Suara tamparan yang sangat keras itu, mendarat tepat di pipi Bryan. Semua orang yang melihat itu, ada yang tiba-tiba berdiri dan ada juga yang sampai menjatuhkan barang-barang yang ada di tangan mereka.
Sedangkan gue? Tentu saja, hany berpura-pura terkejut dan sedikit mengeluarkan ekspresi takut.
"Mulut lu mau gue jahit, hah?!! Berani banget lu bilang kayak gitu ke gue!!" geram Jessica.
Bukannya melawan ataupun marah dengan tingkah Jessica, Bryan malah tiba-tiba menyeringai, dan sontak tertawa dengan keras.
"Kerena banget sumpah! gua makin cinta mati sama lu, hahaha..." sahut Bryan.
"Lu gila, ya? Di tampar malah ketawa, sumpah sinting banget lu! dah gue mau pergi, bye." ucap Jessica dan sontak berbalik lalu keluar dari kelas gue.
*Bener-bener cewek gila.* batin gue.
"Bubar-bubar, gak usah ngeliatin Bryan." sahut Cewek yang tadi berdiri di samping Bryan.
Semua murid langsung kembali ke mejanya masing-masing, termaksud gue. Karna cewek gila itu, gue akhirnya bisa duduk tanpa harus tunduk di hadapan Bryan lagi.
*Tapi percuma, cewek kayak dia malah semakin jelek di mata gue.* batin gue sambil tersenyum miring.
Bel sekolah pun berbunyi, guru pun masuk kelas kami dan memulai pelajaran.
Seperti biasa, gue selalu mengikuti semua pelajaran dengan baik. Tanpa ada rasa mengantuk sedikitpun, walaupun gue semalam tidak ada tidur sedikitpun, karna ada masalah saat di markas.
Gue menjalani hari-hari yang sangat membosankan di sekolah. Saat istirahat pun, tempat gue hanya di perpustakaan, sampai bel masuk lagi.
Tidak ada yang spesial di hari ini, kecuali pertengkaran Jessica dengan Bryan pagi ini. Itu pun, hanya pertengkaran kecil, yang membuatku sangat bosan.
Di pikiran gue, gue selalu ingin melihat orang-orang yang sengsara karna gue. Tapi saat siang, itu bukan hidup gue.
Setelab hari yang sangat membosankan dan juga hari yang cukup panjang untuk gue, akhirnya gu kembali kerumah dengan sepeda kesayangan gue.
*Kapan hidup gue penuh dengan drama, ya? Kalau kayak gini terus, bisa-bisa gue mati karna bosan.* batin gue.
Tapi saat di pertengahan jalan, gue tiba-tiba menerima telpon dari seseorang. Gue akhirnya berhenti, dan mengangkat telpon itu.
"Halo, ada apa?"
"Maaf mengganggu waktu anda, Tuan. Tapi ada kabar yang harus saya beritahukan sekarang."
"Kabar mendesak apa? sampai-sampai kamu mengganggu waktu ku, Jordan?"
"Dua bawahan Anda, yang ada dirumah sakit. Telah meninggal, Tuan."
"Apa?!! Bukannya tembakan yang pria itu pakai, hanya tembakan biasa saja?"
"Jenis tembakannya memang biasa tuan, tapi pelurunya bukan peluru biasa."
"Maksud mu?"
"Peluru itu berisi racun yang sangat berbahaya, dan seperti yang kita tau. Semalam, pria itu mengincar nyawa anda, bukan bawahan Anda."
"Apa kamu bercanda? Peluru beracun seperti itu sangat susah untuk di miliki."
"Saya tidak bisa menjelaskannya sekarang, Tuan. Apa anda bisa langsung datang ke markas sekarang?"
"Apa kamu ingin di bunuh, Jordan? Kamu berani sekali menyuruh ku, datang ke markas di sore hari."
"Ma-maafkan saya, Tuan. Tapi ini benar-benar darurat."
"Untuk apa aku memiliki bawahan yang sangat banyak, jika tidak berguna? Kalian ingin di bunuh, hah?!!"
"Ti-tidak, Tuan."
"Jangan banyak bicara!! kamu urus masalah itu sekarang, dan jangan lupa untuk menjemputku saat jam di tangan mu itu sudah menunjukkan pukul 18.30 kamu harus sudah ada di depan pintu."
"Jika kurang ataupun lebih, kamu pasti tau apa yang akan terjadi di markas."
"Ba-baik, Tuan."
Tanpa menjawab ucapan Jordan lagi, Gue langsung mematikan telpon itu, lalu melanjutkan perjalanan gue menuju rumah.
*Apa pria itu gila? Berani banget, ngebunuh bawahan pribadi gue. Awas aja nanti, habis lu!* batin gue yang mengayuh sepeda dengan sangat cepat, agar bisa menyingkat waktu untuk sampai di rumah.
Jika yang dibunuh bukan bawahan pribadi gue, mungkin gue gak bakal memperpanjang masalah ini.
dan lagi, bawahan gue sangat merelakan nyawa mereka, hanya untuk gue. Karna mereka semua telah mengambil sumpah, yang terkait dengan nyawa mereka.
Tapi karna bawahan pribadi gue, cukup spesial bagi gue. Karna mereka yang menemani gue selama 9 tahun, mulai dari pertama kali gue gabung dengan kelompok mafia, mereka sudah mengambil sumpah lebih dulu dari bawahan lainnya.
Berapa jumlah bawahan pribadi gue? Tidak banyak, hanya 8 orang saja. Sesuai dengan umur gue saat bertama berkabung dengan kelompok mafia.
Setelah sampai di rumah, gue langsung berjalan menuju kamar gue dengan terburu-buru.
Sekolah gue terlalu gila, masa pulangnya jam setengah 5? sampai rumah kan pas jam 5, gue cuma punya waktu 1 jam untuk istirahat.
Setelah sampai di rumah, gue langsung mengganti pakaian biasa gue. Bukan pakaian serba hitam, malah pakaian santai dengan celana pendek dan baju lengan pendek.
Penampilan gue dirumah, harus terlihat biasa saja . Tanpa dicurigai sedikitpun, dan untuk saja orang tua ku tidak terlalu mengusik privasi gue.
Tapi berbeda dengan 1 orang, yang selalu saja mengusik gue saat di rumah.
Tentu saja itu, Abang gue Rizky Putra. Sang pengganggu hidup gue saat di rumah.
Tok tok tok
"Rey!! buka!! Abang mau tidur." teriak Rizky.
"Nah kan, baru di bicarain udah datang." gumam gue.
"Lu punya kamar sendiri, bang. Gue mau tidur juga." teriak gue.
Satu kelemahan yang hanya Rizky seorang yang mengetahui itu, dan kelemahan itu bisa membuat gue bertekuk lutut di hadapan Abang gue.
"Gue bawa burger nih, yakin gak mau buka pintu?" ucap Rizky.
Ya itulah kelemahan gue, entah sejak kapan gue sangat gila dengan burger. Gue selalu bertanya-tanya sama diri gue sendiri, kenapa gue bisa suka burger? Apalagi kalau udah double cheese, gue paling gak bisa nolak itu.
Setelah mendengar kata burger, gue langsung berlari ke pintu dan membukakan Rizky pintu.
"Nah kan, di buka." ejeknya.
"Nih, khusus buat adek kesayangan gue." ucapnya sambil memberikan gue sekantong burger, lalu masuk kedalam kamar gue.
"Ingat! Lu disini cuma sampai jam 6, kalau lebih, awa lu!!" ancam Gue.
"Iya,iya. Gue ingat kali." jawabnya dan langsung berbaring di ranjang gue.
Gue pun langsung berjalan menuju meja belajar gue, setelah menutup pintu gue.
"Btw, hari lu ada yang spesial gak?" sahut Rizky.
"Gak ada, sama seperti sebelumnya." jawab gue santai sambil duduk di kursi, lalu mulai mengeluarkan burger itu dari dalam kresek.
"Yaelah, lu gak mau jadi kayak gue gitu? biar hidup lu gak bosan-bosan banget."
"Gak, makasih. Kayak gini aja, udah syukur banget."
"Lu gak niat punya pacar, gitu?" tanyanya.
Gue hanya menggelengkan pelan kepala gue, tapi pasti. Karna gue lagi mengunyah burger.
"Lu mah gak asik, padahal kalau lu gak pakai kacamata, terus rambut lu gak usah disisir segaja di culun-culunin. Pasti lu ganteng, tuh. Kayak gue."
"Gue anggap tuh pujian, makasih."
"Dasar!! gak seruh."
"Dah lah, gue mau tidur."
*Serah lu.* batin gue yang masih sibuk menikmati burger pemberian Abang gue.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 199 Episodes
Comments