***
Dan aku tahu dengan seyakin-yakinnya kalau cewek itu paling suka diberi kejutan. Makanya banyak program reality show semacam pernyataan cinta diam-diam atau lamaran diam-diam. Ini pun berdasarkan clue yang kudapat hasil survey di kelas bahwa dari 26 orang cewek yang ada hanya satu yang tidak suka kejutan yaitu Sasha.
“Sasha!”
Aku memanggilnya dari sudut kelas. Sasha mendekatiku. Sebulan belakangan ini kami hampir selalu menghabiskan waktu istirahat bersama. Kecuali jika dia sedang berhasrat ingin pup karna biasanya itu makan waktu setengah jam dan kupastikan rutin 3 hari sekali. Kami duduk di koridor depan kelas.
“Beres?” tanyaku meyakinkan.
“Apanya yang harus diberesin sih? Tinggal tembak aja. Harus siapin apa?”
“Iya sih… gugup aja gue. Lo yakin kan dia excited sama sms-sms gue?” aku menunduk penuh kecemasan. Sasha menepuk bahuku pelan tapi itu tidak membantu.
“Tenang! Pede! lo udah berhasil buat dia nyaman. Dia cerita gitu sih ke gue. Buktinya dia mau smsan sama lo intense gitu. Dia kan cuek banget. Berarti lo udah setengah berhasil.”
Kata-kata Sasha membatku sedikit tenang.
“Okehh… selesai drama B. Indonesia gue bakal langsung nembak dia. Doain gue yah Sha.” ujarku.
“Okehh juga” kami berjabat tangan seperti nasabah yang baru membeli polis asuransi dari seorang marketing. Deal!
***
Dan aku dengan pasti dan yakin sangat benci kegugupan. Ini membuatku mulas dan berhasrat ingin buang gas. Karna terlalu gugup aku jadi lemas dan dengan kaki berselonjor kedepan hanya bisa duduk di kursi pojok kelas.
“Nyo, kenapa lo? lo sama bumil nggak ada bedanya.” Dion mendekat dan mengambil tempat di kursi sebelahku. Dia menunjukkan ekspresi kekhawatiran sebagai ketua kelas. Tapi…
“Sana… sana lo… gue lagi mau sendiri.” Dion ngedumel mendapati responku. Dia beranjak dari duduknya meningalkanku yang masih merenung memperhatikan jalannya drama. Sebentar lagi. Sebentar lagi Sang Pangeran akan menyatakan cinta pada Cinderella. Dan kemudian giliranku.
Brutt! Aku kentut.
"Cinderella maukah kau menikah denganku?"lalu Cinderella memandangi Sang Pangeran dengan wajah malu dan senyum asam manis.
"Iya pangeran, aku mau."
Ya! Ini giliranku! Aku melirik pada Sasha. Dia sudah melirikku terlebih dahulu. Lalu kami saling mengedipkan mata ala emotikon yang disebut winking. Aku maju ke depan kelas diikuti Sasha seraya menarik tangan Abel. Sasha membawanya ke hadapanku. Seisi kelas riuh. Tapi mereka bersedia menepi. Ada yang mengucapkan ciee… prikitiw… atau melakukan sesuatu yang selama ini tak pernah bisa kulakukan yaitu bersiul cuitt cuitt..
Bu Amel, guru Bahasa Indonesia kami hanya terbengong sambil mengerenyitkan dahi. Bersandar pada meja guru.
Semua sudah menyingkir. Hanya ada aku dan Abel di depan kelas. Semua tiba-tiba hening menatap kami sesaat setelah aku berdehem. Abel sendiri kebingungan.
Aku menarik nafas dalam-dalam. Memandangi Abel dengan tajam. Dibalas oleh pelototan mata bulat Abel. Aku sedang menjadi Arjuna pencari cinta tanpa panah dan busur. Tanpa coklat dan bunga. Tepatnya ketinggalan di rumah.
Dag! Dig! Dug!
“Bel…gue mau lo jadi pacar gue!” kataku cepat dan lantang.
Seisi kelas riuh kembali. Mereka bersorak-sorai seperti sedang menonton konser dangdut. Kerenyitan di dahi Abel terlihat semakin dalam.
Kayaknya gue salah nih!
“Eh…Bel gue suka sama lo. Mau nggak lo jadi pacar gue?” aku mengulangi penembakanku. Nafasku tersengal seperti terhenti diantara paru-paru dan kerongkongan.
Abel masih diam. Kerutan di dahinya menghilang. Ekspresinya lebih datar.
“Bukannya lo mau nembak si Sasha? Kok jadi gue?” akhirnya Abel mengeluarkan suara. Dia melirik tajam kearah Sasha yang sedang duduk di bangku baris ke dua menyaksikan kami. Sasha nyengir membalas lirikan tajam Abel.
“Lagian kita itu sahabat jadi nggak mungkin pacaran.” katanya lagi.
“Justru Sasha yang bantuin gue. Bel…”
“Jadi yang sms gue selama ini…” tanyanya penuh selidik.
“Iya! Itu gue, Sinyo!”
Aku menarik tangan Abel. Membawanya ke koridor depan kelas. Semua teman, hampir seisi sekolah mengintip di balik jendela. Beberapa berkerumun di bingkai pintu. Tidak terkecuali Bu Amel yang ikut terselip di antara kerumunan di bingkai pintu.
“Lo tunggu di sini. Gue buktiin cinta gue ke lo. Gue bakal lakuin apa yang selama ini lo suruh ke gue tapi nggak pernah gue lakuin. Lari pagi!”
“Tapi ini siang.” sergah Abel.
“Yaa…pokoknya yang penting lari. Gue bakal bakal lari keliling lapangan tiga kali. Di setiap gue sampe di depan lo, gue kasih tau lo alasan-alasan kenapa gue sama lo bisa dan mungkin banget pacaran.” ucapku terengah-engah karna gugup. Abel masih saja memasang wajah dingin.
Putaran pertama!
Aku berlari santai kurang lebih sepuluh menit. Wajahku merah. Ketiak basah kuyup. Keringat membasahi seragam. Ngos-ngosan. Bau badan, mungkin ketiak mulai asam.
“Satu! Karna lo dan gue adalah sahabat yang udah saling ngerti. Bisa terima kelebihan dan kekurangan masing-masing!”
Putaran ke dua!
Aku berlari lebih santai dengan empat kali berhenti untuk menarik nafas selama lebih kurang tiga belas menit. Mungkin lebih lima menit. Wajah nyaris gosong. Mata merah berair. Mandi keringat. Kaki kaku karna kecapekan. Ngos-ngosan jangan disebut lagi. Ini ngos-ngosan stadium tiga. Nafas hampir putus.
“Duah! Karnah lo udah nyamanh sama gueh. Lebih dari sahabat. Gue tau itu!”
Putaran ke tiga!
Lari terseok-seok. Tampilan muka abstrak. Baju basah lepek amburadul. Nafas seperti tinggal tersisa di pangkal kerongkongan. Ini baru bisa disebut setengah mati.
“Tigahh…” kataku dengan suara tersengal-sengal.
“Karnaah loh dan guehh..sad..harh atau ngaahh. Kitahh sah..linghh sehhayangghh.”
aku menarik nafas dalam. Mengaturnya agar tidak benar-benar berhenti.
“Tau dari man..”
“Bel!” seruku cepat memotong keraguan Abel.
“Since everything about you, me and us has been our concern. We are more than you used to think. We’ve touched the love.” kali ini suaraku lebih tenang dari sebelumnya. Rasanya plongghh…
Semua yang menyaksikan riuh kembali. Beberapa ada yang terharu. Aku memandang Abel penuh harap.
Tiba-tiba Abel tertawa terbahak-bahak. Membuat semua yang semula riuh berubah hening. Aku pun melongo keheranan.
Apa cewek kalau ditembak sahabatnya sendiri bisa jadi gila? Kasian Abel.
Kini giliran Abel yang mendekatiku. Dia lalu menarik tanganku. Kami duduk di tepi koridor. Aku masih belum mengerti apa maksudnya.
“Lo bau keringet.” katanya setengah berbisik.
“Iyalah, masa bau bensin.” aku nyengir.
“Hahah…kita sahabatan udah tiga tahun. Dari kelas satu gitu..” Abel menepuk bahuku keras. Aku meringsut menahan nyeri.
“Lo kira gue nggak kenal gaya sms lo! Ya gue tau lahh itu lo. Tapi gue diemin aja. Gue mau liat gaya lebay lo sampe mana.” Abel tertawa ngakak. Aku Cuma bisa diam pasrah.
“Jadi?” Tanyaku memastikan keputusannya.
“Tapi gue belum cukur bulu ketek.” bisiknya di telingaku.
“Nggak apa-apa. Bener deh...”
“Sipp…lo sukses macarin cewek cantik!”
Hahh… aku speechless. Hanya bisa memandang wajah Abel yang juga memandangiku dengan senyum tersungging di bibir tebalnya. Aku ingin memeluk Abel tapi takut dijewer Bu Amel yang masih memperhatikan kami. Hahah..akhirnya kami hanya bisa saling menertawakan kesalah tingkahan kami masing-masing.
Ciee…prikitiw…cuitt cuitt… seru teman-teman.
Bruutt!
Plaak!
Kesan pertama pacaran dengan Abel. Tangan merah dikeplak karna mengentuti. Aku gugup…
*** End
Sampai jumpa di cerpen berikutnya 😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments
sudah tidak aktif
Hahaha...
2021-02-28
0