Pagi itu Kharisa yang menuju kantor dengan pakaian rapinya terlihat di jemput seorang supir pribadi Tuan Tedy.
“Tuan Tedy tidak ke kantor?” tanya Kharisa penasaran.
“Tuan Tedy saat ini sedang di bandara, Nona.” jawab supir itu membuat Kharisa seketika semakin bingung.
Karena yang ia tahu hari ini adalah hari pertamanya ia bekerja dan harusnya Tuan Tedy memperkenalkan dirinya dengan para pekerja di perusahaan itu.
“Ah sudahlah aku bisa bekerja dengan bertanya pada pekerja di sana jika ada yang tidak aku ketahui.” ucap Kharisa dalam hatinya dan segera menyandarkan tubuhnya di kursi mobil itu.
Mobil pun melaju ke arah kantor, perasaan gugup di hati Kharisa tentu terasa dengan jelas. Ini adalah pertama kalinya ia harus terjun langsung mempraktekkan apa yang ia pahami selama ini dalam kuliahnya.
Sementara dua adik kembarnya yang baru selesai sarapan bersama guru barunya.
“Bagaimana Pak Refi? Masakan Kakak enak kan?” tanya a ini pada gurunya itu.
“Em...enak. Jadi itu Kakakmu? Apa dia sudah menikah?” tanya Pak Refi penasaran.
Sejak pandangan pertama sungguh perhatian guru muda itu tak henti-hentinya memikirkan Kharisa. Wanita begitu cantik berparas sangat dewasa dan jiwa lembutnya begitu terlihat jelas.
“Jadi rencana kalian apa setelah belajar bersamaku?” tanya Refi dengan santainya berusaha mendekatkan diri dengan dua muridnya.
Vino dan Vano saling menatap, “Kami ingin ikut paket setelah bisa belajar dengan baik dan akan melanjutkan sekolah setelah itu.” jawab Vano.
Hari itu kedua anak kembar tampak belajar dengan serius. Sementara Kharisan yang tengah duduk di rumah Tuan Tedy hanya berdiam dengan rasa gelisahnya.
“Ku fikir aku akan segera bekerja, tapi nyatanya Tuan Tedy meminta ku untuk duduk di ruangan ini sampai ia tiba.” gumam Kharisa yang tidak enak berada di ruangan luas tanpa ada satu pun orang di sana.
Tidak lama kemudian setelah Gara tiba di bandara dengan wajah khawatirnya ia segera melangkah keluar bandara.
“Selamat datang, Tuan.” sambut seorang bodyguard Gara di Indonesia.
Gara bahkan tidak menghiraukan sambutan itu dan segera berjalan ke arah tempat penjemputan. Ia yakin jika mobilnya sudah terparkir di sana.
Dan benar yang Gara fikirkan. Mobilnya sudah terparkir sempurna, namun matanya sesaat mengerut menatap ke arah mobil itu.
“Ayah.” ucapnya begitu tidak percaya.
“Randa, apa itu benar Ayah?” tanya Gara menyelidik dari tatapannya.
“Benar, Tuan.” jawab Randa menunduk takut.
Gara begitu geram melihat Ayahnya yang datang menjemputnya. Segera pria itu pun melangkah dengan tatapan penuh marahnya.
Sesampainya di mobil Gara langsung membuka pintu mobil tanpa sabaran.
“Apa yang Ayah lakukan di sini? Bukankah Ayah bilang sakit padaku? Lalu mengapa berjalan-jalan di luar seperti ini?” pekik Gara yang begitu memerah padam wajahnya.
Tuan Tedy hanya tertawa kecil melihat ekspresi putranya. “Kau khawatir pada Ayahmu ini?” tanya Tuan Tedy.
“Ayah fikir apa jika bukan khawatir?” Gara melontarkan pertanyaan itu begitu kasar.
Pria itu pun segera masuk ke dalam mobil, matanya beberapa kali menatap ke arah Tuan Tedy karena kesalnya.
Supir pun melaju bersama Randa dan dua pria di belakang menuju kantor. Gara yang tidak memperhatikan jalan itu hanya terus mengumpat kekesalannya pada sang Ayah. Ia benar khawatir jika benar Ayahnya sakit.
“Ayah sungguh keterlaluan, bisa-bisa berbohong padaku sakit untuk meminta ku pulang.” sahut Gara lagi.
“Memangnya kalau Ayah tidak sakit, kau akan pulang?” seru Tuan Tedy.
“Yaah...tidak tahu.” jawab Gara yang bingung dan membenarkan ucapan Ayahnya saat itu.
Di perjalanan mereka hanya terus saling beradu mulut tanpa ada yang mau mengalah lagi. Beberapa saat kemudian mobil pun sampai di kantor.
“Ayah, untuk apa kemari?” tanya Gara.
“Jika kau khawatir pada Ayah, ayo ikut padaku.” pintah Tuan Tedy yang ingin sekali di hentikan oleh Gara namun ia tidak sampai setega itu pada Ayahnya yang sudah sakit-sakitan.
Gara pun turun menginjakkan kakinya pertama kali setelah beberapa tahun lamanya tidak pernah menonjolkan dirinya.
Beberapa pekerja menatap takjub pria di samping Tuan Tedy itu. Tentu mereka tahu siapa dia, Gara Crisswong seorang pemilik tunggal perusahaan CW Sejahtera.
Tuan Tedy dan Gara kini menuju ruangannya, di sana tampak seorang wanita cantik yang tidak lain adalah Kharisa Agatha.
“Kharisa, ini anak saya.” tutur Tuan Tedy menunjuk ke arah Gara.
Kharisa tersenyum dan menunduk hormat seraya menyatukan dua tangannya. Gara hanya menatapnya dengan tatapan datar tanpa balasan sapa.
“Siapa dia?” tanya Gara.
“Namanya Kharisa, dia akan meneruskan perusahaan ini bersamamu.” terang Tuan Tedy yang seketika membuat kedua mata Gara terbelalak.
“Apa yang Ayah lakukan?” pekik Gara.
“Kau tidak pernah mau belajar mengenai perusahaan yang susah payah Ayah dirikan dan apa benar jika saat Ayah sakit seperti ini Ayah langsung menunjuk dirimu untuk memimpin perusahaan ini?” tanya Tuan Kriss yang mampu membungkam mulut Gara saat itu juga.
Kharisa yang hanya menunduk merasa sunggu tidak enak hati, dirinya tentu sadar apa posisinya saat ini. Jika orang tidak melihat kemampuannya tentu mereka hanya akan memandang rendah Kharisa.
“Kharisa kau pasti bisa, yakinkan pada semua orang jika kemampuanmu patut di hargai bukan hanya karena balas budi saja.” gumam Kharisa memberi semangat pada dirinya sendiri.
Belum sempat selesai perdebatan tentang perushaan, Tuan Tedy pun kembali melontarkan kata-kata yang sukses membuat keduanya saling terkejut.
“Sekarang sudah selesai membicarakan tentang perusahaan. Dan Ayah akan mencari tanggal yang tepat untuk pernikahan kalian berdua.” ucap Tuan Tedy yang sudah terdengar begitu yakin.
“Tu-an anda ingin...tidak, ini tidak benar kan?” Kharisa begitu gugup hingga tidak bisa berbicara dengan benar.
“Kalian berdua harus menikah. Saya tidak bisa tenang meninggalkan perusahaan ini jika kalian belum memiliki ikatan pernikahan.” pintah Tuan Tedy yang tidak ingin mengurungkan niatnya.
“Tidak, Ayah. Aku tidak mau, aku sebentar lagi akan kembali ke California.” bantah Gara yang sudah ingin bergegas pergi meninggalkan kantor itu.
“Baiklah Gara, jika kau mau itu pergilah! Ketika kau kembali kau tidak akan bisa melihat Ayahmu lagi yang sakit-sakitan ini.” Suara ancaman Tuan Tedy terdengar seakan mengutuk kepergian putranya itu.
Gara yang ingin melangkahkan kakinya pun terhenti. Ia takut jika benar yang di katakan Ayahnya itu.
Kharisa yang tidak bisa mengatakan apa pun hanya terus menunduk karena tidak sanggup menatap wajah calon suaminya itu.
Yang Kharisa fikirkan pasti Gara menyangka jika dirinya lah yang sudah mencuci otak Tuan Tedy agar mau menikahkan dirinya dengan putra satu-satunya itu.
“Ya Tuhan, di mana harga diriku saat ini?” gumam Kharisa yang menghentikan air mata di sana tanpa berani mengeluarkan isak tangisnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 112 Episodes
Comments
Eris Nur Riyanti
hadir
2021-04-07
0
Ezrahi
hadir.. like mendarat
mampir ya
2021-01-18
0
kamunanya
hadir
2021-01-17
0