Hideo akhirnya menerima misi baru. Misi rahasianya bersama Tuan Altar. Dia masih tidak percaya menerima misi itu begitu saja. Ketika Tuan Altar memintanya untuk jadi pasangan Tahta jelas dia sangat terkejut, namun juga tidak marah. Apa yang sudah merasukinya hingga dia berkata 'ya'?
Hideo pulang ke rumah dengan pikiran campur aduk. Mungkin mandi akan membuat pikirannya segar dan sedikit tenang, jadi dia pergi untuk membersihkan diri. Guyuran air dibiarkan berjatuhan dari kepala hingga membasahi tubuh kekarnya. Sentuhan dari partikel air terasa menyegarkan di kulit. Sekarang perasaannya jauh lebih baik.
Namun, kekosongan itu masih terasa dan lebih kentara ketika dia keluar dari kamar mandi mendapati rumahnya sepi. Acara makan malam seorang diri sudah menjadi kebiasaan rutin dan sebentar lagi akan mendarah daging jika dia tidak segera memiliki pasangan. Terbiasa, mungkin itulah satu-satunya penyelamat agar kehidupannya tidak menyedihkan. Adakalanya Mark dan Leony berkunjung, tapi tidak setiap hari. Hideo sadar mereka punya urusan masing-masing.
Hideo menghela napas sebelum akhirnya memaksakan kedua matanya agar terpejam. Entah kesialan apa yang sedang menghampirinya, dia malah terbayang sosok Tahta yang sedang berjongkok di depan air conditioner portable. Hideo tersenyum geli hanya karena mengingatnya.
"Aku benar-benar sudah gila," gumamnya.
****
Setelah Hideo menyetujui misi rahasia antara Tuan Altar dengan dirinya, dia jadi sering pergi mengunjungi ruangan Tahta, sekadar memantau atau bertanya pada sahabat ilmuwannya tentang perkembangan zombie itu. Setelahnya dia akan mengabari ayah Tahta.
"Kau ke sini lagi, Hideo?" Leony yang saat itu sedang berjalan sambil menenteng berkas tidak lagi terkejut melihat Hideo berada di ruang rehabilitasi. Setelah bertugas, Hideo tidak akan pulang, melainkan melihat Tahta walau hanya dari balik dinding kaca.
"Yo! Aku cuma melihat-lihat."
"Melihat-lihat atau melihat Tahta?" Leony tersenyum di sudut bibirnya.
"Ck. Keduanya."
"Kudengar Tuan Altar memanggilmu waktu itu? Apa ada sesuatu? Atau jangan-jangan dia memintamu untuk jadi pasangan anaknya?"
Hideo berdehem. Ucapan Leony sangat tepat sasaran. "Tidak ada. Dia cuma mau berterima kasih padaku karena berhasil menemukan anaknya."
"Cuma itu?" Leony memukul lengan Hideo dengan berkas yang dibawa "Pasti ada yang kau sembunyikan. Sejak kau berbicara dengan Tuan Altar, kau jadi sering menemui Tahta. Aku tidak yakin dia cuma mengucapkan terima kasih. Jangan membodohiku."
"Sebenarnya ada sesuatu, tapi beliau memintaku untuk merahasiakannya."
"Oh. Baiklah."
****
Hideo berjalan di koridor dan menemukan Tahta sedang berdiri di depan air conditioner portable berukuran besar seperti waktu lalu. Poni pirang keperakannya mengayun-ayun ke atas tertiup angin, terlihat lucu. Raut wajahnya tak berubah, masih datar seperti sebelumnya.
"Hei, apa kau kepanasan?" tanya Hideo. Dia tahu Tahta tidak akan menjawab, tapi tetap mengajaknya mengobrol. Apa yang dia harapkan? Saling berinteraksi? Masih terlalu dini.
Tahta tidak peduli. Dia pergi dan mengabaikan Hideo dengan langkah setengah diseret. Bunyi 'Cling-cling' dari gelang rantai di kedua kakinya menjadi satu-satunya suara di antara mereka. Saat itu tidak ada satupun perawat di sekitar Tahta. Dari sekian banyak zombie yang direhabilitasi, hanya anak Tuan Altar yang dibiarkan berkeliaran saat sore hari.
Bangunan Atlantis berbentuk hexagonal enam sudut dan memiliki tujuh lantai. Di tiap lantai memiliki taman di dalam ruangan sebagai terapi untuk menyentuh sisi manusiawi para zombie. Udara diatur sedemikian rupa. Ketika memasuki area ini, bau udara segar pegunungan langsung tercium. Untuk manusia normal bau alam sangat menenangkan, namun bagi zombie bau ini berfungsi sebagai relaksasi yang menekan agresivitas. Itu sebabnya zombie di area Atlantis sangat tenang meski ada manusia di sekitar mereka.
Tahta berhenti berjalan lalu berbaring. Pipinya yang sedikit terkoyak tidak merasa sakit saat bergesekan dengan tanah berumput, seolah mati rasa. Dia hanya menggaruk-garukan lima jarinya ke atas rerumputan.
"Um. Um," gumamnya pelan. Penampilan serba putih membuat Tahta terlihat bercahaya terkena sinar matahari yang masuk melalui jendela. Sungguh cantik seperti boneka.
Hideo masih mengikuti Tahta di belakang. Pemuda itu tidak berbuat apa-apa selain mengamati dalam jarak tertentu. Sesekali dia mendengar Tahta menggumam. Hideo melihat ke sudut lain taman. Saat itulah pandangan matanya mengarah pada bunga-bunga yang mekar indah serta menebar wangi.
"Kurasa bunga ini cocok untukmu." Hideo berjongkok tepat di hadapan Tahta. Entah apa yang merasuki Hideo hingga dia memetik setangkai bunga lalu menyematkannya di telinga Tahta.
"Um. Um," Tahta hanya menggumam sebagai jawaban. Dia terlihat lebih manusiawi dengan bunga itu. Namun, siapa sangka tindakan seperti ini mampu menarik perhatian. Bola mata Tahta tiba-tiba melirik ke arah Hideo. Tatapan yang semula kosong kini fokus pada satu obyek----Hideo.
Hideo tertegun.
"Apa kau sedang mengamatiku?" Hideo bertindak siaga kali ini, karena Tahta tengah menatap lurus ke arahnya.
"Hargh!"
Tahta tiba-tiba menyeringai. Dia menyerang Hideo. Dengan sekuat tenaga Hideo menahan kedua tangan Tahta untuk menghindari gigitan. Tahta belum pulih. Meski diberi obat penawar dan regenerasi sel, manusia sehat harus tetap menjaga jarak agar tidak tertular. Tampaknya Hideo lupa peraturan ini.
TUT TUT TUT
Sirine berbunyi dibarengi suara operator memberi peringatan.
[Terjadi penyerangan di lantai 3, area taman. Cepat kirim perawat untuk mengatasi masalah!]
Hideo masih menahan Tahta yang tiba-tiba menggila ketika para perawat berpakaian putih datang. Setelah disuntikkan obat bius, Tahta dibawa pergi untuk dikurung di ruangannya.
****
"Apa yang kau pikirkan, Hideo?" Leony marah pada sahabatnya. Bukankah dia sudah memperingatkan Hideo tentang Tahta? Hideo tidak mendengarkan. Tumben sekali, pemuda itu tidak patuh.
"Kubilang jaga jarak dari Tahta setidaknya tiga meter! Apa yang kaulakukan tadi sampai Tahta menyerangmu?"
Hideo diam sejenak untuk menimang, "Aku hanya menaruh bunga di telinganya." Memang begitu adanya. Hideo memutuskan untuk menjawab, daripada Leony terus menembakinya dengan sorot mata tidak sedap.
"Menaruh bunga?! Maksudmu kau menyematkan bunga di telinganya?!" Kau benar-benar melakukannya?" Leony terkejut.
"Ya. Aku melakukannya? Kenapa?"
Dia kenal dengan Hideo sejak lama dan tidak pernah sekalipun melihat sahabatnya berbuat romantis seperti ini. Oh, apakah memberi bunga pada zombie termasuk tindakan romantis? Leony memang pernah memberi saran agar Hideo memiliki kekasih, namun dia tidak pernah mengira kalau sahabatnya memberi perhatian pada zombie.
"Dia zombie. Kau harus jaga jarak darinya. Kalau tidak----"
"Dia kekasihku."
"A-pa?!" Mata Leony terbuka sempurna.
"Mulai sekarang dia kekasihku."
"Hideo, kaugila! Aku memang menyuruhmu untuk punya pasangan, tapi aku tidak menyangka kalau kau akan terpengaruh oleh sayembara dari Tuan Altar. Tahta zombie----dan obat yang dibuat oleh para ilmuwan masih dalam tahap percobaan dan perbaikan. Kau tahu ada berapa banyak zombie yang gagal dan mati karena pendarahan?!"
"Aku tahu, tapi Tahta tetap kekasihku apapun yang terjadi."
"Cari orang lain yang benar-benar manusia!"
"Tahta pasti akan pulih. Aku yakin itu!"
"Kenapa kau keras kepala sekali?!"
"Kenapa kau tidak yakin pada penelitianmu sendiri?!"
Leony tidak membalas. Memang benar, STERIL adalah penelitian yang dijalankan oleh ilmuwan dan dokter berpengalaman. Bersama Profesor Hartman selaku pemimpin penelitian, mereka telah berjuang keras membuat penawar virus dan memulihkan zombie. Namun, berbagai kemungkinan bisa saja terjadi.
Leony frustrasi. Bagaimana lagi caranya agar Hideo mengerti bahwa masalah ini bukan main-main? Leony menerima jika Tahta mendapat pasangan orang lain, namun bukan sahabatnya sendiri. Dia tidak ingin Hideo sedih karena kehilangan seseorang.
"Hideo kau----"
[Doktor Leony, harap kunjungi kamar nomor 123. Terjadi pendarahan di area mulut pada pasien di kamar tersebut. Segera lakukan tindakan!]
Pemberitahuan dari pengeras suara menyadarkan dua orang yang tengah berdebat sengit. Leony menatap Hideo lagi. Dia masih berharap pemberitahuan tadi menyadarkan Hideo, bahwa memiliki pasangan zombie bukanlah pilihan terbaik. Leony masih ingin melihat sahabatnya hidup normal, memiliki istri dan anak, lalu bahagia.
"Kaudengar apa yang mereka katakan? Pahamilah kenyataan ini dan pikirkan baik-baik. Carilah orang lain untuk dijadikan kekasih." Leony baru saja membalik badan ingin meninggalkan ruangan, namun kata-kata Hideo berikutnya membuat langkahnya terhenti.
"Aku sudah menemukannya, bagaimana bisa kausuruh aku untuk mencari yang lain? Aku tetap pada pendirianku. Aku ingin Tahta jadi kekasihku. Kautahu pasti aku orang yang seperti apa? Aku tidak akan mengubah keputusan."
"Kau sudah gila, Hideo."
"Aku terima itu."
"Terserah kau sajalah!"
Hideo tersenyum, "Karena itu mulai saat ini aku meminta tolong padamu agar bekerja lebih keras untuk mencari penawarnya."
"Ck. Kau hanya menambah pekerjaanku saja!" Leony menggerutu sebelum pergi.
Zombie-zombie yang dibawa ke Atlantis satu-satu per satu mengalami pendarahan hebat, bahkan lebih parah dari sewaktu manusia diubah menjadi mayat hidup. Tubuh mereka menolak serum dan obat-obatan setelah 4 atau 5 hari dirawat. Setelah pendarahan hebat mereka benar-benar dinyatakan mati.
Profesor Hartman menggelengkan kepala. Pria yang rambutnya ditumbuhi uban itu tampak frustrasi. Sudah bertahun-tahun dia bergelut dengan obat-obatan kimia guna mencari penawar virus zombie. Negara telah banyak mengeluarkan biaya termasuk para konglomerat. Hasilnya belum ada satu pun zombie yang berhasil melewati hari ke-5. Semuanya mati. Semua penelitian ini sia-sia.
"Profesor, sebaiknya kau beristirahat. Wajahmu kelihatan lelah." Leony yang saat itu berada satu ruangan dengan profesor seniornya turut perihatin. Dia mengerti bahwa profesor saat ini sedang kebingungan.
"Bagaimana ini Leony? Semua percobaan kita gagal. Obatnya tidak bereaksi malah membuat mati."
"Kurasa kita perlu mencoba bahan lain. Selama ini kita hanya menggunakan bahan kimia. Kenapa kita tidak mencoba bahan alami?"
"Maksudmu?"
Leony mengambil sebuah buku besar berisi catatan dari dalam laci, lalu menunjukkannya dengan semangat.
"Lihat, Profesor! Selama ini diam-diam aku meneliti berbagai macam tanaman dan hewan. Beberapa di antaranya baik untuk perkembangan jaringan sel. Ada begitu banyak lagi bahan alami yang bisa kita gunakan dan tidak ada batasnya. Bila kita bisa mengolahnya dengan baik maka keberhasilannya sama seperti bahan kimia. Selain itu efek samping yang ditimbulkan sangat minim."
Semangat yang semula hilang kini bangkit lagi. Profesor Hartman seperti melihat secercah harapan. Pria itu membaca dan meneliti baik-baik catatan yang ditulis oleh Leony. Di sana tertera dengan detail kandungan apa saja yang tertera pada sebuah benda, misalnya saja daun dengan duri-duri dan daging berlendir. Leony menuliskan hampir semua kandungan vitamin di dalamnya.
"Hm. Ini seperti profil tanaman dan hewan," gumam Profesor Hartman.
"Um, sebenarnya itu penelitian untuk tugas akhir kuliahku dulu."
"Bagus. Sekarang kita bisa menggunakannya. Aku jadi teringat pada kata-kata seseorang."
...Saat kita menciptakan sesuatu dan berakhir dengan kegagalan, saatnya beralih pada alam. Alam akan memberi semua yang kau butuhkan....
...(Gillian)...
****
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments
Awaa Comel
kak kabarnya sampai sekarang aku masih membayangkan tahta itu cowokkk😭😭😭
2023-06-19
0
티아 라티파
Why ಥ‿ಥ, knp ༎ຶ‿༎ຶ. But it's ok, aku penasaran soalnya
2021-08-12
0
Vigilo
hai aq mampir. semangat up terus sampai sukses! mari saling dukung sesama penulis ke depannya :D
-Penjahat Di Dunia Bodoh (comedy, fantasi)
-In TOKYO (action, romance)
2021-02-04
2