Rumah Sakit

Dimas keluar dari mobil dan mengejutkan Yura.

" Yura???bolehkah Aku mengambil foto dan meminta tanda tanganmu dibuku ini?" Dimas menyerahkan bukunya, dan dirinya masih terlihat antara percaya dan tidak percaya.

"Oya bisa."ucap Yura masih tekejut seraya memegang bukunya dan menandatangani.

Dimas langsung mengajak Yura berfoto.

Agung yang sejenak menoleh sebentar dan langsung menatap kedepan kembali.Dia terlihat sangat kesal. Tapi merasa geli juga melihat tingkah sahabatnya,Diapun sedikit-sedikit menoleh ke arah Dimas.

Sedangkan Yura terlihat terpaksa mengurungkan dirinya untuk mengganggu Agung karena polisi baru yang sepertinya fansnya.

Tak selang lama Dimas masuk kembali kemobil patroli.

" Apa Kau sudah puas?" Tanya Agung to the point.

" Yoi bro."jawab Dimas nyantai.

" Hmmmm...Bukankah Dia telah melanggar aturan lalu lintas. Kenapa Kau tidak memberikan pengarahan malah meminta foto dan tanda tangan! Memalukan!" ucap Agung. Nada Kesal jelas terdengar ditelinga Dimas

" Aku nggak peduli. Yang penting Aku dapat foto, tanda tangan. Bahkan no.Hpnya!!! Aduh mimpi apa Aku semalam." Dimas terkesan alay.

" Aiish kenapa Kau begitu bodoh Dim. Semua fansnya juga dapat semua itu.''Jelas Agung.

" Tapi tidak dengan no.Hp. " Dimas membanggakan diri.

" Benar-benar stupid, bodoh, songong." gerutu Agung.

Sedangkan Dimas hanya tersenyum geje mendengar Agung menggerutu.

Yura memandangi hpnya. Dia terlihat sangat senang.

" Jadi apa sekarang Aku menjadi supirmu lagi ini?" Tanya Sani.

" Nggak lah." Yura menggelengkan kepalanya.

" Oya. Apa Kau pernah suka sama seseorang?" Yura terlihat sangat penasaran.

" Pernah." jawab Sani.

" Jadi apa yang Kau lakukan?"

" Yang jelas Aku nggak akan agresif. Aku akan diam dan meneliti dulu. Apa Dia juga suka. Kalau Dia tidak suka ya Aku hentikan dan cari yang suka saja." Jelas Sani

"What? Jadi saat ini Aku terlalu agresif ?" Yura sepertinya tersadar dari sikapnya.

" Aku bahkan tidak tau maksudmu Ra. Apa kejadian tadi caramu menemui polisi yang Kau maksud kemarin itu." Selidik Sani.

Yura menganggukkan kepalanya.

" Oh My God!!!" Sani membelalakkan matanya.

" Inspirasi. Nanti kutunjukkan hasilnya." Jelas Yura.

" Inspirasi???"

Yura menganggukkan kepalanya.

" Yang jelas tadi malam novel romance ku mengalir begitu saja setelah kejadian kemarin."

" Jadi Kau bela-belain menerobos lampu merah demi sebuah novel?" Tanya Sani.

" You are right!!! Aku yakin ideku kali ini juga bisa jadi novel best seller pertamaku dalam genre romance." Ucap Yura penuh keoptimisan.

Sani melongo mendengarnya.

" Ok. Selama untuk pekerjaan. Aku akan selalu mendukungmu chingu. Hwaiting!!!" ucap Sani dengan gaya semangatnya.

" Aissh. Mulai dah drakornya." Yura menggelengkan kepalanya.

Dilain tempat Agung dan Dimas sampai di kantor mereka. Dimas masih sibuk memandang hpnya. Sebuah fotonya dengan penulis idolanya membuat Dia merasa sangat beruntung.

Agung yang sibuk membuat kopi merasa penasaran. Agung pun lansung menghampiri Dimas dan iseng mengambil paksa hp

Dimas. Jelas terlihat foto Dimas dan Yura terpajang manis di wallpapers hpnya Dimas. Agung langsung terhenti. Dan jelas itu kesempatan Dimas merebut hpnya.

" Kenapa Kau mengambil hpku dengan paksa?"

" Kau jadikan foto idolamu itu sebagai wallpaper?" Bukannya menjawab pertanyaan Dimas. Agung malah bertanya balik.

" Yoi. Why?" Lagi-lagi Dimas bertanya.

" Tidak apa-apa. Lebay aja." Jawab Agung seraya kembali ke tempat kopinya.

" Huh. bilang saja iri." Gerutu Dimas.

Sedikit demi sedikit Agung meminum kopi kesukaannya. Tapi jelas diraut wajahnya sedang memikirkan sesuatu.

Dimas mendekati Agung. Sepertinya ada sesuatu yang ingin Dimas katakan.

" Aguuung...."panggil Dimas dengan nada manja.

" Iya. Ada apa?" Tanya Agung heran mengapa sahabatnya bermanja-manja tidak jelas.

" Aku hanya ingin minta maaf." Ucap Dimas sambil senyum-senyum tidak jelas.

" Minta maaf untuk apa?" Agung bingung.

"No.hpmu. Eeee..." Dimas bingung antara mau melanjutkan kata-katanya atau tidak.

"Iya no.hpku kenapa?" Agung tambah tidak mengerti dengan ucapan sahabatnya itu.

" No.hpmu kehapus. Bisakah Aku minta lagi ..."Dimas terkesan aneh.

"Nde. Mana hpmu?" Tanya Agung.

Dimas menyerahkan hpnya ke Agung. Dan tak lama Agung langsung mengetik no.hpnya.

Dimas terlihat garuk-garuk kepala.

" Bukankah ini no.ku sudah tersimpan?" Ucap Agung seraya menunjukkan.

" Maaf. Sepertinya Aku lupa. Oya Aku mau kopimu. Boleh?" Tanya Dimas.

Belum sempat Agung menjawab. Dimas sudah meminumnya.

"Dim... Apa sebenarnya yang membuatmu kikuk seperti itu dari tadi?" Tanya Agubg jelas sangat curiga dengan kelakuan sahabatnya tersebut.

" Maaf Gung. Aku kasih tahu no.hpmu pada Yura." jelas Dimas.

" What!!! Aiiish!!! Apa Kau benar-benar sahabatku Dim?" protes Agung.

" Aku hanya berharap Kau akal normal kembali." ujar Dimas.

Agung langsung celingak-celinguk mencari sesuatu. Dimas terlihat bingung.

" Apa yang Kau cari?" Dimas penasaran.

" Papan penggaris." jawab Agung.

" Buat apa Gung?"

" Jitak Kau lah."

" Aagggrrhh! Kalau gitu Aku kabur duluan." teriak Dimas langsung keluar dari ruangan kerja.

Beberapa hari kemudian

Sani buru-buru masuk ke ruangan Yura.

" Yura. Yura!!!"

Yura yang sedang asyik menulis kelanjutan novelnya langsung melirik ke arah pintu.

" Ra. Kata Miss Amor novelmu keren. Sweet Police."

" Maka dari itu Aku butuh satu bulan untuk mendekatinya dan menjadikan dia inspirasi tokoh utama dalam novelku. Apakah Miss Amor mau memberikan waktu lebih demi novel ini."

" Menurutku pasti dikasih."

"Bip bip bip."pesan masuk.

Yura membuka pesan hpnya.

" Hai Yura. Ini Aku Dimas salah satu fansmu. Apa Kau ingat?"

Yura mencoba mengingat-ngingat siapa itu Dimas.

" Yes! yes! yes!" begitu Yura mengingatnya.

" Kenapa Kamu Ra?" Sani bingung.

" Sahabatnya yang katanya fansku, menghubungiku. Ini kesempatan." ucap Yura senang.

" Hai juga Dimas. Tentu saja ingat."

Dimas langsung bersorak riang didalam hatinya. Tapi perlahan-lahan Yura membahas tentang Agung. Dan mencari tahu semua tentang Agung lewat Dimas.

Satu Minggu Kemudian

" Inilah saatnya menemui inspirasiku."ucap Yura semangat seraya menunggu sebuah taxi.

Pagi-pagi sekali Yura ke kantor kepolisian. Bahkan terlihat Agung dan Dimas juga polisi lainnya baru selesai apel pagi.

" Agung. Menurutmu bagaimana Yura dimatamu?" Tanya Dimas ingin tahu.

" Biasa saja. Tidak ada yang menarik." jawab Agung singkat walaupun sebenarnya membuat Dimas sedikit lega.

" Alamak. Kenapa Kau begitu tertutup dengan seorang wanita? Bahkan seorang Yura pun tidak bisa membuka pintu hatimu. Sehebat apa sih masa lalumu itu?" tanya Dimas penasaran dengan masa lalu Agung yang membuatnya betah menyendiri.

" Aku memang tidak tertarik pada idolamu itu. Tidak ada alasan lain." Ucap Agung datar.

Samar-samar Yura mendengar pembicaraan dua pria tersebut. Yura pun terlihat langsung mengurungkan niatnya untuk mengurus mobilnya. Diapun menelepon Sani untuk mengurusnya.

.

...****************...

Disela-sela istirahatnya Yura terlihat murung.

" Kenapa? " Sani terlihat khawatir.

" Nothing." Yura sepertinya berpura-pura.

" Oya mobilmu sudah bisa dipakai kembali. Aku sudah mengurus semuanya." Jelas Sani.

" Thanks." Ucap Yura seraya langsung meneguk air mineral.

" Sebenarnya ada apa denganmu? Kenapa dari tadi sepertinya menulismu berhenti disebuah titik. Apa polisi itu yang membuatmu bad mood begini?"

" Iya, Tidak seharusnya Aku menjadikannya inspirasiku dalam menulis." ucap Yura.

" Kenapa begitu?" Sani masih bingung.

" Aku menyerah."

" What!!! Kau sendiri baru mulai. Bagaimana Kau sudah menyerah?" Sani mengingatkan.

" Ingat Yura. Bahkan Kau sendiri belum berusaha. Aku yakin Kau bisa menyelesaikan tantangan kali ini."

Tiba-tiba deringan hp terdengar di tasnya.

" Hello ?"

" Yura. Sakit Ibumu kambuh kembali. Sekarang dirumah sakit." Terdengar suara kakaknya sangat khawatir.

" Dirumah sakit? Rumah sakit mana Kak?" Yura sangat terkejut mendengar kabar tersebut.

" Hermina."

" Ok kak. Aku segera kesana."

" Ok Ra. Kakak masih sibuk. Nanti kakak menyusul."

" San. Ijinkan Aku ke Miss.Amor. Ibuku dirumah sakit." pinta Yura.

" Ok Ra. Semoga Ibumu cepat sembuh."

" Makasih doanya." ucap Yura dan langsung mengambil tas juga kunci mobilnya.

Selama perjalanan Yura terlihat sangat khawatir. Raut wajahnya terlihat jelas bahwa Dia sedang memikirkan sesuatu. Sesuatu yang menjadi beban pikirannya selama ini. Dan akhirnya Yura sampai dirumah sakit Hermina.

Diwaktu bersamaan terlihat seorang pria yang baru saja turun dari mobilnya juga.

Mereka sama-sama terburu-buru sehingga terlihat tidak saling melihat antara satu dengan lainnya.

Yura langsung menuju ke ruang resepsionis dan menanyakan no.kamar ibunya dirawat.

Sedangkan pria tersebut langsung berjalan melewatinya menuju ke salah satu ruangan rumah sakit.

Yura terlihat sangat khawatir. Dia langsung memasuki ruangan dimana ibunya dirawat.

" Ayah bagaimana keadaan Ibu? Mana kakak?" Tanya Yura seraya memegang tangan kanan ibunya.

Ayahnya diam sejenak sebelum menjawab pertanyaan dari anak keduanya tersebut.

" Leukimia yang diderita ibumu..." Ayahnya berhenti dan terdiam.

" Berdoalah." Ucap Ayahnya lemah.

Yura mengangguk dan perlahan tak bisa menahan, air matanya seperti sudah tidak bisa terbendung lagi. Dia sepertinya merasa belum bisa membahagiakan ibunya. Satu keinginan ibunya yang jelas-jelas belum bisa Dia kabulkan yaitu menikah. Dan itu menjadi beban tersendiri dalam hatinya.

Kini hanya sebuah doa yang bisa Dia ucapkan didalam hati kecilnya. Keberhasilan materi yang dulu Yura pikir akan dapat membahagiakan keluarganya. Tapi pikirannya sekarang berbanding terbalik. Materi hanyalah sebuah alat dalam kehidupan dunia yang fana ini. Faktanya Dia masih belum bisa membahagiakan keluarganya.

Sesekali Yura terlihat meneteskan air matanya. Ayahnya hanya bisa mengelus pundak anaknya tersebut. Seperti mengungkapkan sebuah kata penenang untuk Yura.

Hingga akhirnya Yura tidak bisa menahan kesedihannya. Dia pun tidak ingin menangis terus dihadapan ayahnya juga ibunya yang sedang terbaring lemah.

Yura memutuskan keluar dari ruangan tersebut.

Begitu melewati sebuah ruangan. Terdengar suara samar-samar.

" Pillar jadilah penerus ayahmu dan cepatlah cari seorang pendamping. Ingatlah umurmu sudah kepala tiga." Terdengar suara lirih darinya.

' Sepertinya Dia mempunyai masalah yang sama denganku.' batin Yura.

Air mata masih mengalir dari matanya.

Akhirnya Yura duduk disalah satu tempat duduk diruang tunggu utama.

Disebuah ruangan tak jauh dari tempat duduk Yura. Seorang pria keluar dari sebuah ruangan. Yura terkejut dan segera menoleh ke arah pintu terbuka.

Dan pandangan mereka terlihat sama-sama terkejut. Antara percaya dan tidak percaya.

' Ya Tuhan! Agung!' teriak batin Yura.

Agung terlihat berpikir sejenak. Matanya yang tajam dan dingin langsung tertuju ke sosok Yura. Yura yang merasa syok dan masih terisak dalam tangisnya langsung menundukkan kepala.

' Apa yang Dia lakukan dirumah sakit ini? Tangisku tidak bisa langsung berhenti lagi. Memalukan. Ayolah berhenti menangisnya.' perintah batin Yura untuk dirinya sendiri.

' Semoga Dia lupa dan tidak mengenaliku.' Harap Yura.

Agung melangkahkan kakinya. Dia berjalan melewati Yura.

Yura merasa lega. Setidaknya itulah yang Dia harapkan.

Namun selang lima langkah, Agung berhenti dan berbalik menghampiri Yura.

" Hapuslah air matamu. Tidak baik menangis diarea umum." Ucap Agung seraya mengeluarkan sebuah sapu tangan berwarna hitam dari saku jaketnya.

Yura yang sedang menunduk dan menangis tersedu langsung mendongakkan kepalanya. Dia sangat terkejut dan ragu untuk mengambil sapu tangan tersebut.

" Pakailah sapu tangan ini. Aku tidak mempunyai tisu." Ucap Agung spontan meraih tangan kanan Yura dan meletakkan sapu tangan tersebut ditangan kanan Yura.

" Thanks Gung. Apa Kau menjenguk temanmu yang sakit disini?" Tanya Yura penasaran.

" Darimana Kau tahu namaku?" Bukannya menjawab pertanyaan Yura, Agung malah balik bertanya.

" Hah...???" Yura terpaku dan sadar keceplosan.

"Oya pasti si ikan nemo yang nyebelin itu." Tebak Agung.

"Aku menjenguk nenekku. Kau sendiri?"

Agung kembali bertanya balik.

Sorot mata yang biasanya tajam kini mulai meneduh melihat seorang wanita yang berbeda sikap bahkan tingkah laku dari sebelumnya.

" Ibuku." jawab Yura singkat seraya mengusap air matanya dengan sebuah sapu tangan.

" Jadi Kau sampai menangis seperti ini?" Kini Agung yang kelihatan penasaran.

Yura mengangguk.

Tanpa disadari sepasang mata melihatnya. Dan diam-diam menghampiri mereka.

" Apa itu kekasihmu? Kenapa Kau tidak mengenalkan kepada keluarga? Kenapa Kau membiarkannya diluar?" Tanya Ayang Agung membuat Yura dan Agung terkejut.

" Eeee bukan ayah. Ayah salah paham." Agung jelas langsung membantah dan mengelak.

Sedangkan Yura terlihat bingung sendiri. Antara terkejut dan tidak percaya.

" Sudahlah. Kau tidak perlu berbohong kepada Ayah..., Jadi Kau tidak mau dijodohkan karena kekasihmu ini?"

Merah padam jelas terlihat dipipi Yura. Sedangkan Agung menjadi salah tingkah karena kata-kata Ayahnya.

To be continued ...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!