"Cih!" Rendi berdecih sinis. Ia mengambil sarung tangan di dalam saku jaketnya, langsung menyumpal mulut gadis itu. "Kamu masih kecil, Dek. Aku bukan om-om, aku calon kakak iparmu! Nanti setelah aku sah jadi kakak iparmu. Aku akan mengajarkan sopan santun. Kamu memang perlu didikan." Setelah mengatakan hal tersebut Rendi langsung pergi.
Novi menyingkirkan sarung tangan itu dari mulutnya. Ia mencebik kesal dalam hatinya. "Kakak ipar? Huh ... aku tidak menyukaimu!" gumamnya.
***
Rendi duduk di samping Papa Andi. Ia melemparkan senyum tipis ke arah Ayah Hanan.
"Dari mana saja, Ren?" tanyanya Mama Ani.
"Memberikan hukuman kecil pada gadis itu." Rendi menunjuk Novi yang baru datang. Ia dapat melihat gadis itu marah besar.
Mama Ani tersenyum. "Ada-ada saja kamu, Ren," sahut Mama Ani.
"Andi, terima kasih sudah merawat putriku sampai ia sudah besar seperti ini. Tidak kusangka dia adalah putriku, iya begitu cantik sama seperti almarhumah ibunya," kata Ayah Hanan. Ia tidak henti-hentinya mengusap lembut kepala Jessica yang dibaluti jilbab itu.
"Aku sudah menganggap Jessica anak kandungku sendiri, Hanan."
Novi yang mendengar ucapan ayahnya tersebut tersenyum kecut. "Minggir, aku mau lewat!" katanya menyuruh Jessica untuk tidak menghalangi jalannya.
"Novi, jaga sikapmu! Ini kakakmu!" Ayah Hanan memperingatkan. "Kamu bisa lewat jalan lain!" lanjutnya.
"Dia bukan kakakku. Aku tidak pernah menganggapnya! Bukankah dia hasil hubungan gelap antara Ayah ...." Ucapan Novi terpotong.
"Novi!" Ayah Hanan memegang dadanya. Dadanya benar-benar terasa sesak. Sungguh putri itu tidak punya sopan santun.
Deg!
Jessica mematung mendengar ucapan tersebut. "Apa ada yang tidak aku ketahui selama ini?" gumamnya.
Jessica mencoba menghilangkan segala pertanyaan yang mulai muncul di pikirannya. Ia mengusap lembut punggung ayahnya itu agar sabar menghadapi sikap Novi.
Ia sendiri sangat sedih melihat tingkah laku Novi yang secara terang-terangan membencinya. Jessica tahu, mungkin ia memang asing bagi Novi sekarang.
Ia berharap suatu saat seiring berjalannya waktu, secara perlahan-lahan Novi dapat menerima kehadirannya. Ia rindu sosok adiknya yang dulu, bukan yang seperti sekarang. Keras kepala dan egois.
Novi angkat bahu acuh. Ia melirik tidak suka ke arah pria yang menyumpal mulutnya dengan sarung tangan. Yang tidak lain Rendi. "Tunggu saja pembalasanku," batinnya. Ia segera berjalan masuk ke dalam kamarnya. Menutup pintu kamarnya cukup keras, membuat orang-orang yang duduk di ruang tamu cukup kaget.
"Maafkan Novi, dia memang seperti itu sikapnya," kata Ayah Hanan merasa bersalah kepada Papa Andi dan Mama Ani.
"Ayah apa yang dimaksud oleh Novi? Ada yang Ayah sembunyikan dari aku?" tanya Jessica penasaran.
Ayah Hanan tersenyum. "Jangan dengar apa pun yang dikatakan oleh Novi. Kamu adalah anak kandung ayah dan ibu. Adikmu itu masih belum menerima kehadiranmu saja," sahutnya menjelaskan.
Jessica hanya mengangguk paham, meski ia belum sepenuhnya percaya dengan ucapan ayahnya tersebut, tetapi sudahlah, ia tidak ingin memperburuk suasana dulu saat ini.
Novi yang ada dalam kamar masih dapat mendengar ucapan itu, ia menggelengkan kepalanya pelan. "Sampai kapan ayah menyembunyikan semua ini? Suatu saat pasti akan terbongkar juga," gumamnya langsung merebahkan tubuhnya secara kasar di atas kasur. Ia menatap langit-langit kamar, mengingat sosok almarhumah ibunya.
"Kami datang ke sini ada sesuatu untuk memberitahu, Hanan." Kini Mama Ani yang bersuara. Ia akan menjelaskan tujuan ia dan keluarganya ke kediaman Hanan.
Ayah Hanan mengerutkan keningnya. "Memberitahu, apa?" tanyanya penasaran.
"Aku akan menikah, Yah. Aku datang ke sini untuk memohon restumu dan meminta Ayah menjadi wali pernikahanku nantinya," jawab Jessica.
Ayah Hanan tampak gembira mendengar ucapan tersebut. "Alhamdulillah, kamu akan menikah, Nak. Dengan siapa?" tanyanya.
Jessica melihat ke arah Rendi yang tidak jauh duduk dengan dirinya. Ayah Hanan mengikuti ke mana sorot mata putrinya itu. Ia tersenyum tipis melihat wajah pemuda itu.
Rendi membalas senyuman tersebut, ia beringsut bangkit. Berjalan menuju calon mertuanya itu.
"Aku Rendi, Om," ucapnya memperkenalkan diri, kemudian mencium punggung tangan pria paruh baya itu.
Ayah Hanan menganguk, lalu menepuk pundak Rendi pelan. "Semoga kamu bisa menjadi suami yang terbaik untuk putriku kelak. Mencintai dan menyayangi putriku seperti kamu memperlakukan
ibumu," ujarnya.
"InsyaaAllah, Om," jawab Rendi.
Ayah Hanan menatap ke arah Jessica kembali. "Ayah akan merestui kalian, jika dia memang pria yang terbaik yang kamu pilih, kamu sudah yakin dengan pilihanmu?" tanyanya.
Jessica tersenyum. "InsyaaAllah, Yah. Aku sudah melaksanakan salat istikharah," jawab Jessica.
Allaahu Akbar, Allaahu Akbar
Allaahu Akbar, Allaahu Akbar
Asyhadu allaa illaaha illallaah
Asyhadu allaa illaaha illallaah
Suara azan asar terdengar melalui pengeras suara di masjid desa itu. Azan. Seruan dan panggilan Allah Subhanahu Wa Ta'ala agar kita sebagai umat muslim segera mendekat dan menghadap kepada-Nya.
Mereka yang sedang mengobrol, seketika diam. Mereka terdiam beberapa menit sampai azan selesai, sembari menjawab azan yang dikumandangkan oleh muazin itu.
Dari Abu Sa'id Radhiyallahu Anhu, Nabi Muhammad Shallallahu'alaihi Wa Sallam bersabda; "Jika kalian mendengar azan, maka ucapkanlah sebagaimana yang diucapkan muazin."
Setelah azan selesai dikumandangkan. Papa Andi, dan Rendi beranjak bangkit. Untuk segera melakukan kewajibannya sebagai umat Islam. Mereka tidak ingin menunda-nunda waktu, karena mereka tahu salat adalah amalan pertama yang dihisab di akhirat kelak. Melaksanakan salat di awal waktu juga memiliki pahala dan manfaat yang sangat besar.
"Masjid tidak jauh dari sini, Ndi," kata Ayah Hanan.
"Iya, kami pergi salat sebentar," jawab Papa Andi. "Kalian tidak pergi?" lanjutnya bertanya pada Mama Ani dan Jessica.
"Aku lagi berhalangan, Pa," sahut Jessica yang dibalas anggukan oleh Papa Andi.
"Mama salat di rumah ini saja," kata Mama Ani, karena ia tahu wanita lebih utama salat di rumah, lain halnya dengan seorang laki-laki yang fardu ain melaksanakan salat berjamaah di masjid.
Dalil kewajiban salat berjamaah ini firman Allah yang artinya: "Dan hubungan kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabat) lalu kamu siapkan (salat) bersama-sama mereka, maka haruslah segolongan dari mereka berdiri (salat) besertamu dan menyandang senjata." (An-Nisa:102)
Papa Andi dan Rendi segera keluar dari rumah menuju masjid. Mereka memilih berjalan kaki, hitung-hitung menikmati pemandangan alam di desa itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
Je Moeljani
Annyeong👋👋👋
✓mampir
✓4 like
Sukses dan selalu semangat ya kakak Author❤️❤️❤️
Jangan lupa dukung karyaku ya..
Gomawo🙏🙏🙏
From 'Hope for Happy Ending'
2021-02-22
0
Aan Nurhasanah
aku syuka sm author yg satu ini krna disetiap bab cerita selalu menyelipkan dalil2 Allah...Masya Allah barokallah Thor....👍👍😍😍😍😍
2021-01-25
2
Lis
Author lapyu!😚😚😚🐾🐾
2021-01-07
2