"Siap Sayang, eh Jessica." Rendi buru-buru meralat ucapannya, saat Mama Ani dan Papa Andi memelototinya.
Drett! Drett!
Ponsel milik Rendi bergetar di dalam saku celananya. Ia segera mengambil benda pipi persegi itu.
"Siapa, Kak Ren?" Jessica bertanya penasaran.
"Calon kakak ipar," sahut Rendi, kemudian memencet tombol hijau.
Jessica ber-oh-ria, ia memilih berjalan duluan. Memberikan waktu privasi untuk Rendi berbicara dengan kakak lelakinya.
Setelah saluran teleponnya itu terhubung Rendi bertanya setelah mengucapkan salam, "Tumben lo nelepon. Rindu sama gue, Bar? Baru beberapa jam nggak lihat gue. Lo sudah rindu aja." Dengan percaya diri ia bertanya seperti itu.
"Cih! Kurang kerjaan gue rindu sama, lo!" Hanya umpatan sinis yang Bara lontarkan.
"Hahaha." Rendi tertawa keras. Sangat senang ia memancing emosi Bara. "Santai Bang Bara, marah-marah terus karena frustrasi hadapi istri ngidam? Lo dan Erwin memang pantas disebut suami takut istri. Seperti judul lagu.
Susis wo wo wo susis ...."
"Enggak! Gue calon kakak ipar lo. Berbicaralah dengan tutur kata yang baik." Bara mengusap wajahnya secara kasar di seberang sana. Sungguh sahabatnya memang sial4n.
Rendi berdehem.
"Calon Kak ipar yang terhormat. Ada urusan apa Anda menelepon?" Kali ini Rendi bertanya serius dan sopan. Sesuai dengan permintaan Bara.
Bara tersenyum. Cukup jengkel ia rasakan. "File rekaman perusahaan di mana lo menyimpannya? Gue sudah periksa di dalam laptop gue, enggak ada."
"Oh itu. File-nya semuanya gue simpan dalam laptop gue. Lo bisa pergi ke apartemen saja, Kak ipar yang terhormat," sahutnya.
Meskipun akan menikah dengan Jessica. Rendi tetap bekerja secara profesional dengan Bara. Sampai kapan pun ia akan tetap menjadi sekretaris dari seorang Bara Sadewa.
"Baiklah. Lo dan yang lainnya sudah sampai?"
"Baru saja, Kak ipar."
"Hem. Iya sudah, gue tutup teleponnya. Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumussalam. Jangan lo membuat apartemen gue berantakan, Bar!" Rendi memberikan pesan di akhir ucapannya, karena ia tahu Bara seperti apa orangnya.
"Terserah gue. Bodoh amat!"
Tutt!
Bara mematikan telepon secara sepihak.
Membuat Rendi mendengus kesal.
"Si4l!" batin Rendi mengumpat.
Tidak mau terlarut dalam kekesalan itu. Ia segera berjalan cepat, menyusul Papa Andi, Mama Ani, dan Jessica.
Papa Andi mengetuk pelan pintu rumah itu. Sepi. Kelihatan tidak aktivitas apa pun di dalam rumah minimalis tersebut.
"Assalamu'alaikum." Jessica ikut mengetuk pintu. Tangannya bergetar hebat saat mengetuk pintu itu.
Setelah beberapa saat menunggu, pintu akhirnya terbuka dan terlihat seorang gadis yang berambut panjang. Itu Novi. Adik Jessica, dua tahun lebih muda dari Jessica. Gadis itu kaget saat melihat beberapa orang asing di depan rumahnya. Namun, ada satu orang yang ia merasa familier dari keempat orang itu.
"Siapa kalian?" Ia buru-buru ingin menutup pintu kembali. "Maaf, rumah ini tidak menerima tamu," ucapnya lagi.
"Kami bukan orang jahat, Nak." Mama Ani membuka suara. Mencoba mencegah agar pintu tidak tertutup rapat.
"Sekali lagi maaf. Kalian bisa pergi!"
Dengan suara gemetaran, Jessica berkata, "Dik, aku kakakmu ...."
Ia cukup senang melihat keadaan adiknya baik-baik saja. Tidak ada yang berubah yang ia rasakan dari sosok Novi. Adik yang dulu selalu ia gendong ke mana-mana. Ia tersenyum tipis bila mengingat masa-masa kecilnya dulu.
Pintu itu terbuka kembali. Sepasang bola mata berbeda warna saling bertemu. Dua saudara yang belasan tahun terpisah, akhirnya bisa bertemu hari itu. Kemudian saling memandang satu sama lain beberapa detik.
Mata Jessica tampak berair. Sedih. Terharu. Perasaannya campur aduk.
Beberapa detik terdiam. Jessica berjalan ke arah adik perempuannya itu. Langsung memeluk tubuhnya dengan erat.
"Lepasin!" Novi memberontak. Tidak suka dengan kehadiran Jessica.
Ia mendorong tubuh Jessica cukup keras. Hingga hampir saja Jessica terjatuh, tetapi Papa Andi sudah terlebih dahulu menahannya.
Jessica tidak berkata apa pun. Hanya bulir air mata yang mewakili bahwa ia benar-benar sedih. Rasa takut yang menghantui pikirannya selama perjalanan akhirnya terjadi. Adiknya itu seperti benci terhadap dirinya.
"Kamu punya sopan santun, nggak? Ini kakakmu!" Rendi menunjuk Jessica yang berdiri di sampingnya, ia maju ke depan. Tepat di hadapan Novi. Tidak terima Jessica diperlakukan seperti itu.
"Huh ... kakak? Aku tidak menganggapnya lagi!" sahutnya diiringi tawa tidak suka. "Kalian bisa pergi! Aku tidak suka keributan terjadi di rumah ini!"
Brak!
Novi menutup pintu itu cukup keras.
Tangisan Jessica semakin pecah di dalam dekapan Papa Andi. "Sudah, Nak. Mungkin adikmu masih kaget karena kedatangan kita secara tiba-tiba. Papa akan berusaha membujuk. Kamu tenang."
Rendi menghela napas panjang. Ia menendang pintu rumah yang tertutup itu.
"Cih, bocah kecil itu sungguh tidak ada akhlak!" Rendi berucap kesal. "Woy, buka pintunya! Gue dobrak paksa baru tahu lho, bocah!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
Aan Nurhasanah
sabar kak Ren....🤭😄😄😄👍👍👍👍 lanjut Thor
2021-01-25
0
Lis
Suka banget ❤️😊❤️❤️
2021-01-07
0
Suhartini Tini
lanjut
2021-01-01
0