part 1

Pagi hari yang begitu cerah setelah hujan cukup deras, terdengar kicauan burung yang saling sahut menyahut menjadi backsound indah hari-hari Nina. Nina sudah siap dengan aktivitasnya. Setiap hari, ia selalu pergi ke perusahaan event organizer nya.

"Pagi, Mah, Pah." Nina menyapa kedua orang tua nya.

"Pagi, Sayang."

Nina pun duduk bersama kedua orang tua nya untuk sarapan.

"Tante Eriska sudah meneleponmu untuk acara empat bulan kehamilan Queena?" tanya Vita.

"Sudah, Mah. Nanti siang, Nina mau ketemu Tante bahas konsep acara empat bulanannya," jawab Nina lalu mengunyah sandwich nya.

"Na, jangan lupa nanti malam ketemu pria yang Mama katakan minggu lalu," ujar Vita kembali.

Nina hanya menghela napasnya. "Mah, sudah aku bilang, stop menjodohkanku dengan anak teman-teman Mama itu." Nina begitu kesal dengan tingkah sang Mama yang terus menjodohkannya dengan banyak pria.

"Nina, ingatlah. Usiamu sudah tiga puluh tahun. Saat Mama seusiamu, Mama sudah memilikimu. Lihat Queena sepupumu, sudah menikah bahkan sudah mau punya anak. Lah kamu, jangankan punya anak, pacar saja tidak punya," gerutu Vita.

"Mama tidak perlu khawatir ...."

"Cinta tidak perlu dicari. Ia akan datang sendiri di waktu yang tepat. Sekarang ini, aku hanya perlu merubah diri menjadi lebih baik untuk menemukan jodoh yang baik," timpal Vita yang sudah hapal perkataan anak gadisnya itu.

"Nah itu tahu, jadi jangan mencoba menjodohkan ku lagi, ya, Mah." Nina tersenyum pada Mamanya.

"Ikhtiar juga perlu, Nina," timpal sang Mama.

"Sudah, ya, Mah. Jangan bikin Nina bad mood pagi-pagi seperti ini. Sebentar lagi Nina ada meeting dengan client untuk sebuah pernikahan cukup besar. Nina ingin fokus ke situ dulu. Ya sudah, Nina jalan dulu. Assalamualaikum." Nina mencium tangan kedua orang tua nya dan segera pergi. Nina jengah dengan omongan sang Mama yang terus menerus soal pasangan.

"Nina, jangan lupa nanti malam temui pria itu," teriak Vita.

"Kalau tidak lupa," jawab Nina yang segera pergi.

"Kamu ini, sudahlah jangan terlalu memaksa Nina. Dia bukan anak kecil lagi," ujar Tian pada Vita.

"Aku khawatir pada Nina, Mas. Sudah berusia tiga puluh tahun masih belum menikah. Aku takut dia tidak ada keinginan untuk menikah."

"Sudahlah, memang belum waktunya saja dia menikah. Kamu berdoa pada Allah supaya Nina mendapat Suami yang baik."

"Aamiin Mas," jawab Vita.

Dengan mobil Honda Brio berwarna merah itu, Nina menembus kemacetan Jakarta. Dengan mendengarkan lagu religi dari Maher Zayn, Nina menghabiskan waktu menyebalkannya karena macet. Sebenarnya perusahaan nya tidak begitu jauh, karena macet, ia bisa menghabiskan waktu satu jam untuk sampai di perusahaannya.

"Jakarta .... Jakarta .... Kenapa harus macet sih? Andai bisa tinggal di Dubai yang bebas macet, pasti senang," gerutu Nina yang setiap hari selalu ia katakan.

**

Di tempat lain, di Dubai. Terlihat seorang pria tampan yang baru terbangun dari tidurnya. Seperti hari-hari biasanya, ia selalu menunaikan salat sunnah di sepertiga malam.

Ia duduk di bibir tempat tidur, mengusap wajahnya menunggu kesadarannya terkumpul. Setelah itu, ia berjalan menuju kamar mandi untuk berwudu. Setelah berwudu, ia bersiap untuk salat. Ia salat dengan begitu khusyu. Memanjatkan doa dan memohon ampunan pada sang Maha Penciptanya.

Setelah selesai sholat, ia bertilawah bebebrapa surat Al-Qur'an sembari menunggu adzan subuh.

Waktu sudah menunjukkan pukul tujuh. Dengan menggunakan jas brand Dormeuil, sepatu brand Louis Vuitton limited edition, serta jam tangan brand Rolex bertengger di pergelangan tangannya, Feroze siap mengawali harinya.

"Selamat pagi, Baba, Ummu, Feroza." Feroze mencium ujung kepala Feroza yakni saudara kembar Feroze.

"Selamat pagi, Habibi. Ayo sarapan dulu," ujar Ummu Aisyah pada Feroze.

Feroze pun duduk di samping Feroza.

"Feroze, luangkanlah waktu untuk ke Indonesia. Balqis menghubungi Baba, dia bilang akan ada acara doa untuk empat bulan kehamilannya," ujar Baba Hanafi pada Feroze.

"Ah, pantas saja sejak semalam ada gadis yang tersenyum. Ternyata mau berjumpa sang kekasih dan calon mertuanya." Rayu Feroze pada Feroza.

"Apa sih, Feroze! Makanya, cari pasangan, jadi tidak meledek terus-terusan," ejek Feroza.

"Sudahlah, aku pergi ke kantor dulu. Jangan telat meeting nanti siang." Feroze mengacak rambut Feroza lalu mencium kening Ummu juga memeluk sang Baba lalu berjalan keluar.

"Selamat pagi, Sheikh." Fayez sang kaki tangan Sheikh Hanafi menyapa Feroze.

"Selamat pagi," jawab Feroze tersenyum, lalu masuk ke dalam super car nya.

"Hafiz, kita ke hotel The Sultan dulu," ujar Feroze.

"Baik, Sheikh," jawab Hafiz Asisten Feroze.

Dubai .... Kota yang terkenal dengan kota bebas macet karena peraturan pemerintahannya yang luar biasa rapi. Dubai ... Kota yang terkenal dengan kemewahannya, melihat super car di jalanannya sudah hal yang sangat wajar, terkenal dengan gedung-gedung pencakar langit tertinggi di dunia.

Tiga puluh menit berlalu, Feroze sampai di hotel The Sultan. Hotel yang terkenal dengan keunikannya. Hotel pencakar lagit yang memiliki view yang indah dari atas, juga hotel yang unik yang memiliki kamar Aquariumnya.

Feroze adalah salah satu pemilik saham terbesar di hotel tersebut. Ia akan menghadiri rapat pemegang saham untuk mendengar ide baru untuk meningkatkan kwalitas hotel.

Dengan gagah penuh berkharisma, Feroze berjalan menuju ruang meeting, diikuti Hafiz.

"Assalamualaikum." Feroze mengucap salam saat masuk kedalam ruang rapat.

"Waalaikumsalam, Sheikh." Semua orang menjawab salam Feroze.

Tak lama, rapat pun dimulai.

**

Siang itu, Nina dan Eriska sang Tante tengah berdiskusi tentang acara empat bulan sepupu Nina yang adalah anak dari Tantenya.

"Nina, jangan lupa, warna harus mendominasi pink dan putih sesuai favorite Queena. Tante ingin semua harus sesuai favorite Queena," ujar Erisa yang sedang memilih desain dekorasi.

"Baiklah, Tante," ujar Nina tersenyum.

"Kau ini, kapan akan berfikir untuk menikah? Jangan terlalu fokus dengan bisnis, kamu ini perempuan, Nina. Tante pusing mendengar keluhan Mamamu yang capek menjodohkanmu dengan banyak pria tapi tidak ada yang berhasil," ujar Eriska pada keponakan kesayangannya.

Nina hanya tersenyum. "Belum ada saja kali Tante jodoh Nina. Lagian, yang Mama pilihkan itu bukan tipe Nina," ujar Nina.

"Jangan banyak pilih-pilih lelaki, Nina!"

"Siapa yang pilih-pilih, Tante! Nina hanya ingin menikah dengan pria yang bisa membuat Nina jatuh cinta," ujar Nina kembali.

"Bagaimana kamu bisa jatuh cinta, jika kamu sendiri tidak mau dekat dengan pria? Kamu maunya cinta pandangan pertama gitu? Ih mana ada!"

"Ada, Tante. Nina percaya akan cinta pandangan pertama," ujar Nina.

"Kamu ini lebih aneh dari Queena ya!" Eriska hanya menggelengkan kepalanya.

Nina hanya tersenyum mendengar ocehan Tante kesayangannya.

Tak lama, ponsel Eriska berdering. Terlihat telepon dari seseorang yang tak dikenal. Eriska tak menjawab karena merasa tak kenal. Tetapi, ia terus menelepon.

"Siapa sih ini, sejak tadi menelepon," gerutu Eriska menatap ponselnya.

"Angkat saja Tante, siapa tahu penting," ujar Nina.

Eriskapun mengangkat teleponnya.

"Halo ...."

"Iya, saya sendiri. Maaf anda siapa ya?" tanya Eriska.

Tiba-tiba wajah Eriska terkejut dengan perkataan seseorang diujung telepon. Air mata jatuh tiba-tiba membasahi pipi Eriska.

"Ti---tidak mungkin, Bapak bercanda, kan?" ujar Eriska yang terus menangis.

Nina yang melihat, merasa bingung dengan apa yang terjadi.

"Baik, baik, Saya akan segera kesana," ujar Eroska yang sangat panik lalu mematikan panggilannya.

"Astagfirullah ...." Eriska menangis.

"Tante, apa yang terjadi?" tanya Nina khawatir.

"Nina .... " Eriska menangis memeluk Nina.

"Tan, katakan ada apa?" tanya Nina.

"Mobil Queena mengalami kecelakaan di tol," ujar Eriska menangis.

"Apa? Bagaimana bisa? Terus bagaimana keadaan Queena juga Alif?" tanya Nina.

"Mereka baru dibawa ke rumah sakit terdekat. Tante harus segera kesana." Eriska begitu panik, khawatir sampai tangannya bergetar. Ia tak visa meraih kunci mobilnya.

"Tan, biar Nina antar. Ayo." Nina meraih kunci mobil Eriska. Merekapun pergi segera menuju area Jonggol dimana mobil Queena mengalami kecelakaan.

Selamat perjalanan, Eriska begitu panik juga menangis.

"Tan, telepon Om Dito," ujar Nina.

Eriska mengangguk lalu meraih ponselnya untuk menelepon sang suami.

"Dito .... Dito ...." Eriska menelepon Dito dengan keadaan menangis.

"Sayang, kamu kenapa?" tanya Dito.

"Mobil Queena mengalami kecelakaan sangat parah di tol area Jonggol. Sekarang, aku dan Nina sedang menuju kesana. Kamu susul lah Aku dengan Nina. Katakan pada yang lain juga," ujar Eriska menangis.

"Astagfirullah, kenapa bisa terjadi?" tanya Dito yang mulai gemetar tak percaya juga.

"Aku masih belum tahu. Cepalah pergi menyusul," ujar Eriska.

"Baiklah, aku akan menyusul sekarang. Beritahu di rumah sakit mana," ujar Dito. "Jangan khawatir, In Shaa Allah Queena dan Alif akan baik-baik saja. Berdoa lah,"

Merekapun menutup panggilannya.

"Tenanglah, Tante. Queena dan Alif akan baik-baik saja." Nina mengusap tangan Eriska untuk menenangkannya.

To be continue ....

Terpopuler

Comments

Irma Yanti

Irma Yanti

Maher Zein

2023-08-01

1

Riry Permata Putri

Riry Permata Putri

kl feroze 30th, berarti feroza kembaranya juga 30th, feroza nikah sama irsyad adik queena, berarti nikah sama berondong kah??

2022-02-04

0

Hervin Yulaekah

Hervin Yulaekah

nyimak dulu y Thor
semangat terus 💪💪💪

2021-02-10

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!