Bab 4: (STERIL: New Mission)

Di sudut lain tempat itu, Hideo baru datang dari tugas. Setelah menyerahkan buruannya dia berjalan menuju ruangan Leony. Dia ingin bertanya tentang Tahta. Setelah pertemuannya dengan mantan kekasih Tahta waktu itu entah kenapa dia jadi penasaran dengannya.

Mata coklat miliknya menangkap sosok Tahta yang baru keluar dari ruang mandi. Tubuh kurus itu tenggelam dalam balutan handuk mengelilingi seluruh tubuhnya dari bahu hingga kaki. Zombie Tahta berjalan lamban dan terlihat mungil.

"Seperti bayi," celetuk Hideo.

"Sedang apa kau?"

Leony juga kebetulan berpapasan dengan sahabatnya. Dia merasa ganjil melihat Hideo masih berada di gedung Atlantis. Biasanya setelah menyerahkan buruan, Komandan Divisi Utara itu akan langsung pergi ke markas yang hanya ditempuh dalam waktu 10 menit dari Atlantis. Oh, mungkin Hideo ingin mengajaknya nongkrong seperti yang biasa mereka lakukan bersama Mark.

"Hanya melihat-lihat."

"Apa ada yang menarik di sini? Apa yang kaulihat?" Leony menoleh mengikuti arah pandangan Hideo. "Dia Tahta. Anak kesayangan Tuan Altar, salah satu donatur terbesar proyek STERIL di tempat ini. Satu-satunya zombie yang akan dicarikan pasangan oleh ayahnya."

"Ck, aku tahu dia Tahta. Bukankah aku melihat papan namanya waktu itu?" Hideo berdecak kesal.

"Kukira kau lupa." Leony terkekeh pelan.

"Oh, si pak tua yang heboh mencari-cari anaknya itu dan terus saja membuat sayembara di mana-mana? Meskipun aku tidak suka bergosip, tapi semua anak buahku membicarakan beritanya. Terima kasih pada mereka, mau tidak mau aku jadi tahu gosip."

"Jaga bicaramu, Hideo. Ini bukan gosip, tapi kenyataan. Kau tidak tahu seberapa besar pengaruh Tuan Altar di sini."

"Apa peduliku?"

"Kau tahu ... sewaktu anaknya hilang dan dicurigai menjadi zombie dia sangat terpukul. Dia berjanji akan memberikan hadiah pada siapapun yang telah menemukan anaknya. Dan sekarang dia berniat mencarikan pasangan. Jadi, bersiap-siaplah." Leony menepuk bahu Hideo seolah memberi dukungan.

Leony masih terus menggoda sementara Hideo sendiri tidak terlalu ambil pusing dengan hadiah atau apapun yang disebutkan tadi.

"Omong kosong. Aku tidak peduli. Yang kuinginkan sekarang adalah pergi ke club lalu bersenang-senang."

Hideo menengglengkan kepala ke kanan dan kiri. Sekadar melemaskan otot-otot kaku. Pekerjaan membuat konsentrasinya terkuras dan dia butuh hiburan. Kalau kalian kira dia akan bersenang-senang dengan bermain cinta maka kalian salah. Dia orang yang sangat menghargai nilai suatu hubungan. Walaupun banyak gadis bersedia telanjang untuknya, tapi dia termasuk orang yang pemilih.

"Kau carilah pasangan lalu pergi berkencan. Lihat! Kau semakin keriput karena pekerjaan." Leony terkekeh lagi. Tentu dia cuma bercanda. Sahabatnya jelas tidak tua. Dia hanya ingin menggoda.

"Sembarangan. Aku masih tampan dan muda tahu."

Mata Hideo mencuri-curi pandang ke arah Tahta yang kini tengah berjongkok. Poni zombie itu menari-nari terkena angin dari kipas air conditioner berukuran besar. Namum raut wajahnya datar. 'Sedang apa dia? Jangan bilang dia tertarik pada angin?' Hideo tersenyum geli melihat tingkah Tahta yang err ... menggemaskan meski dia masih jadi zombie. Hideo diam-diam menertawai bagaimana usaha para perawat yang memaksa Tahta untuk berdiri dan kembali ke dalam ruangannya.

"Ah-ha, kulihat kau mulai tertarik dengannya," Leony manggut-manggut. 

Hideo sangat jarang memperhatikan sesuatu, kecuali koleksi senjata apinya. Jadi ini pemandangan langka. Perubahan sekecil apapun tak bisa disembunyikan dari Leony. Dia merasa seperti menjadi ibu bagi Hideo karena dapat membaca sedikit gerak-gerik pria itu.

Obrolan mereka terpaksa harus berhenti karena suara ribut-ribut dari ruang rawat Tahta. Mereka pun segera berlari menghampiri dua pria yang sedang menahan tubuh Tahta di kedua sisi. Tidak hanya Leony yang kebingungan, tetapi Hideo juga. Apakah Tahta kabur?

"Apa yang terjadi?" tanya Leony.

"Dia tiba-tiba mengamuk saat kami ingin memakaikan baju," kata salah seorang petugas. Siapa pun sekarang menjaga jarak dari Tahta.

Tahta menyeringai, memperlihatkan gusinya yang merah. Zombie itu baru tiga hari di Atlantis, jadi obat belum sepenuhnya bekerja. Tahap penyembuhan masih panjang. Dalam sehari, para zombie harus menerima masing-masing tiga kali suntikan serum regenerasi sel dosis tinggi, pengecekan fisik, dan CT scan secara menyeluruh. Semua zombie yang dipantau baru menjalani tahap awal saja. Sisanya masih menunggu reaksi.

Tahta tampaknya merasa sangat terusik. Jelas ini bukan karena reaksi dari obat melainkan hal lain. Zombie yang terganggu sangat berbahaya. Dia pun balas menyerang siapa saja yang mendekatinya. Dia tidak peduli apapun dan siapapun itu.

Bukannya menghindar, Hideo justru berjalan mendekati Tahta dan merebut pakaian dari tangan petugas.

"Kami akan menyembuhkanmu. Kau jangan banyak tingkah atau terpaksa kugunakan senjata supaya kau benar-benar mati. Oke?!" Hideo tidak gentar saat Tahta balas menatapnya nyalang.

Mata mereka saling bertemu dan terkunci. Entah kenapa Tahta akhirnya berhenti memberontak, seolah ada tali yang saling terhubung di antara mereka berdua. Hideo mengambil sepasang sarung tangan khusus dari balik saku celana lalu memakainya. Tak menunggu lama Hideo pun cepat-cepat menggunakan kesempatan ini untuk memakaikan baju ke tubuh kurus Tahta.

Selagi memakaikan pakaian, Hideo tidak habis pikir bagaimana bisa zombie memiliki kulit yang sangat putih dan bercahaya? Ya, walaupun di pipinya masih terdapat luka gigitan tapi tidak bisa menutupi garis wajahnya yang menawan. Hideo menengadahkan kepala. 'Oh, ini pasti karena sorot lampu.'

"Oke. Sekarang sudah selesai." Hideo menyunggingkan senyum di sudut bibirnya.

Setelah memakai baju, Tahta berjalan mondar-mandir di tengah ruangan. Pelan dan sangat kaku. Sesekali dia menunduk dan menggumam tidak jelas. Terkadang dia hampir menabrak dinding sehingga Hideo tergerak untuk membantunya. Namun, baru berjalan beberapa langkah, Hideo ditatap nyalang lagi.

"Oh, oke. Aku tidak akan menyentuhmu. Lakukan apa yang kaumau. Kau boleh mengitari ruangan ini. Ruangan ini sangat luas. Hanya ada satu meja dan kursi di sini."

Setelah mengatakannya, Hideo langsung merasa bodoh. Buat apa juga dia mengajak zombie mengobrol? Tahta jelas tidak akan mendengar, apalagi merespon kata-katanya. Hideo, sepertinya kaubutuh udara segar.

"Si tuan galak berubah jadi bodoh," ejek Leony yang mendengar sahabatnya berbicara dengan zombie. Dia terkekeh senang ketika Hideo melotot.

Setelah mandi, sekarang tiba waktunya untuk makan. Seorang petugas masuk ke dalam ruangan sambil membawa piring dengan daging mentah yang masih menyisakan darah. Mencium bau daging, Tahta segera bereaksi dan hampir menerjang si petugas kalau saja Hideo tidak menarik kedua tangannya dari belakang. Tahta menyeringai barusaha untuk meraih piring itu. Segera setelah piring ditaruh di atas meja dan tangannya dilepaskan dia langsung berlari dan makan dengan rakus.

"Apa enaknya makan itu?" Hideo berkomentar tapi raut wajahnya sama sekali tidak jijik.

Tahta di depannya tetap melahap daging sampai-sampai mulutnya belepotan darah. Dia sama sekali tidak menghiraukan seseorang di depannya. Namun, beberapa detik kemudian gerakannya berhenti. Mata ungu pucatnya melirik ke depan, tepat di mana Hideo berdiri.

Sadar sedang ditatap, Hideo lantas balas menatap Tahta, "Kau sedang menatapku, ya?"

Tahta tidak menyahut. Dia kembali pada acara makannya. Lagi-lagi Hideo merasa bodoh. Pemuda itu berdecak karena dicueki. Siapa yang merasa senang di sini? Pasti Leony. Tubuh wanita itu bergetar menahan tawa.

PRANG

Piring dibanting setelah dagingnya habis. Hideo mengira Tahta emosi karena masih lapar, tapi sepertinya dia salah. Tahta hanya ingin melakukannya. Tahta ingin membuat kegaduhan. Sekarang zombie remaja itu malah menggaruk-garukan sepuluh kukunya ke atas meja. Dia menggeram.

'Apa zombie tidak butuh minum?' bathin Hideo.

****

Hideo berjalan memasuki sebuah rumah mewah milik salah seorang paling berpengaruh di kota Lazar. Saat dia sampai di markas militer, tiba-tiba saja diminta untuk datang ke kediaman Tuan Altar Langit. Pemuda itu tidak tahu apa tujuan dari pria itu memanggilnya secara pribadi. Instingnya mengatakan jika hal ini berkaitan dengan anaknya.

Hideo melihat banyak pigura berisi foto Tahta digantung di dinding. Beberapa di antaranya memakai baju seragam sekolah dan beberapa sedang memegang piala. Di antara semua foto yang paling menarik adalah foto ketika Tahta tersenyum sambari menggendong seekor kucing berbulu abu-abu. Senyum remaja itu manis tampak manis dengan sorot mata kehidupan.

"Selamat sore, Tuan Altar," sapa Hideo pada pria paruh baya di depannya.

Mereka sekarang sedang berada di sebuah ruangan. Di salah satu sisinya terdapat dinding terbuat dari kaca tebal. Dibalik dinding itu ada taman yang cukup memanjakan mata. Tuan Altar tak melepas pandangan dari luar sana, seolah sedang mengenang sesuatu. Wajahnya terlihat sedikit suram, namun auranya tetap memancarkan kharismatik yang kuat.

"Terima kasih sudah datang." Tuan Altar menoleh pada Hideo sekilas sebelum kembali melihat ke arah taman.

"Namamu Hideo Alexander, bukan? Umur 27 tahun, seorang komandan divisi penyelamatan program STERIL. Memiliki keahlian menembak jarak jauh dan jarak dekat. Mahir menggunakan senjata api maupun senjata tajam. Menguasai taekwondo, karate, muai-thai, tinju, dan martial art. Lulus ujian militer dengan nilai sempurna dan menjadi komandan pasukan di umur 23 tahun. Hm, mengesankan."

"Anda terlalu berlebihan, Tuan."

Tuan Altar membalik badan sehingga dua pria berbeda umur itu saling bersitatap. "Setelah aku bertemu langsung denganmu secara pribadi, kurasa itu bukan hal berlebihan. Sepak terjangmu selama menjalankan misi STERIL terbilang baik," lanjutnya memuji.

"Itu sudah menjadi tugasku."

"Justru karena itu aku terkesan. Tidak banyak orang yang mau melakukan pekerjaan dengan tulus sepertimu. Ah, Sebagai ucapan terima kasih aku akan memberikan sebuah rumah mewah beserta isinya. Aku ingin kau menerimanya."

"Terima kasih, Tuan. Aku merasa tidak pantas mendapatkan semua itu."

"Kaupantas. Selain kau telah menemukan anakku, aku juga mendapat laporan kalau kemarin kau membantu Tahta memakai baju."

"Karena dia mengamuk dan perawat itu kesusahan, jadi aku membantu mereka."

"Kau pemberani. Tentu saja karena kau seorang militer," kata Tuan Altar sambil berjalan ke meja kerjanya. Ada sebuah foto keluarga di sana. Foto dirinya bersama istri dan Tahta saat masih kecil. Melihat foto itu membuat dua sudut bibir Tuan Altar melengkung ke atas.

"Setelah istriku wafat, aku hanya tinggal berdua dengan Tahta putriku. Aku sangat menyayanginya. Ketika tahu dia menghilang aku merasa sangat terpukul. Aku sampai tidak punya wajah hanya untuk sekadar mengunjungi makam istriku. Tapi kau berhasil membawa kembali putriku walaupun dalam keadaan seperti itu. Aku berterima kasih padamu."

Hideo mendengarkan kata-kata Tuan Altar dengan saksama.

"Hm ... apa kau sudah punya pasangan?"

Ada sebuah firasat buruk mengenai pertanyaan yang dilontarkan oleh pria di depannya.

"Belum. Aku tidak ada waktu untuk memikirkannya."

"Aku berniat menjadikanmu pasangan anakku, Tahta. Karena kau seorang militer yang tangguh, kurasa kau tidak akan ketakutan menghadapinya dan kau juga bisa melindungi dirimu sendiri kalau suatu saat dia menyerangmu."

Hideo tampak terkejut. Menjadi kekasih zombie yang sedang disembuhkan adalah hal yang tak pernah dia pikirkan sebelumnya. Walaupun dia belum punya pasangan, tapi memiliki kekasih zombie sangat berisiko. Risikonya mati atau berubah menjadi mayat hidup seperti 'mereka.'

"Aku sama sekali----"

"Aku menaruh harapanku pada misi STERIL. Aku ingin orang-orang yang telah menjadi mayat hidup bisa berubah dan diberi kesempatan untuk hidup dengan normal. Kalau ada satu saja pasangan seperti itu, bukankah harapan akan semakin terbentang untuk yang lainnya?" Tuan Altar mendekati Hideo sehingga dua pria itu berhadap-hadapan.

"Aku menaruh harapan besar pada misi STERIL. Dan aku punya misi lain denganmu. Ini adalah misi rahasia di antara kau dan aku. Kau dan Tahta akan jadi pasangan pertama untuk membuat perubahan. Apa kau bisa menerimanya?"

Hideo diam sejenak sebelum akhirnya berbicara, "Baiklah. Aku menerimanya."

****

Bersambung

Terpopuler

Comments

Izumii

Izumii

HAAHHAHAHA

2022-05-16

1

Yokari Arata

Yokari Arata

woah~ Thor-san.... Ceritanya so good (kaya merek nuget 😁 // *plak) Pertama kali nemu cerita ini di WP 😘.... Tak bisa berkata-kata lebih sejauh ini, karena terlalu~ 😌 Semangat terus ya, Thor-san... dalam berkarya~! 😄
bom like akan segera datang padamu!

-salam dari sesama penulis-
jangan lupa mampir, ya~! Di ceritaku 😄 dengan judul, The Gene Viruses
Rating: R (13+)
Setting latar: Jepang
(untuk selebihnya, mampir langsung saja ya... jika berminat 😄 Sankyu 😊)

2021-01-15

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!