Suasana benar-benar hening, tak ada yang berani bersuara. Aku merasa harus menghilang segera dari sini.
“Maaf sudah membawa lo dalam urusan bersama pak Yonatan!”
Akhirnya aku berucap setelah beberapa saat diam dan memikirkan pembukaan kata.
“Nggak apa-apa, aku suka!”
Laki-laki berjas abu-abu itu malah melempar senyum manis ke arahku yang langsung menampilkan dua lesung di pipinya. Kalau kalian ingin tahu, dua lesung itu yang membuatku jatuh cinta padanya dulu.
Oke, lupakan masa lalu.
Aku meraih teh lemon yang ku pesan tadi dan meneguknya sedikit untuk membasahi kerongkonganku. Lidahku terasa kelu dan kering dan mulai gatal untuk bertanya tentang sesuatu padanya.
“Ehm-“
“Bagas!”
Belum sempat aku bertanya, suara seorang perempuan dari arah pintu masuk terdengar. Bagas menoleh dan kembali mengulas senyum.
“Leana,” panggilnya.
Aku mendengus pelan, sudah lama sejak terakhir aku melihat Bagas dan sepertinya dia banyak berubah karena dia dulu adalah laki-laki yang tidak terlalu ramah dengan perempuan.
“Rindu kamu,” tutur cewek yang tadi dipanggil Bagas dengan sebutan Leana dengan gaya super menjijikan menurutku. Tanpa di duga cewek langsung mengecup pipi Bagas tepat di depan mataku.
Oh sial! Kenapa mereka harus menunjukan keromantisan di depan jomblo sepertiku?
Sementara itu dapat kulihat bahwa Bagas kurang nyaman dengan perlakukan cewek di depannya.
“Eh ini kan Alysia?” tanyanya dengan agak terkejut sama pula denganku yang nampak terkejut saat dia menyebutkan namaku.
Aku mengulas senyum formalitas.
“Kalian masih bersama?” tanyanya.
Alisku mengkerut, dia tahu tentang kami? Aku melirik Bagas dengan pandangan sinis, sudah berpisah 6 tahun ternyata Bagas berubah menjadi laki-laki cerewet yang cerita sana sini kehidupan percintaannya.
Aku hendak menggelengkan kepala tapi Bagas lebih dulu menganggukan kepalanya.
“Kami akan segera menikah!” tuturnya serius sambil mengenggam tanganku.
Aku memelototkan mata, menikah katanya? Apa dia sudah gila atau kesurupan?
“Wahhh seriusan?”
Cewek itu nampak antusias.
“Baguslah aku nggak perlu bayar denda melangkahi untuk menikah.”
Pembicaraan mereka semakin membuatku tak mengerti dan ingin segera lenyap dari sana.
“Re, kenalin ini Leana. Anaknya tante Mita yang bungsu yang dulu kuliah di luar negeri.”
Bagas membuka suaranya mencoba menjelaskan dan menghentikan kebingunganku.
“Hai, aku Leana. Sepupunya Bagas.”
Perempuan itu mengulurkan tangannya di depanku sementara aku masih bingung dengan situasi ini tapi tetap kubalas uluran tangan itu.
“Aku rencana mau nikah 3 bulan ke depan tapi takut ke langkahi ka Bagas tapi syukur deh kalau kak Bagas juga udah mau nikah.”
“Kita nggak-“
“Kita akan nikah dua minggu dari sekarang.”
Bagas memotong ucapanku dengan kata-kata yang membuatku semakin ingin mencaci maki dia sekarang tapi sedang coba ku tahan cacian itu demi menjaga image di depan perempuan yang mengaku sebagai sepupu bagas.
“Wahhhhh, cepat banget! Aku bahkan belum pesan gaun,” keluh cewek itu sambil memasang wajah cemberut.
“Leana, aku pinjam kakak kamu sebentar ya!”
Aku berdiri dan langsung menarik tangan Bagas mengikutiku menuju rooftop restoran.
“Lo udah gila!” teriakku.
Semua rasa kesal ku keluarkan.
“Oke gue minta maaf soal mengatakan lo pacar gue di depan pak Yonatan karena saat itu gue nggak bisa memikirkan nama yang pas untuk menjadi pacar bayangan demi menghindari pak Yonatan.”
“Tapi lo nggak perlu menciptakan kebohongan sepertini Bagas!” Aku menyugar rambut panjangku.
“Aku nggak sedang bercanda dan menciptakan kebohongan! Kita bakal menikah dua minggu lagi!” tegasnya.
Aku melihatnya hanya terkekeh.
"Kata Pak Yonatan lo udah punya calon Istri, yang statusnya iparnya dia terus lo mau main-main sama gue?"
"Dia bohong, dia becanda. Calon iparnya itu Leana, Leana bakal nikah sama adiknya Yonatan. Pokoknya kita tetap nikah!"
“Lo beneran udah gila! Lo pikir nikah itu permainan? Dan yang lebih utama lo pikir gue bakalan mau nikah sama lo! Jangan mimpi deh.”
Aku langsung beranjak dari sana menuju meja di mana tadi kami memesan makanan dan mengambil tasku.
“Leana, maaf tiba-tiba bosku nelpon dan aku diminta balik ke kantor sekarang!” ucapku dan Leana yang mendengar hanya mengulas senyum.
“Oh, eh iya nggak apa-apa. Hati-hati di jalan Alysia,” ucapnya pelan.
Aku memutuskan meninggalkan tempat itu sebelum keinginan memukul wajah Bagas benar-benar ku lakukan. Dia pikir dia siapa? Seanaknya saja.
***
“Kenapa lagi Al! Wajah lo udah kek panci gosong!” ejek Riando saat aku memasuki kantor, tepat 5 menit sebelum jam istirahat berakhir.
“Jangan berisik deh Ri, gue beneran mau mukilin orang!” balasku datar.
“Ya udah gue nggak ikut campur, eh iya kak Geri tadi nelpon gue katanya sore ini dia mau jemput lo dan udah izin sama pak Yonatan kalau lo bakalan pulang lebih awal karena ada acara keluarga. Dihubungin hp lo tapi nggak aktif."
“Acara keluarga?” gumamku pelan.
Setahuku kami tidak ada agenda acara keluarga di rumah, kalau pun ada pagi tadi Ka Geri harusnya sudah memberi tahu, Apalagi ini? Kenapa semua orang berkomplot membuatku pusing?
“Al ini ada dua novel yang baru selesai kontrak minta di revisi, gue udah kirim email ke elo.” teriak Darma. Si karyawan tetap bagian edit cover buku datang menghampiri meja kerjaku.
“Oke Mas, aku langsung buka email,” jawabku sambil kembali menyalakan komputer dan memulai kerja, dari pada aku pusing memikirkan segala sesuatu mending menyelesaikan pekerjaan
***
“Kamu di mana?”
Terdengar suara bass ka Geri di dalam sambungan telepon.
Aku masih sibuk merapikan meja kerja dan melirik sekilas pada jam tangan pastel yang melingkar di lengan kiriku, pukul setengah 6 sore. Jam pulang biasanya pukul setengah 7.
“Udah mau turun ke bawah, emang ada acara keluarga di mana sih?” tanyaku sembari menjepit ponsel di antara telinga dan pundak.
Tidak biasanya Kak Geri sampai harus menelpon pak Yonatan untuk memintai izin aku pulang lebih awal.
“Entar kakak cerita kalau udah di perjalanan.”
“Hmm ya udah,” balasku lalu memasukan ponsel ke dalam tas.
Sekitar 5 menit kemudian aku sudah berada di lobi kantor dan melihat mobil putih milik kakak lelaki tersayangku dan masuk ke dalamnya.
“Duh kok rapi gini?” tanyaku saat melihat Kak Geri masih dengan setelan jas hitam. Oh iya kakakku itu kerja di salah satu perusahaan BUMN sebagai Menajer, baru bulan lalu dia naik jabatan. Tidak sia-sia dia mengabdi di perusahaan itu selama 12 tahun sehingga akhirnya naik posisi jabatan yang lumayan menjanjikan.
Oke mari berhenti membahas tentang kak Geri.
“Kita mau makan malam dengan keluarga Bagas, calon suami kamu.”
“Hah?!”
“Aku mau turun!” teriakku.
Bukannya mengurangi kecepatan mobil ka Geri semakin mengijak pedal gas yang membuatku diam ketakutan. Laki-laki sangat tahu di mana letak kelemahanku.
Aku benar-benar terkejut dengan penjelasan Kak Geri mengenai jamuan makan malam dengan keluarga Bagas si mantan kekasih kurang ajar yang tadinya disebut ka Geri dengan julukan calon suami.
Menyebalkan!
Aku benar-benar dibuat kesal dengan tingkah laki-laki tidak tahu malu itu. Heran juga dengan kedua orang tuaku bahka kakakku yang bahkan bertingkah mendukungnya. Apa ayah, ibu dan ka Geri lupa apa yang dilakukan Bagas padaku 6 tahun lalu? Sehingga mereka dengan lapang dada menerima kehadiran laki-laki itu lagi.
“Aku nggak mau nikah sama dia, titik!”
“Undangan kalian sudah disebar!”
Demi neptunus aku ingin berteriak dan memaki kakakku sekarang.
“Dan kakak pikir aku peduli dengan itu? hentikan mobilnya atau aku benar-benar terjun dari mobil ini!” ancamku
Ka Geri hanya tersenyum mengejek. Oh laki- laki itu pikir aku tidak berani terjun, saat dia lengah aku menekan tombol buka kunci dan segera melompat keluar.
“Alma!!!!!”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments
re
Wah sampai undangan pernikahan sdh dicetak
2021-09-12
2