Dia membenciku

Pagi ini Devan menatap kesal pada sosok pria yang tidak kalah tampan darinya. Rangga Wisesa, sahabat Devan sejak kuliah itu kini ada di hadapannya. Rangga yang mengatakan jika ia akan datang ke pesta tadi malam malah datang pagi ini dengan kado besar untuk mamanya. Jadilah pagi ini Devan tidak bisa tidur sampai siang karna ulah sahabatnya itu.

"Apa perputaran hari dan waktu di tempat lo itu berbeda, sampai lo tidak bisa membedakan mana pagi mana malam." sindir Devan. Tapi yang di sindir hanya tersenyum tengil yang membuat Devan semakin meradang.

"Sory brow, semalam gue gak bisa dateng karna tidak ada pasangan yang bisa gue ajak ke pesta. Lo tau sendiri kan jika Rangga Wisesa tidak bisa datang ke pesta tanpa wanita, dan gue yakin tidak ada wanita cantik disana yang bisa gue gait untuk gue kencani." ucap Rangga enteng. Dia memang selalu seperti itu, tidak pernah mengakui kesalahan walau dia salah.

"Cihhh, dasar playboy. Insyaf woyyy, di datengin sepuluh wanita hamidun baru tau rasa lo." ucap Devan.

Devan sungguh tidak habis fikir kenapa dirinya bisa punya sahabat seperti Rangga. Padahal yang Devan tau Rangga yang ia kenal tidak seperti itu.

"Ehhh ocom, lo kira gue bakalan nyerahin keperjakaan gue sama cew-cew liar yang gue kencani. Soryy lah ya, gue gak sebodoh itu." ucap Rangga cepat. Rangga memang baj*ngan untuk wanita, tapi dirinya tidak akan pernah menyentuh wanita yang bukan istrinya. Karna bagi Rangga, wanita yang ia kencani hanya sebagai mainan saja untuk menghilangkan penat setelah bekerja.

"Cihhh, gak percaya gue sama playboy cap zubaedah kayak lo." ucap Devan meremehkan.

"Terserah lo, lagi pula gue gak mau kayak lo ya. Gak doyan perempuan."Ledek Rangga.

Devan melempar satu bantal tepat di muka Rangga, ia kesal dengan ucapan Rangga yang secara tidak langsung mengatainya Gay. Padahal Rangga pun tau alasan dia tidak ingin dekat dengan wanita.

"Diem lo Mariam, gue mau mandi dulu. Kalau lo gak ada perlu lagi sama gue, lo mending pulang. Gue mau pergi ke rumah abang gue." usir Devan.

"Ehhh lo ngusir gue Markonah, gue ikut lo aja, sekalian cuci mata gitu."

"Cihh, cuci mata. Lo cuci pake air cuka, biar mata lo lebih bening." ucap Fandra lalu menghilang di balik pintu kamarnya.

Rangga meraba kedua matanya." Emang air cuka bisa bikin mata bening, yang ada mata gue buta kali." gumam Rangga sambil terkekeh geli saat membayangkan dirinya dengan gila mencuci matanya dengan cuka.

***

Beberapa menit kemudian Devan sudah turun dengan wajah segar dan pakainan santainya. Kali ini Devan akan pergi ke rumah Fandra untuk berkunjung, ia sangat ingin melihat baby twins, karna saat Rania melahirkan, Devan tidak ada di Indonesia, saat itu ia sudah berada di Berlin. Dan kali ini Devan berharap ia tidak bertemu dengan Kinan, karna moodnya tidak terlalu bagus untuk bertemu dengan gadis itu.

"Lo mau ikut gue apa terus melamum seharian disana." ucap Devan sambil berjalan menuju pintu utama.

"Ya ikut lah, tapi hadiah buat nyokap lo gimana ini?"

"Tarus saja disana, nyokap lagi gak ada." jawab Devan dengan berteriak, agar Rangga bisa mendengarnya.

Rangga mengedikkan bahunya lalu segera menyusul Devan ke depan. Mereka berdua tidak menggunakan mobil yang berbeda, karna menurut Rangga itu pemborosan. Rangga memilih ikut dengan mobil Devan yang sebenarnya membuat Devan protes. Tapi bukan Rangga namanya Jika ia mendengarkan protesan dari Devan.

Devan melajukan mobilnya menuju hotel tempat Fani menginap. Ia ingin mengajak Fani ke rumah Fandra untuk meyakinkan semuanya jika ia memang menjalin kasih dengan Fani. Bukan sandiwara yang di tuduhkan oleh Fandra dan Rania.

"Tunggu, lo ngapain ke hotel? jangan bilang lo mau ngajak gue mesum." ucap Rangga cepat." Astaga Van, istifar. Gue masih waras kali Van, lo bilang kita mau ke rumah abang lo. Lo nipu gue ini namanya." crosos Rangga.

Devan yang kesal akan Devinisi Rangga langsung melayangkan satu pukulan kepada pria konyol itu.

"Diem lo otak pasir, gue itu masih waras buat ngajak lo mesum di hotel. Gue kesini mau jemput Fani, mantan lo." Devan menegaskan kata mantan pada Rangga agar ia sadar jika mereka pulang ke Indonesia bukan hanya berdua.

"Ohhh, kirain lo mau ngajak gue mesum." Rangga terkekeh melihat wajah kesal Devan.

Devan tidak menghiraukan ucapan Rangga, ia masuk ke dalam untuk membangunkan gadis itu. Karna Devan yakin jika Fani masih tidur, sebab tadi malam mereka pulang sekitar pukul 1 malam.

Setengah jam kemudian dua orang yang membuat Rangga menunggu lama pun akhirnya keluar. Rangga mendengus kesal melihat dua orang itu berjalan dengan santainya. Sementara Rangga sudah sangat lelah berada di dalam mobil sendiri.

"Apa yang kalian lakukan di dalam hahhhh, kalian gak kasian apa sama gue sampai lumutan nunggu kalian." protes Rangga saat keduanya sudah berada di dalam mobil.

"Siapa suruh lo ikut gue, kalau lo gak mau nunggu, kenapa gak pulang aja lo." balas Devan santai. Dia memang sengaja membuat Rangga menunggu. Karna sejak tadi dia sudah membuat Devan begitu kesal.

"Cihhhh, jangan harap Dev. gue gak bakalan nyerah." ucap Rangga cepat.

"Lo fikir perang, pakai nyerah segala. Mending sekarang lo pindah ke belakang." usir Devan.

"Lah ngapain lo ngusir gue ke belakang?" tanya Rangga cepat

"Malah nanyak, Ngalah sama cewek woyyy, gak peka amat." sindir Fani dengan nada ketus. Gadis itu sejak tadi masih berdiri di depan pintu sebelah kanan.

"Iya-iya, masih aja bawel." Rangga mendengus lalu beranjak dari duduknya dan pindah ke belakang. Dia tidak ingin berurusan dengan Fani. Jika tidak ingin terkena amukam mantan terindah.

Setelah Fani masuk ke dalm mobil, Devan segera memacu laju mobilnya menuju kediaman Fandra. Bukan ke kediaman Sanjaya, karna mereka sudah kembali ke rumah baru mereka yang dulu.

Sekitar hampir satu jam perjalanan menuju kediaman Fandra, kini mobil Devan sudah terparkir di halaman rumah mewah itu. Devan, Fani dan Rangga turun dari mobil dan berjalan menuju pintu utaman. Setelah beberapa kali memencet bell rumah itu, akhirnya pintu terbuka.

"Ehhhh, ada den tampan Devan. Masuk den." Bibik yang bekerja disana mempersilakan Devan dan yang lainnya masuk. Membuka lebar-lebar pintu rumah itu.

"Kak Fandra dan kak Rania ada bik?" tanya Devan sambil berjalan masuk.

"Ada kok den. Den Fandra lagi bantu mandiin aden kecil di atas." jawab Bibik cepat

"Tolong panggilin ya bik." ucap Devan lagi.

"Baik den, aden-aden dan non cantik mau minum apa?" tanya bibik sebelum naik ke atas untuk memanggil majikannya.

"Tidak usah repot bik, nanti aja jika kami ingin." jawab Fani sopan

"Baiklah, kalau gitu bibik tinggal ke atas ya den, non." pamit bibik Lalau naik ke atas untuk memanggil Fandra dan Rania

****

Selang beberapa menit Fandra terlihat menuruni anak tangga, terlihat jelas Fandra sedang menggendong Darren. Tentu saja Devan tidak tau jika itu Darren, karna Devan tidak bisa membedakan yang mana Daffa dan yang mana Darren, wajah mereka terlalu mirip.

"Wah-wah, ternyata ada yang baru saja sadar dari komanya. Dan mungkin sempat lupa ingatan selama tiga tahun ini. Atau mungkin kau baru sadar masih punya keluarga di Indonesia." sindir Fandra.

Tatapannya tajam menusuk ke dalam jantung. Jika saja saat ini Fandra tidak sedang menggendong Darren, mungkin satu pukulan keras sudah mendarat di wajah tampan Devan.

"Kau itu sudah menjadi ayah kak, masih saja suka menyindir." Devan mendengus kesal mendengar ucapan sambutan dari Fandra.

"Hahahaha, kau fikir setelah aku punya anak aku tidak boleh mengatakan hal benar. Lagi pula itu faktanya boy. Jika saja aku sedang tidak menggendong putraku yang tampan seperti Daddy-nya ini, mungkin aku sudah menghajarmu sejak tadi." ucap Fandra. Dia meletakan Darren dalam pangkuannya.

"Terserah kau saja kak, lakukan apapun yang kau suka. Lagipula aku kesini bukan untuk melihatmu. Tapi aku ingin melihat kak Rania dan dua keponakanku yang tampaknya tidak kalah dengan pamannya ini." ucap Devan dengan percaya diri.

"Cihhh, kau terlalu percaya diri Devan." sindir Fandra.

Devan tidak menghiraukan sindiran Fandra, perhatiannya kini beralih pada Darren. Boy kecil yang sangat tampan itu mengalihkan fokus Devan.

"Hay boy, kau kenal paman?" tanya Devan ke Darren. Tapi yand di tanya hanya menggeleng.

"Baiklah, boleh paman tau nama jagoan paman ini?" Darren kembali menggeleng. Jagoan kecil Fandra itu bahkan tidak mau membuka mulutnya sama sekali.

"Heyy, kenapa kau takut kepada Paman? paman tidak akan menyakitimu sayang, jika kau mau Paman bisa mengajakmu membeli es krim. Kau mau?" bujuk Devan.

Bukannya tertarik akan rayuan Devan, Darren malah semakin mengeratkan pelukannya pada leher Fandra, seolah Devan itu menakutkan baginya.

"Buahahahha." Rangga tergelak melihat reaksi Darren terhadap Devan." bocah ini saja takut sama lo Dev, siapa suruh punya muka kayak patung macan." Ledek Rangga dengan tawa yang tak terhenti.

Sedangkan Devan hanya bisa mendengus kesal melihat Rangga yang begitu puas menertawakan'nya.

Rangga menghentikan tawanya, kini giliran dia yang mendekati Darren."Hay boy, what is your name?" tanya Rangga dengan nada lembut.

Darren merenggangkan pelukannya dari leher Fandra, ia menatap Rangga dengan sedikit takut. Tapi tak lama kemudian Darren terlihat melebarkan senyumnya.

"My name is Dallen uncle." jawab Darren dengan nada sedikit belepotan. Tapi cukup di mengerti.

"Wowww, emezing. Dia suka gue Dav." tawa riang keluar daru mulut Rangga, sedangkan Devan kembali mendengus kesal karna Darren tidak mau dengannya.

"Darren mau ikut om, kita main di depan bagaimana." tawar Rangga sambil mejulurkan tangannya.

"Daddy, boweh Dalen ikut uncle ini." ijin Darren pada Fandra

"Tentu saja jagoan Daddy, tapi jangan nakal yah. Patuh kata-kata om Rangga." ucap Fandra yang langsung di angguki Darren dengan senyum mengembang.

Rangga mengambil Darren dari gendongan Fandra lalu membawanya keluar untuk di ajak bermain, tidak lupa Rangga menjulurkan lidahnya, meledek Devan yang sejak tadi menunjukan wajah kesal.

Sesaat setelah Rangga dan Darren keluar, Rania terlihat menuruni tangga bersama Daffa yang berjalan di sebelah Rania.

"Devan, apa kabarmu? Kau semakin tampan saja." puji Rania saat sudah ikut duduk bersama Devan, Fandra dan juga Fani.

"Aku baik kak, kakak bagaiman? Apa tidak ada kabar baik lagi?" tanya Devan sedikit menggoda

"Kau bisa saja, seharusnya kau yang memberi kabar baik pada kami. Tapi apa kabar itu akan datang hari ini?" tanya Rania saat melihat Fani tersenyum ke arahnya.

Devan yang mengerti ucapan Rania hanya menampakan senyum tipis penuh arti. "Sepertinya aku harus menunggu kabar baik dari kakak dulu, kalau aku mungkin masih cukup lama." jawab Devan enteng.

"Hahaha, baiklah. Kakak yakin kau masih belum move on." ledek Rania." Hay Fan, kamu makin cantik saja, sepertinya Devan memperlakukanmu dengan buruk, benar?" tanya Rania pada Fani yang sejak tadi hanya diam saja

"Hahaha, dia memberiku gaji yang cukup untuk merawat diriku kak. Jadi aku bisa menjadi kekasih yang di inginkan nya." jawab Fani cepat

"Ohhhh begitu, baguslah kalau begitu. Jika dia menyakitimu kau langsung bilang pada kami, karna kami akan langsung menghajarnya." ucap Rania yang langsung mendapat kekehan dari Fani, tapi tidak dengan Devan. Hari ini ia benar-benar menjadi bulian bagi keluarga Sanjaya.

"Kak, apa yang ini Daffa?" tanya Devan pada Rania

"Hmmm, kau benar." jawab Rania sambil mengelus pucuk kepala Daffa. Daffa sedikit pendiam, karna saat ini Daffa sedang kurang enak badan, setelah Darren sembuh kini malah Daffa yang sakit."

"Hay, Daffa. Mau om gendong." Devan mengulurkan tangannya untuk menggendong Daffa. Berharap Daffa tidak menolaknya seperti yang Darren lakukan.

Daffa menatap Mommynya, pertanda ia meminta persetujuan."Tentu saja sayang, dia ini om Devan, jadi kamu tidak usah takut padanya. Ok." ucap Rania pada Daffa

Senyum Daffa mengembang, dia memang anak yang tidak terlalu pemilih. Daffa memang jauh berbeda dengan Darren yang selalu waspada dengan orang baru. Kini Daffa sudah beralih ke gendongan Devan, yang membuat Devan begitu senang karna Daffa tidak menolaknya seperti Darren tadi.

"Syukurlah salah satu putraku ada yang menyukaimu, makanya jangan terlalu betah di Berlin, jadi kau tidak bisa melihat perkembangan dua putraku yang tampan-tampan ini kan." ucap Fandra cepat

"Memang Darren tidak mau denganmu Van, lalu dimana Darren sekarang?" tanya Rania yang baru tersadar jika Darren tidak ada di antara mereka.

"Darren sedang bersama Rangga ma, di sedang bermain di depan." jawab Fandra cepat.

"Begitukah, tidak biasanya Darren cepat akrab dengan orang baru. Tapi lebih baik seperti itu." imbuh Rania.

Mereka semua melanjutkan perbincangan di halaman depan, sambil mengajak si kembar bermain dengan riang gembira. Sesekali ada pertengkaran di antara si kembar yang membuat Rania harus exstra bersabar. Karna meskipun Daffa sedang sakit, Darren tidak pernah mau mengalah. Karan Darren memang lebih egois dan pemarah.

Sementara itu terlihat mobil sedan hitam mewah memasuki pekarangan rumah Fandra. Devan, Rania dan Fandra tentu tau siapa orang yang ada di dalamnya. Saat tiga orang turun dari dalam mobil itu Devan merasa jantungnya kembali berdetak cepat. Sesaat pandangan keduanya bertemu. Tapi Devan segera mengalihkan pandangannya hingga membuat gadis yang baru saja turun dari dalam mobil merasa kembali ter'acuhkan.

"Kau sangat membenciku kak, sudah tidak adakah aku di hatimu." batin Kinan dengan sedih.

[Bersambung]

🍒

Terpopuler

Comments

Rosdelita Siregar

Rosdelita Siregar

kok aku jadi ikut sedih ya

kinan yg ceria menghilang

2021-06-11

0

Kejora

Kejora

lanjuttt

2020-12-17

0

Hoiriyeh Riyeh

Hoiriyeh Riyeh

lanjut ka

2020-12-17

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!