Hati yang hancur karena kebohongan jauh lebih sakit dari pada mengetahui kebenaran
...*****...
Saat bel sekolah telah berbunyi semua murid pun bergegas pulang. Namun, Puri dan Riri tetap berada di dalam kelas mereka, untuk membicarakan tentang kesalahpahaman diantara mereka. Puri yang sudah tak sabar memulai pembicaraan terlebih dulu.
"Oke, sekarang hanya tinggal kita, aku dan kamu. To the point aja, ya. Aku minta maaf sama kamu, Ri. Ku harap kamu mau maafin aku dan mengerti aku, Ri!" Saat itu, Riri hanya diam dan heran melihat sahabatnya itu. Ia pun berusaha untuk tetap tersenyum.
"Puri, aku ngerti, kok. Saat kamu sedang labil dan tidak tahu harus berbuat apa. Sebagai seorang sahabat, aku hanya bisa memberimu nasihat dan berusaha menghiburmu. Apa lagi saat ini, Maafin aku juga, ya. Kalau aku tidak peka terhadap apa yang kamu rasakan saat ini."
"Tentu, aku maafin kamu, Ri." ucap Puri.
"Jadi, sekarang kita baikan, nih?"
"Memangnya, kapan kita marahan. Kamu seperti tidak tahu aku, aja." Mereka pun tertawa bersama.
"Pulang, yuk. Ntar, gerbangnya keburu di kunci sama pak satpam." kata Riri, mengajak Puri pulang.
"Benar juga kamu, Ri. Yuk!" balas Puri.
Di perjalanan pulang mereka masih asyik mengobrol.
"Emm, nanti sore kamu sibuk, nggak, Pu?" tanya Riri.
"Nggak, kok. Kenapa?" tanya Puri.
"Gimana kalau kita jalan?" saran Riri.
"Boleh, kemana?" tanya Puri antusias.
"Kemana pun yang kamu mau, pokoknya kita senang-senang dan seru-seruan. Pasti asyik, deh." tukas Riri.
"Oke, aku jemput kamu, ya."
Riri mengangguk tanda setuju.
Sesampainya di rumah ia melihat pemandangan yang sangat menyedihkan, ia melihat ibunya dalam keadaan yang tragis. Seluruh tubuh ibunya di lumuri darah dan wajahnya penuh dengan lebam - lebam.
"Ibu ...," teriaknya Riri.
"Apa yang terjadi? Kenapa, ibu seperti ini? Siapa yang melakukan semua ini, Bu?" tanya Riri lagi tanpa jeda.
"Riri, Ibu baik-baik saja! Kamu jangan khawatir!" kata Sekar meyakinkan putrinya.
"Apa ...? Semua baik-baik saja? Dari sisi mana baiknya, Bu? Aku tidak melihat apa yang Ibu katakan itu! Jujurlah, Bu. Siapa yang melakukannya?" desak Riri pada ibunya sambil terus menangis tersedu - sedu.
"Riri, kamu tidak akan mengerti kalau pun Ibu ceritakan semuanya padamu, Nak.
"Bu, Riri sudah besar dan Riri akan mengerti bagaimana perasaan ibu. Kenapa, Ibu menanggung sendiri derita yang Ibu rasakan?! Seharusnya, Ibu kasih tahu aku biar aku bisa bantu, Ibu."
Sejenak, Sekar terdiam mendengar penuturan dari anaknya. Kemudian setelah dia berpikir akhirnya dia mengatakan segalanya.
"Baiklah, Ibu akan memberi tahu mu tentang apa yang Ibu rahasiakan selama ini dari mu. Selama ini kamu tidak pernah tahu dimana ayah kamu berada. Maafkan ibu yang telah membohongimu dan membuat kamu bersedih. Saat ini, Ibu dililit hutang dan ibu belum bisa membayarnya. Hari ini, mereka datang untuk menagih uang yang ibu pinjam dari mereka. Tapi, Ibu belum ada uang, makanya mereka memukuli Ibu dan mengambil barang-barang kita. Itulah yang terjadi, sekarang terserah kamu mau menilai Ibu bagaimana."
Seketika itu juga tubuh Riri kaku dan gemetar mendengar cerita ibunya. Ia tak dapat berkata apa-apa. Dia lalu pergi ke kamarnya dan mengunci pintu kamarnya rapat - rapat.
Kini ia hanya bisa menangis dan merenung, berkali-kali kali ibunya memanggil namun ia tak bergeming sedikit pun.
Air mata terus mengalir jatuh membasahi pipinya. Bahkan, ia tak sempat mengganti seragam sekolahnya. ia pun lupa akan janjinya pada Puri.
Sore itu Puri datang ke rumah Riri, sesuai dengan perjanjian mereka. Mereka akan pergi tepat jam 4 sore setelah shalat Ashar.
"Assalamu'alaikum." kata Puri mengucapkan salam.
"Waalaikumsalam." jawab orang dari balik pintu.
"Riri nya ada, Tante? Ya, ampun, Tante kenapa?" tanyanya penuh heran.
"Tidak apa-apa, Riri ada di kamarnya. Ayo, masuk!"
Puri mengikuti Sekar dari belakang. Sekar meminta Puri untuk duduk di ruang tamu.
"Silahkan, duduk. Tunggu sebentar, ya! Tante, panggilkan Riri dulu."
"Sebenarnya, apa yang telah terjadi? Kenapa wajah tante lebam-lebam begitu, ya? Entahlah, aku bingung." batinnya, dia terus menelusuri sudut demi sudut ruangan yang telah berbeda dari sebelumnya dengan matanya. Karena bosan dia pun mendengarkan musik di ponselnya.
Sekar mencoba lagi mengetuk pintu kamar Riri.
"Riri ..., ada Puri tuh dia cari kamu. Apa kamu tidak mau menemuinya? Riri ..., jawab Ibu, Nak!"
Namun, Riri tetap saja diam dan tak menjawab. Ia malah memberikan surat untuk Puri melalui kolong pintu kamarnya.
Sekar sudah ingin pergi, tetapi langkahnya terhenti karena Riri memberikan surat melalui kolong pintunya.
"Kamu mau ibu memberikan ini pada Puri? Baiklah, Ibu akan memberikannya pada Puri. Kamu istirahatlah!"
Puri masih setia menunggu, namun Sekar datang tak bersama Riri.
"Tante, Riri nya mana? Kenapa dia nggak keluar untuk menemui ku?"
"Maaf, Nak Puri. Dia sedang tidak enak badan saat ini. Maaf sekali, Tante tidak ingin mengganggunya. Kasihan dia, berikan dia waktunya, ya untuk beristirahat." Sekar terpaksa berbohong pada Puri.
"Oh, gitu, ya Tante. Sebenarnya, tadi kami sudah ada janji untuk pergi. Tapi, ternyata Riri sekarang sakit. Ya, semoga dia cepat sembuh. Kalau gitu aku pulang, ya Tante."
Puri pun menyalami Sekar memohon ijin untuk pulang.
"Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam. Hati-hati di jalan!"
"Ya, Tante!" balas Puri.
Setibanya di rumah, Puri tak sabar ingin membuka dan membaca surat dari Riri. Hatinya terus bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi pada Riri dan juga ibunya. Mengapa mereka terlihat begitu menyedihkan dan sangat mengkhawatirkan. Lalu dia mulai membaca surat itu.
Dear Puri, maaf hari ini aku tidak jadi menemanimu. Mungkin untuk selamanya aku tidak dapat menemui mu, karena aku sudah memutuskan untuk berhenti sekolah. Aku mohon sampaikan pesanku ini kepada kepala sekolah. Puri, aku akan pergi jauh dan tak tahu kapan akan kembali. Terima kasih untuk semua yang telah kamu berikan kepadaku. Persahabatan yang telah kita jalin takkan pernah aku lupakan, serta rasa sayang yang telah kita bagi selama ini. Aku selalu menyayangimu. I Love You Forever, Puri...
Setelah selesai membacanya, Puri tak dapat lagi menahan air matanya, ia menangis tersedu-sedu. Dia seolah tak percaya hal ini akan terjadi. Waktu terasa begitu cepat berlalu, tak terasa dia dan Riri telah bersahabat begitu lama sangat lama. Namun, kini mereka harus berpisah. Itu sungguh tidak mungkin. Ia hanya bisa berkata.
"Riri ..., kenapa ini harus terjadi?! Menyapa, kamu tidak mengatakannya secara langsung padaku? Apa salahku? Hingga kamu setega ini meninggalkan aku. Tidak, aku tidak akan biarkan kamu pergi. Aku tahu apa yang harus aku lakukan, aku akan pergi dan memohon padanya agar tidak jadi pergi."
Tanpa berpikir panjang, Puri langsung pergi lagi ke rumah Riri.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 182 Episodes
Comments
{Annailla ♡♡}
Semangat kakak ku
😊😊😊
2022-04-14
3
Nindira
Syukurlah Puri sama Riri udah baikan lagi..
Kasihan banget sih bu Sekar😢
Riri emang mau pergi kemana sih sampai-sampai mau berhenti sekolah?
2022-03-23
1
Your name
Puri pasti langsung terkejut pas membaca surat, apalagi sahabat sejatinya lah yang menulis surat tersebut. Puri pasti hafal tulisan tangannya.
2022-02-22
1