Pengumuman dari speaker di pesawat membangunkan Hilmi yang tengah tertidur pulas. Ia mengerjap untuk menyesuaikan cahaya yang masuk ke mata.
"Astaghfirullahal'adzim!." Hilmi kaget ketika kepalanya dan kepala si gadis menyandar satu sama lain. Dengan tangan yang memegang dada, Hilmi sedikit menjauhkan tubuhnya.
"Saran yang bagus." gumam Hilmi. Mengingat ia tidur karena saran dari gadis yang tengah tidur dipundaknya.
Tangan Hilmi terangkat untuk menyentuh wajah cantik yang tertidur itu. Ia menepuk pipi mulus itu agar si gadis terbangun.
"Apa sudah sampai?" tanya si gadis ketika merasakan tangan dingin yang menepel dipipinya. Ia melihat tangan tersebut lalu berpindah menatap wajah tampan yang juga sedang menatapnya juga. Mereka berdua saling pandang satu sama lain selama beberapa saat.
Si gadis terkejut ketika menyadari jika dirinya tidur menyandar di pundak seorang pria. Lalu ia segera menjauhkan tubuhnya karena malu.
"Maaf. Aku tidak sengaja." ucap si gadis.
"Tidak apa-apa. Aku juga minta maaf telah menyandar di kepalamu tadi. Pasti leher mu sakit." balas Hilmi yang sama canggungnya.
"Iya sedikit."
Gadis tersebut melihat keluar jendela pesawat. Ia masih merasa malu karena hal tadi. Ia memegang lehernya yang lumayan pegal.
***
Pesawat landing pukul satu dini hari. Setelah enam belas jam penerbangan akhirnya mereka sampai di Bandara Ahmad Yani, Semarang. Semua orang turun secara bergantian dan urut. Tertib dan beraturan.
Nanda, Idris dan ketiga anaknya turun dari pesawat. Mereka menuju gate untuk menunggu taksi yang sedang dipesan. Lima menit menunggu akhirnya taksi datang. Mereka segera masuk setelah barang-barang lainnya masuk ke dalam bagasi.
Dua taksi itu melaju di jalan raya kota Semarang. Begitu sepi dan tak terlalu ramai seperti disiang hari. Melewati beberapa belokan dan lampu merah mereka pun sampai di sebuah rumah bercat putih. Terlihat megah dari kejauhan.
"Berapa, Pak? " tanya Idris ketika mobil berhenti didepan gerbang.
"100.000."
Sopir taksi mengecek dan menjawab pertanyaan dari penumpangnya. Idris mengambil dompet dan membayarnya. Kemudian ia keluar bersama Nanda.
Ainin, Hilman dan Hilmi turun juga dari taksi setelah membayarnya. Semua barang-barang diturunkan didepan gerbang seperti yang Idris perintahkan.
"Apa perlu aku telepon Naya agar membuka pintunya? " Nanda bertanya pada Idris setelah dua taksi itu pergi.
"Jika tidak menganggu." balas Idris dengan anggukan.
Nanda tersenyum dan langsung menelpon nomor adiknya. Tiga kali panggilan akhirnya terjawab juga. Terdengar suara khas orang tidur dari telepon.
"Naya, tolong bukakan pintu rumah ya." ucap Nanda yang membuat Naya terkejut.
"Apa? Ini jam setengah dua dini hari kak. Tolong kakak jangan bercanda." Naya membalas setelah melihat jam yang berada di atas meja. Jam menunjukkan pukul setengah dua dini hari.
"Aku tidak bercanda, Naya. Tolong bukakan pintunya ya. Jangan sampai ayah dan bunda bangun." Nanda hampir saja tertawa karena Naya menganggapnya bercanda.
"Baiklah. Aku akan segera turun dan membukakan pintunya."
Setelah itu sambungan terputus. Nanda mengajak keluarga kecilnya untuk masuk melewati pintu kecil disamping gerbang. Karena ia melihat jika pos satpam sepi. Mungkin saja satpam yang berjaga tertidur.
"Ayo." ajak Nanda.
Mereka semua masuk dan berjalan ke rumah yang terlihat gelap. Namun, masih terlihat terang dengan bantuan cahaya dari lampu disekitar taman.
Sedang Naya bangun dari tempat tidurnya meninggalkan Alex yang tengah tidur. Ia berjalan menuju pintu utama dengan masih memakai piyama tidur. Dibukanya pintu rumah dengan perlahan setelah tidak terkunci.
"Kakak? Itu kamu? Apa aku tidak sedang bermimpi? " Naya terkejut melihat Nanda dan keluarganya ada didepan teras rumah.
"Iya. Ini aku. Aku tidak bercanda kan?" Nanda memeluk Naya dengan erat. Agar Naya percaya jika dirinya benar-benar datang.
Naya membalas pelukan dari kakaknya. Setelah itu ia membuka pintu dengan lebar dan mempersilakan kakak dan keluarganya masuk ke dalam rumah.
"Apa disini tidak ada lampu?" Hilmi masuk seraya berucap dengan dirinya sendiri. Membuat semua orang berhenti dan memandangnya dalam kegelapan.
"Jangan terlalu bodoh. Ini dini hari. Semua orang masih tidur." Hilman membalas perkataan adiknya. Karena menurutnya pertanyaan adiknya adalah pertanyaan terbodoh yang pernah ia dengar.
"Hehehe. Aku pikir tidak ada lampu. Soalnya ruangan ini begitu gelap." Hilmi menggaruk kepalanya Yang tidak gatal.
"Sayang tidurlah dikamar tamu sebelah sana ya. Dan kamu Ai, tidurlah disamping kamar itu." Nanda menunjuk kamar tamu yang kosong agar anak-anaknya bisa beristirahat.
"Baik, bunda. Ayo Hil." Hilman mengangguk paham. Ia segera mengajak adiknya menuju kamar. Karena ia benar-benar merasa lelah dan mengantuk.
Semua orang berpisah menuju kamar masing-masing. Melanjutkan aktivitas tidur mereka yang sempat tertunda.
Jangan lupa like and vote ya.
Semoga terhibur.
Salam hangat dari Author 😊.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
Thohir
semangat👍👍👍👍👍👍
2021-03-12
0
N Hayati
lanjut n semangat thor
2021-02-13
0
Happyy
😘😘😘👍🏼👍🏼👍🏼
2021-02-11
0