" Prraangg " suara gelas jatuh.
" Astagafirullah, kok gelasnya jatuh? Apa tanganku bermasalah, nggak bisa megang ya?" gumam Ana yang memijit-mijit tanganya.
" Ada apa de? Kok gelasnya jatuh?" tanya suster yang menjaga Ana.
" Nggak kok tante sus, tanganku aja yang kepeleset nggak bisa megang gelas" ucap Ana dengan memperlihatkan tangannya yang kecil mungil.
" Tangannya baik-baik aja kok, tante sus mau bersihin dulu ya pecahan gelasnya. Ana nggak boleh turun nanti kakinya kena pecahan dan terluka" ucap suster sambil menggenggam tangan mungil Ana.
" Iya tante sus, Ana tunggu di sini tapi jangan lama-lama, Ana takut sendirian." ucap Ana.
Suster itu pun pergi mengambil alat untuk membersihkan pecahan gelas yang berada di lantai.
" Mama kok lama ya? Kenapa hati Ana kayak tak enak ya?" gumam Ana yang merasa hatinya tak enak.
......................
Kriingg..krriiingg..kriingg
" Hallo, Asalamu Alaikum" ucap seorang pria yang mengangkat dering handponenya.
" Iya benar, apaaa?" ucap pria itu lagi yang kaget.
" Baik, saya segera ke sana melihatnya" ucapnya menutup telfonnya.
" Ada apa pa?" tanya istrinya yang duduk di samping dan kedua anaknya yang tengah menatapnya terlihat bingung.
" Ma! Papa mau pergi dulu, papa nggak bisa mengantar anak-anak ma. Papa punya urusan yang sangat mendadak" ucap pria itu kepada istrinya.
" Anak-anak papa boleh Mang Ujang dulu yang antar kalian hari ini kesekolah" ucap pria itu kepada kedua anaknya.
"Iya pa" jawab mereka bersamaan.
Setelah kepergian kedua anaknya, pria itu pun berpamitan kepada istrinya.
......................
Pria yang berparawakan tinggi yang bernama Rahdian Pramudita sangat tergesa-gesa melangkah ke ruangan yang sudah di katakan suster padanya.
" Clara" panggil Dian yang baru memasuki ruangan UGD yang terdapat sosok yang fi kenalnya.
" Apa yang terjadi padamu Cla" ucap Dian yang sudah menitikkan air matanya melihat kondisi Clara yang sangat memprihatinkan.
" Mass tolong jaga dan sayangi Ana" ucap Clara kata-katanya setengah melemah.
" Apa yang kamu katakan Clara?" ucap Dian yang masih belum mengerti.
" Waktuku nggak lama lagi, tolong sayangi Ana mas. Berikan ini pada Ana di saat umurnya 23 tahun." ucap Clara memberikan sebuah kalung emas.
" Ini tabunganku mas untuk Ana sekolah nanti mas."ucapnya kembali mengatur nafasnya yang semakin melemah.
" Aku akan menjaganya" ucap Dian yang sesegukan.
" Terima kasih mas sudah sering menolongku, janji ya mas jaga Ana dengan bai_k" ucap Clara yang tiba-tiba menghembuskan nafas terakhirnya.
" Cla!! Clara!!" panggil Dian sambil menggoyangkan tubuh Clara. Namun jawaban dari mulut Clara tak ada jawaban.
" Suster !! Dokteer!! " teriak Dian memanggil suster dan dokter. Suster dan dokter berlari ke arah Clara yang sudah tak bernyawa.
" Maaf Pak, istri anda sudah meninggal kami tak bisa menyelamatkan nyawanya. Luka yang di alami istri anda cukup parah, itu yang membuatnya tak bisa di selamatkan" ucap dokter yang mengira Clara adalah istri Dian.
Dian yang mendengar ucapan dokter langsung melorot kebawah.
" Apa yang harus aku katakan pada mawarku Cla."ucap Dian.
" Hiks hiks hiks Clara." tangis Dian yang begitu sedih kehilangan orang yang begitu di sayanginya.
" Bapak bisa keluar sebentar? kami akan membersihkan jenazahnya." ucap salah satu suster.
Dian beranjak berdiri namun langkahnya berhenti berbalik ke suster itu lagi.
" Sus! Anaknya bu Clara di rawat di mana ya?" tanya Dian.
" Di ruangan Dahlia E pak, nanti bapak bertanya saja salah satu suster yang berada di situ." ucap suster.
" Baik, terima kasih." ucap Dian kembali berbalik dan melangkah menyusuri area rumah sakit untuk menemui Ana.
......................
" Kenapa mama lama sekali ya? kan jarak rumah ke rumah sakit nggak jauh-jauh amat. Paling sampai di sini hanya 2 jam saja ini sudah 3 jam. Tante sus lihat mama nggak?" tanya Ana kepada suster yang menjaganya.
" Anak manis, mamanya belum pulang sayang. Sabar ya? pasti mama sedikit lagi sampai." ucap suster sambil membelai rambut Ana.
" Tante sus, stok kesabaran Ana udah habis. Ana mau *****, nggak mau lama" ucap Ana kepada suster dengan colethnya anak kecil.
Suster bingung sendiri, kok udah 5 tahun lagi *****?, pikirnya.
"Klleekk" bunyi pintu terbuka.
Dian memasuki kamar inap Ana dan di lihat Ana tengah tersenyum menatap ke arahnya. Dian melangkah menghampiri Ana dan meraih tubuh Ana kedalam pelukannya. Ana yang bingung dengan ulah pamannya hanya menepuk punggung belakang Dian.
Ana menganggap Dian sebagai pamannya, Dian selalu datang di waktu senggang untuk bermain dengannya.
" Paman kenapa, kok nangis? Paman sudah besar nggak boleh nangis." ucap Ana sambil menghapus sisa air mata Dian.
" Sayang kamu harus kuat ya? demi mama." ucap Dian tanpa menjawab ucapan Ana. Dian kembali sesegukan takut Ana mengalami frutasi atas kehilangan ibunya.
" Hahaha paman nangis gara-gara aku nggak kuat? ish paman, aku udah kuat kalau minum ***** tapi mama belum pulang." jawab Ana masih tertawa kecil.
" Bukan sayang, aduh ini anak masih saja bercanda." gumamnya sambil memikirkan cara menyampaikan Ana.
" Mama Ana sudah pergi." ucap Dian dengan pelan-pelan. Namun tawa Ana lebih keras lagi yang membuatnya bingung atas ucapannya.
" Aduh paman, mama memang lagi pergi di rumah tapi mama belum kembali dari tadi. Ana udah haus mau *****." ucap Ana yang belum tahu maksud pamannya.
" Mama Ana pergi menghadap sang Illahi" ucap Dian yang menatap Ana. Ana yang mendengar ucapan pamannya nampak kaget bagai tersambar petir.
" Paman nggak bohongin Ana kan?" tanya Ana yang sudah menitikkan air mata. Dian menggelengkan kepalanya tanda ia tak berbohong.
" Nggak, mama nggak boleh tinggalin Ana" ucap Ana dengan tangisannya. Dian yang melihat Ana yang bercanda beberapa menit lalu kini sedang hancur hatinya.
Ibu yang begitu disayangi dan memanjakan Ana telah pergi untuk selama-lamanya. Yang selalu membacakan dongeng di waktu malam telah tiba. Kini siapa yang akan merawat dan mendengar cerita jika di jahili anak-anak sebayanya? Begitu hancur dan sepi tanpa seorang ibu.
" Mama! kenapa ninggalin Ana sendirian? hiks hiks hiks" ucap Ana sedang menangis di atas gundukan tanah ibunya.
" Ana nggak sendirian, ada paman disini" ucap Dian merangkul Ana.
" Paman aku ingin ibu" ucap Ana dalam tangisannya.
" Ana sayang mama?" tanya Dian. Ana pun menganggukan kepalanya.
" Kata mama Ana nggak boleh cengeng, Ana kan pintar dan manis" ucap Dian.
" Aku nggak manis paman, nanti semut-semut datang mencicipiku bila manis" ucap Ana yang masih saja bercanda walaupun dalam kesedihan. Dian pun tertawa kecil dengan ucapan Ana, dia senang Ana kembali bisa ceria walaupun tak ada yang tahu hatinya begitu hancur.
" Ana mau ikut paman?" tanya Dian.
" Kemana paman?" tanya Ana.
" Tinggal sama paman" jawab Dian.
" Ana nggak mau paman" ucap Ana menundukkan kepalanya.
" Kenapa Ana nggak mau tinggal sama paman?" tanya Dian.
" Ana nggak mau mama sendirian paman" ucap Ana menitikkan air matanya kembali yang masih menunduk.
" Mama akan ikut sama Ana kok" ucap Dian. Ana menatap wajah pamannya yang masih bingung.
" Mama kan udah bobo di dalam, gimana mau ikut? Paman mau jadi pencuri mayat? Kasian mama paman nanti gentayangan." ucap Ana.
"Astaga ni anak" gumamnya.
" Bukan sayang, Mama Ana di dalam hati Ana yang selalu bersama Ana" ucap Dian.
" Benarkah?" tanya Ana yang tersenyum bahagia. Dian menganggukan kepalanya kepada Ana.
" Tapi Ana kan punya rumah, Ana mau tinggal di rumah saja." ucap Ana.
" Ana masih kecil, nggak ada orang yang jagain Ana bila ada orang jahat yang masuk kerumah Ana. Siapa yang mau menolong Ana?" ucap Dian. Ana nampak berpikir sejenak, kemudian menganggukan kepalanya tanda Ana mau ikut bersama pamannya.
" Kalau begitu mulai sekarang Ana panggil paman, paapaa" ucap Dian. Ana terdiam sejenak atas permintaan pamannya.
Ana dari dulu mencari tahu siapa ayahnya namun, Clara selalu memberi jawaban yang sama bila ayahnya pergi bekerja ditempat yang sangat jauh. Ana berpikir kalau pamannya itu adalah ayahnya tapi Ana takut bertanya kepada ibunya. Di setiap Ana bertanya pasti ada linangan air mata di kelopak mata ibunya. Dari situlah Ana tak ingin membuat ibunya menangis merindukan ayahnya. Tapi kenapa baru sekarang paman yang selalu datang bermain dengannya ingin di panggil sebagai papa? kenapa nggak dari dulu disaat Ana masih kecil? pikirnya.
" Ana" panggil Dian menunggu jawaban Ana. Ana tersadar dari lamunannya disaat mendengar seseorang memanggil namanya.
" Baik pam.. maaf papa " ucap Ana yang hampir salah memanggil.
" Anak pintar, sekarang kita berangkat mau ambil barang Ana, terus kita ke rumah paman." ucap Dian kepada Ana.
" Mama! Ana pamit ya? Mama di sana baik- baik aja. Jangan pikirkan Ana lagi, Ana udah dewasa. babay mama " ucap Ana sambil mencium batu nisan ibunya.
Mereka pun berangkat menuju kediaman Rahdian setelah mengambil barang-barang Ana. Ana juga sebelum pulang dari rumah sakit sudah di periksa oleh dokter dan kembali seminggu lagi untuk pemeriksaan selanjutnya.
" Asalamu Alaikum " ucap Dian memasuki ruangan keluarga yang terdapat istri dan kedua anaknya.
" Waalaikum salam" balas mereka bersamaan. Mereka bertiga pun mendekati Dian yang baru datang dan menyalami tangannya.
" Pintar anak-anak papa, anak-anak papa udah makan belum?" tanya Dian yang menatap kedua anaknya.
" Sudah papa" ucap kedua anaknya.
" Anak-anak papa mau punya teman?" tanya Dian tanpa basa-basi lagi. Janie bingung dengan ucapan suaminya.
" Mau pa" jawab kedua anaknya.
" Benarkah? Kalau begitu papa panggilkan teman baru kalian" ucap Dian kemudian berbalik ke arah pintu keluar. Ana yang berdiri di balik pintu sedang gugup karena baru kali ini dia datang di keluarga yang sudah di panggilnya papa sejam yang lalu.
" Ayo masuk sayang" ucap Dian yang berdiri menatapnya.
Ana melangkah pelan-pelan ke arah mereka yang tengah menatapnya.
" Kenalkan ini Ana, dia adik kalian juga" ucap Dian yang tersenyum ke arah keluarganya.
Janie yang berdiri kaget bagai tersambar petir hatinya hancur seketika. Suami yang di kenalnya begitu setia selama pernikahan mereka membuatnya hancur seketika. Ketika suaminya membawa anak dari perempuan lain. Kedua anaknya pun hanya saling bertatapan,bagaimana tidak seorang ayah yang menjadi panutan bagi mereka membuat mereka begitu kecewa.
" Papa mau bercanda ini bukan saatnya pa!" ucap istrinya yang masih belum percaya.
" Bram! Risa! ajak Ana bermain di taman. Papa mau bicara dengan mama dulu" ucap Dian kepada kedua anaknya.
Mereka berdua pun mengajak Ana bermain di taman dan meninggalkan kedua orang tuanya di ruang keluarga.
" Ma.."
" Jangan bilang papa berselingkuh dari mama" bentak istrinya yang langsung memotong ucapan suaminya.
" Aku tak akan sudi anak haram itu tinggal di sini pa" bentak janie kembali kearah suaminya. Dian yang tak terima atas tuduhan janie membuatnya reflek menampar istrinya.
Janie pun kaget dengan tamparan suaminya,Janie menoleh ke arah Dian yang mulai menitikkan air mata. Begitu tak percaya dengan sifat suaminya yang berubah.Selama menjalani pernikahannya dengan Dian tak pernah janie di perlakukan kasar seperti ini. Janie langsung berlari ke kamarnya meninggalkan Dian yang mematung menatap tangannya yang sudah begitu tega menampar istrinya.
Tanpa mereka ketahui sepasang mata menatap ke arah mereka yang bersembunyi di balik dinding pembatas.
" Gara-gara kehadiran si buruk rupa, kedua orang tuaku bertengkar. Kau akan mendapatkan pembalasanku atas kehancuran keluargaku" gumam seseorang menahan amarah dan timbul rasa benci dari dalam hatinya.
To
Continud.
...----------------...
***** \= Susu buatan ibunya.
Penasaran cerita selanjutnya?
Siapa yang akan membenci Ana?
Haii semua yang sudah mampir jangan lupa like dan votenya ya? Terima kasih juga yang sudah setia dengan ceritaku ini. Maaf ceritaku tak semenarik dari cerita kalian yang begitu indah tapi aku ingin jadi yang terbaik mengikuti jejak kalian.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments
Afseen
lagian main nuduh aja, harusnya nunggu pnjelasan dulu baru ngomong
2021-11-12
0
kang cilok
like.
2021-10-23
0
R⃟Yanty AFC
mampir kak semangat
2021-09-14
0