Sinar matahari yang terik, menerobos masuk melalui jendela kaca di kamar Sanchia yang sangat luas. Sudah lebih dari satu minggu, Sanchia berada dalam kekuasaan Sall. Sanchia memang berusaha sekuat tenaga untuk tidak melawan dan terkesan menurut pada Sall, agar Sall tidak curiga kalau Sanchia sedang mempersiapkan pelariannya seraya menunggu luka-luka tembaknya benar-benar sembuh.
Mata Sanchia memperhatikan seluruh sudut kamarnya yang dikelilingi jendela dan pintu kaca yang sangat tebal, tidak mungkin Sanchia bisa merusaknya tanpa membuat keributan. Sanchia juga memperhatikan benteng villa yang berjarak beberapa puluh meter dari kamarnya. Terlihat jelas di sekeliling bagian atas benteng, dipasangi kawat berduri berkualitas tinggi, yang dipastikan dapat merobek tubuh siapapun yang nekad melintas di atasnya. Apalagi camera CCTV yang tersebar di semua sudut, akan membuat usaha Sanchia gagal, bahkan sebelum berhasil keluar dari kamarnya.
Sall memasuki kamar Sanchia tanpa mengetuk pintu, berjalan mengendap-endap, lalu mendudukan dirinya tepat di sebelah Sanchia. Raut terkejut Sanchia akan kehadiran Sall, membuat Sall terkekeh geli. Berbeda dengan Sanchia yang kini mendengus kesal dengan tingkah Sall yang dirasanya semakin menyebalkan.
Sanchia berniat pergi meninggalkan Sall untuk bersembunyi di kamar mandi, tapi Sall menarik pelan tangan Sanchia, sehingga kembali terduduk di atas sofa. Tangan Sall pun semakin menggenggam tangan Sanchia dengan erat, seolah tidak ingin Sanchia pergi.
"Sanchia, apa kamu sedang ingin memakan sesuatu? Nanti aku pesankan." Sall terlihat penuh harap, namun sayang dibalas gelengan kepala oleh Sanchia.
"Aku tidak mau makan apapun. Aku hanya ingin kamu mengabulkan permintaanku beberapa hari yang lalu, untuk memberiku informasi tentang keadaan orangtua, adik juga klanku."
Sall mengusap pelan tangan Sanchia yang masih berada dalam genggamannya, seraya menatap Sanchia begitu dalam.
"Baiklah, besok kamu akan mengetahui kabar mereka semua."
Senyum manis terulas di wajah Sanchia, sengaja dia lakukan agar Sall semakin terpesona padanya. Sehingga mau menuruti semua permintaannya.
"Sall, kamu belum menjawab pertanyaanku yang sudah bosan aku tanyakan padamu, sebenarnya kita ada dimana?" Sanchia bertanya dengan nada manja, lagi-lagi sengaja dia lakukan agar Sall merasa Sanchia sudah mulai bisa dikendalikan.
"Baiklah, akan aku jawab. Kita sekarang berada di Bali."
"Apaaa? Bali?" Sanchia benar-benar tidak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya.
"Iya Baby, kenapa kamu begitu terkejut?" Sall tertawa jahil melihat ekspresi Sanchia yang terlihat sangat lucu.
*"Brengsee*k, dia membawaku cukup jauh. Bagaimana aku bisa kabur kalau seperti ini? Aku tidak punya uang sepeser pun untuk pulang." Rutuk Sanchia dalam hati.
Sall cukup pintar untuk menebak apa yang dipikirkan Sanchia saat ini, tapi dia berpura-pura tidak tahu seperti yang sudah dilakukannya beberapa hari ini. Sall jelas tahu gerak-gerik Sanchia beberapa hari ini, yang terlihat tenang, namun seperti sedang menyusun rencana besar di kepalanya.
"Cobalah apapun yang kamu bisa, karena kamu tidak akan pernah bisa lari dariku." Batin Sall.
"Sall, kan sekarang kita ada di Bali, aku ingin makan di luar dan berjalan-jalan di pinggir pantai. Boleh ya? Jika kamu takut aku kabur, kamu dan anak buahmu bisa menemaniku."
Sanchia memasang wajah memelas sekaligus menggemaskan agar Sall bisa luluh dan mengikuti keinginannya. Namun ternyata tidak semudah itu. Sall yang tidak mudah dikelabui, tentu tahu Sanchia berniat melarikan diri saat berada di luar villa.
Suasana hati Sall pun sedang tidak baik, setelah tadi pagi Leon melaporkan pengurusan dokumen palsu untuk memasukan Sanchia ke Inggris tidak berjalan lancar. Leon malah memberikan ide agar Sanchia menggunakan identitas orang lain yang sudah meninggal, dengan mengubah terlebih dahulu wajah Sanchia. Tentu saja Sall menolak ide gila Leon. Sall tidak ingin mengubah sedikit pun bagian wajah atau tubuh Sanchia yang sudah menjadi favoritnya itu. Karena itulah Sall kesal, karena harus tinggal di Indonesia lebih lama lagi, dan resiko Sanchia melarikan diri pun masih besar.
"Sanchia, kamu boleh meminta apapun, makanan enak, pakaian, tas atau sepatu branded. Tapi tidak untuk keluar dari villa ini." Jawaban Sall seketika membuat Sanchia kecewa.
"Lalu untuk apa aku memakai pakaian, tas atau sepatu branded, jika terkurung terus dalam rumah. Apa aku harus melakukan fashion show di depanmu?"
Tawa Sall pecah mendengar perkataan ketus Sanchia yang disertai ekspresi kesal. Bibir Sanchia yang mengerucut, justru menarik perhatian Sall yang sudah berjanji tidak akan mencium Sanchia tanpa izin.
"Sial, kenapa bibirnya selalu saja menggodaku? Kenapa dia menyiksaku seperti ini?"
Helaan nafas panjang dari mulut Sall, disalahartikan Sanchia sebagai penolakan atas permintaannya.
"Ya sudah, aku mau tidur siang saja. Rasanya bosan sekali, terkurung setiap hari di dalam kamar. Lebih baik aku tidur seharian."
Sanchia beranjak dan berjalan menuju tempat tidurnya, tapi Sall mengikuti langkah Sanchia kemudian memeluk Sanchia dari belakang. Sall menumpukan dagunya di bahu Sanchia.
"Sesuai keinginanmu, kita akan keluar sore nanti. Aku akan menemanimu makan di luar lalu jalan-jalan di sekitar pantai. Tapi ingat ya Baby, jangan coba-coba kabur, karena aku dan anak buahku akan selalu mengawasimu." Jawaban Sall membuat senyum Sanchia merekah.
Sanchia mengangguk senang, meskipun hatinya merasa kesal karena Sall sudah bisa menebak isi pikirannya. Sanchia masih sibuk dengan rasa kesalnya, saat tiba-tiba sesuatu yang kenyal mendarat di lehernya. Alangkah terkejutnya Sanchia, saat menyadari Sall mencium lembut lehernya. Namun sebelum sempat meluapkan emosinya, Sall sudah melepas pelukannya lalu bergegas keluar dari kamar Sanchia, karena tahu Sanchia akan meluapkan kekesalannya.
"Sall brengseeeeekkk ...!"
Di luar kamar Sanchia, Sall terkikik geli mendengar umpatan Sanchia terhadapnya. Tapi Sall tidak peduli, dia malah melangkah santai menuju kamarnya.
*************************
RESORT BALI
Sore hari dengan langit yang cerah dan cuaca yang bersahabat, membuat Sanchia begitu bersemangat menikmati makanan yang disajikan di sebuah resort terkenal di Bali. Meskipun sebelum berangkat, hati Sanchia sempat dibuat kesal oleh Sall yang selalu memprotes penampilannya. Sanchia tidak tahu, kalau Sall begitu khawatir, akan banyak laki-laki memperhatikan Sanchia jika berpakaian dan berpenampilan terlalu cantik. Terlebih Sall khawatir, akan ada orang yang mengenali Sanchia.
Saat di villa tadi, Sanchia berkali-kali mengganti pakaiannya, setiap kali Sall menggeleng karena tidak setuju. Tentu saja Sanchia menurut, karena jika tidak, Sall akan membatalkan acara jalan-jalan sore mereka. Sedangkan Sanchia begitu menantikannya, karena selain ingin merefresh otaknya yang sudah jenuh karena dikurung terus, Sanchia juga mencari kesempatan untuk melarikan diri.
Akhirnya Sall mengangguk seraya tersenyum puas, saat pilihan Sanchia jatuh pada kaos dilapisi sweater longgar, dipadukan dengan celana jeans. Sall juga memakaikan sebuah topi rajut dan sunglasses pada Sanchia, agar Sanchia tidak mudah dikenali orang lain.
Sanchia memakan ayam betutu dan sate lilit-nya dengan lahap. Rasanya baru kali ini, Sanchia bisa menikmati makanan dengan lahap, sejak dirinya dikurung oleh Sall. Makanan di villa Sall memang selalu enak, tapi entah kenapa Sanchia tidak pernah bisa menikmatinya.
Sall tersenyum memandang Sanchia yang sedang lahap memakan makanannya, diam-diam Sall mengarahkan camera ponselnya untuk mengambil gambar Sanchia. Senyum puas terpampang jelas di wajahnya, sebelum Sall menyimpan kembali ponselnya ke dalam saku jaketnya.
"Sall, aku mau ke toilet dulu ya." Sanchia mulai berusaha mencari kesempatan, meskipun tidak yakin Sall akan membiarkannya.
"Aku antar ya." Sall berdiri mengikuti Sanchia yang sudah berdiri lebih dulu.
Sanchia mengulas senyum, berusaha menyembunyikan rasa kesalnya karena upayanya yang gagal.
"Sall, apa kamu takut aku kabur? Bahkan anak buahmu banyak sekali yang mengawasiku."
Sanchia mengedarkan pandangannya ke beberapa sudut, dimana anak buah Sall berjaga.
"Iya, aku memang takut kamu melarikan diri dariku. Tapi alasan utamaku adalah, karena aku khawatir akan ada laki-laki yang mengganggu gadisku." Jujur Sall tanpa kebohongan.
"Ciih, gadisku. Percaya diri sekali ya kamu," ketus Sanchia.
Sall terkekeh geli melihat reaksi Sanchia yang begitu kesal menatapnya.
"Ayo cepat, aku antar."
Sanchia mencebik kesal dengan sikap Sall, tapi tetap berjalan menuju toilet, membiarkan Sall mengikutinya yang berjalan agak cepat. Setelah urusan Sanchia di toilet selesai, Sanchia kembali berjalan cepat, meninggalkan Sall yang sedari tadi menunggu Sanchia di luar toilet. Sall hanya menggeleng samar melihat kelakuan Sanchia.
"Aku penasaran, apa saat bersama keluarga atau anak buahmu, kamu sering merajuk dan kesal seperti ini?"
Sall tersenyum, lalu berjalan mensejajari langkah Sanchia yang sengaja dia hentak-hentakan karena masih merasa sebal pada Sall.
Sall dan Sanchia kembali ke tempat duduk mereka, menyeruput pelan juice strawberry mereka bersamaan, sambil sesekali menikmati pemandangan yang mengarah ke sisi pantai.
"Sall, sehabis ini, kita jalan-jalan di pantai ya."
"Ok ... tapi setelah itu, kamu harus menemaniku ke suatu tempat ya."
"Tempat apa?" tanya Sanchia sedikit penasaran.
"Rahasia."
Dengusan kesal keluar dari mulut Sanchia yang kembali mengerucut, seraya menatap kesal ke arah Sall yang justru tersenyum santai.
"Kenapa aku senang ya, setiap kali kamu menunjukan sisi kekanak-kanakanmu itu?" Batin Sall.
"Yuk Sall, aku sudah tidak sabar berjalan-jalan di pinggir pantai."
Sanchia segera berdiri meninggalkan tempat duduknya, dengan disusul Sall yang sedikit terkejut karena Sanchia tiba-tiba meninggalkannya. Sall menyusul langkah Sanchia setelah meletakan beberapa lembar uang, melebihi nominal yang tertera pada bill.
Sanchia memang sengaja berjalan cepat mendahului Sall, untuk mencari kesempatan melarikan diri. Namun tiba-tiba sebuah tangan yang kokoh menggenggam tangan Sanchia dengan sangat lembut.
Sanchia mendapati senyuman Sall saat menolehkan kepalanya, kemudian pandangannya mengarah pada tangannya dan Sall yang kini sudah berpaut.
"Baby, jangan pikir kamu bisa pergi dariku ya, tentu saja aku tidak akan membiarkannya."
"Selain itu, aku ingin semua laki-laki yang menatapmu sejak tadi, mengetahui kalau akulah laki-laki yang memilikimu." Batin Sall.
Beberapa saat kemudian Sall menarik pelan tangan Sanchia menuju sisi pantai yang tidak terlalu ramai. Sanchia tersenyum sendu, menatap hamparan laut yang begitu indah.
"Papa, Mama, Nieva, bagaimana kabar kalian? Apa kalian sedih kehilanganku? Apa kalian juga merindukanku seperti aku merindukan kalian saat ini? Aku takut tidak bisa bertemu kalian lagi. Apa yang harus aku lakukan?" Keluh Sanchia dalam hati.
Sanchia memang seorang Ketua Mafia yang tangguh, tapi keluarga selalu menjadi titik rapuhnya. Kisah masa lalu yang membuatnya takut kehilangan orangtua dan juga adiknya untuk kedua kalinya.
(Kisah masa lalu Sanchia akan dibahas lebih lanjut atau yang udah baca Cold Man Chased by Love pasti udah tau ya)
Air mata Sanchia menetes, namun kacamatanya yang berwarna gelap, berhasil mengaburkan tangis Sanchia saat ini. Sall melepas genggaman tangannya, lalu beralih memeluk Sanchia dari belakang. Namun adegan romantis yang Sall lakukan seketika terganggu, saat tiba-tiba ada seorang laki-laki yang mendekat ke arah mereka.
"Sanchia?"
*************************
Image Source : Instagram Toni Mahfud & Im Jin Ah (Edited)
Iseng banget, ANDAI nih ya Babang Sall sama Teteh Sanchia nikah dan punya anak kayak gimana mukanya. Eh ternyata kayak gini.. Cantik banget ya.. 😍🤩 Mirip artis siapa kira-kira?
Tapi kan baru ANDAI, belum tentu juga.. 😂😂😂
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 150 Episodes
Comments
Helen Nirawan
mafia kok lembek seh ( sanchia), aneh , cerita ttg mafia semua ,tp ini lembek
2024-07-14
1
Eris Nur Riyanti
lanjut
2021-09-19
1
Mommy Gyo
selalu mendukungmu thor
2021-08-15
1