dan alasan. Tapi bukan Rena namanya bila tidak bisa membujuk sang buah hati.
Selama dia mengajar di sekolah rasa-rasanya semua murid selalu meleleh bila berhadapan dengannya, entah karena pembawaannya dia yang menyenangkan atau parasnya yang ayu rupawan atau yang lainnya.
Dan begitu juga dengan Banu mungkin,
Terjerat dengan pesona ayu Rena yang rupawan. Pembawaannya yang santai dan mungkin sedikit ceroboh hingga menjadi hiburan tersendiri bagi Banu.
Suara mesin motor terdengar mendekat, Rena beranjak keluar dari kamarnya. Sudah hafal betul kalau itu adalah Suprayitno yang dinaiki oleh sang suami.
Dan benar saja, dengan menggunakan jubah hujannya yang sudah hampir mengering, Banu turun dan menstandarkan Suprayitno.
"Di mana ada hujan, Mas? kok pake mantel gitu?"
Rena mendekat sambil mengulurkan tangannya untuk salim.
"Tadi Banyumas hujan deras, sampai di Kalidongga kok terang, kepalang tanggung sebentar lagi sampai rumah ya dipakai saja." Banu beranjak masuk ke dalam rumah.
"Mau masak air tidak? "
"Makan aja langsung deh, Bu! lapar banget tadi siang cuma makan ketupat 3 biji doang belum makan." Banu berjalan menuju dapur untuk cuci tangan di wastafel dan diikuti oleh Rena di belakangnya.
"Heran sama orang sini, kalo belum makan nasi bilangnya belum makan, padahal udah makan mie, lontong, mendoan, dage, bakwan lah kok ya bilang belum makan!" Rena mengambilkan nasi dan lauk kedalam piring yang sudah disiapkan di meja makan bersama segelas air putih.
"Lah makan 'kan pake nasi, Bu. Kalou belum makan nasi ya betul lah belum makan." Banu tertawa kecil.
"Mas, ambil angsuran kemana hari ini? "
"Kebumen." menjawab dengan mulut penuhnya
"Kirain udah didalam kota saja sekarang, ternyata masih keluar kota juga? terus orang baru yang kemarin ditempatin di mana? "
Rena yang masih penasaran terus bertanya.
"Yang baru di tempatkan untuk area Majenang, Ibune, karena ada wacana kalo kantor yang di Cilacap dan di sini akan dijadikan satu, sehingga nantinya akan ada perampingan karyawan." Suapan terakhir Banu mengakhiri makan sore menjelang malam tersebut.
kalau ada perampingan karyawan berarti ada kemungkinan untuk di PHK dong.
Rena membereskan bekas makan suaminya sambil terus berpikir apa yang nantinya akan terjadi pada keluarga mereka.
Hingga pikirannya buyar ketika suara Hizam memekikan telinga, ya anak lelakinya telah bangun dari tidurnya.
Rena seketika menghentikan aktivitasnya dan menghampiri anaknya sambil mengusap lembut pipi tembemnya dengan punggung tangannya.
"iIzam mao mimi, Bu!" sang anak menunjuk gelas yang bergambar salah satu karakter super hero favoritnya.
Rena melangkahkan kakinya untuk mengambil air dan membimbing Hizam untuk duduk.
"Miminya sambil duduk ya nak, pegang gelasnya pakai tangan kanan yang ini!"
kemudian menuntun sang anak untuk minum sesuai arahannya. "Hizam lapar? mau makan?" lanjutnya kemudian.
"Izam mao maem pakai telol, tapi telolnya yang ada matanya ya, Ibu?"
hemm ternyata anak ini kelaparan
"Oke, tunggu sebentar ya, yibu gorengkan dulu telurnya!" Rena beranjak ke dapur sementara Pak Banu menghampiri jagoannya sambil mengecupi pipi gembilnya.
"Emm bau acem, sudah mandi belum anak Bapak ini?" Banu menggelitik perut sang anak dengan jari telunjuknya.
Sementara bayi besar itu tertawa terbahak menikmati gelitikan sang ayah.
Tak berselang lama Rena datang dengan membawa nasi dan telur ceplok pesanan sang buah hati.
"hemmmm bauna wangi, Ibu!" Hizam terlihat sangat senang, sementara Rena hanya membalasnya dengan senyuman.
"Cebelun makan kita beldoa dulu ya, beldoa dimulai!" dengan gayanya menirukan bicara Ibunya, Hizam dengan lancar membaca doa sebelum makan.
Untuk anak seusianya, menang stimulasi seharusnya dilakukan secara terus menerus dan konsisten, Hizam sudah mulai hafal surat al-fatihah , doa akan makan, akan tidur.
Banyak wali murid atau tetangga yang terkadang membandingkan Hizam dengan anaknya sendiri, sementara Rena terus memberikan pengertian-pengertian kepada wali murid bahwa kecerdasan setiap anak itu berbeda.
Terkadang ada yg bilang kurang enak seperti pantesan anaknya pintar orang ibunya aja guru, pantesan nilainya baik-baik pasti ada sesuatu dengan gurunya nih..
Sebenarnya anak dari siapapun punya kesempatan dan hal yang sama dalam pencapaian tumbuh kembangnya, tinggal bagaimana kitanya saja sebagai orang tua mestimulus, memberi semangat dan arahan kepada anak.
Semakin anak diberikan banyak stimulus semakin banyak pula terlihat hasilnya, bila pun tidak langsung terlihat hasilnya, tetapi lebih kedalam pondasi dirinya, kesiapan dirinya dalam menghadapi masalah-masalah yang pastinya akan ada di kegiatan keseharian mereka nantinya.
kalau anak hanya dibiarkan sesuka hati mereka, tanpa diarahkan, diperkenalkan dengan pembiasaan-pembiasaan dan ilmu baru, kapan anda akan berkembang?
semakin sering diasah otak anak,
akan semakin tajam atau peka terhadap apa-apa yang ada disekitar, mereka akan kritis dalam menyelesaikan masalahnya. Jadi tidak berpengaruh ya antara anak guru dan anak orang biasa. Toh guru juga orang biasa kan bukan super hero.
Malam pun semakin beranjak, ternyata tidur siang yang lama untuk Hizam tak membuat dia begadang. Setelah dibersihkan badannya oleh sang ibu dan diberikan sebotol susu akhirnya rasa kantuk pun menyerang. Terlelap di pangkuan sang ibu.
"pindahin kamar gih bu, Bapak juga mau dikelonin ini loh;" mengedipkan mata sambil menciumi pipi sang istri
sementara Rena hanya memutar bola mata tanda sebal
bayi tua mulai bertingkah
Bu Rena melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar yang bernuansa biru itu, meletakan sang anak, menyelimutinya dan mengecup kening sang anak sebelum beranjak pergi. Tak lupa mengganti lampu kamar dengan lampu tidur yang temaram.
Saat memasuki kamar ternyata benar, Sang bayi besar sudah siap disinggah sananya dengan tatapan menggoda
sejak kapan dia suka menggoda begitu
"Sini dong bu, duduk disebelah, Bapak!" Banu menepuk-nepuk ranjang sebelahnya, meminta sang istri untuk duduk.
"iih sejak kapan suka menggoda gitu?" Rena duduk sambil memajukan bibirnya
"Jangan suka begitu bibirnya akh, bikin hati bapak jadi meledak gini" Banu memajukan bibirnya dan langsung menyambar bibir sang istri yang tebal sensual itu
"aarrghh" Bu Rena yang tak siap menerima serangan hanya bisa mengaduh pasrah
Sepertinya malam ini akan menjadi malam yang panjang untuk mereka berdua
Laporankuu bagaimanaaaa ahhhh tidaaaaakkkkkkk
********************
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
MeeGorjes🍌Peak_fam😜
sambil baca sambil dapat ilmu. mantuuul
2021-03-18
1
Indah Jafar
wkwkwk Bu Rena Bu Rena akeh tunggale ngunuwi opo meneh wayahe singkron dapodik tp sg d sebelah ngajak singkron disek
2021-03-09
1