Kedekatan itu akan menghilangkan rasa canggung yang melanda
...*****...
Mereka pergi mencari toko roti dan minuman untuk mengganjal perut mereka yang lapar. Sudah semalaman mereka tidak makan. Saat telah sampai di tempat yang di tuju, mereka pun membeli sesuatu untuk mereka makan. Ketika, Ryu membayar makanan serta minumannya, tiba-tiba saja Riri menghentikannya.
"Tunggu, apa kamu yakin makanan ini halal?"
"Insyaallah, ini halal kok. Pemiliknya juga seorang muslim, jika kamu tidak percaya coba saja tanyakan padanya." sarannya pada Riri, tidak mau ambil pusing lagi Riri hanya pasrah.
"Baiklah, aku percaya padamu. Tapi, bukan berarti aku percaya sepenuhnya padamu. Kamu harus tahu itu." tukasnya dengan tegas.
"Memangnya, siapa lagi yang bisa kamu percaya selain aku disini?" kata Ryu sambil tersenyum jahil.
Mendengar itu, Riri sedikit menggaruk kepalanya yang sama sekali tidak gatal. Seketika, dia menjadi kikuk dibuatnya. Namun, bukan Riri namanya jika tidak bisa menjawab pertanyaan yang di lontarkan padanya.
"Eee ..., memang nggak ada sih, terus kenapa? Apa kamu marah jika aku tidak percaya sepenuhnya padamu?" jawabnya dengan penuh kekesalan.
"Hai, kamu cepat sekali marah, ya. Lalu, kapan kita akan makan. Aku sangat lapar, jika kamu terus marah-marah begini, kita tidak akan makan. Kalau mau marah isi dulu tenaga mu, setelah itu lanjutkan lagi marahnya. Itu pun kalau kamu masih nafsu." jelas Ryu panjang lebar, agar Riri dapat mengerti apa yang di sampaikan nya.
Riri menuruti ucapan Ryu.
"Benar juga, ya. Kalau gitu makan dimana kita?" Ternyata, Ryu berhasil dia sangat lega sampai ia menghela nafas.
"Huh ... syukurlah!"
"Kamu kenapa?" tanya Riri yang tak menyadari akan sikapnya Ryu.
"Tidak, apa-apa. Nah, itu ada tempat duduk. Ayo, kita ke sana!"
Duduk sambil menikmati roti masing-masing itulah yang tengah di lakukan oleh Ryu dan Riri. Saat hendak makan, Riri melihat Ryu berdoa sebelum memakan makanannya. Ia tak menyangka, ternyata Ryu adalah laki-laki yang taat pada agama. Padahal, ia hidup dalam lingkungan yang minoritas muslim. Berbeda dengan dirinya yang hidup dalam lingkungan mayoritas muslim. Malah ia sering lupa untuk berdoa sebelum makan.
Saat itu, ia benar-benar kagum sekali pada Ryu.Tiba-tiba saja, Ryu menyadarkannya dari lamunannya. Dengan melambaikan tangan tepat di depan wajahnya.
"Hai, apa yang kamu lihat? Apa kamu sedang mengagumi ku?" Dengan percaya diri, Ryu mengatakannya. Lalu, Riri pun sadar dan spontan saja berkata kasar pada Ryu.
"Apa ...? Kagum padamu, itu tidak mungkin. Memangnya, siapa kamu sampai-sampai aku harus kagum padamu. Dengar, ya itu hanya ada dalam khayalan mu saja." Riri mencoba menutupi rasa malunya dengan memarahi Ryu, yang saat itu hanya tersenyum tipis melihat tingkah Riri. Sambil menggeleng-geleng kan kepalanya.
"Kenapa, ada yang lucu? Silakan saja tertawa sepuasnya, aku tidak peduli."
Kemudian, dia makan dengan lahapnya, sampai-sampai tersedak pula.
"Uhuk ... uhuk ...,"
"Makanya, makan itu jangan terburu-buru!
Minumlah ini, biar tidak tersedak lagi," Ryu menyodorkan minuman pada Riri.
"Terima kasih," ucapnya. Ryu menganggukkan kepalanya.
"Makanlah dengan tenang dan nikmatilah makananmu! Kamu jangan takut lagi! Ada aku di sampingmu. Aku akan berusaha untuk selalu menjagamu, melindungimu, serta mendampingimu selama kamu masih ada di sini. Itulah janjiku padamu."
Riri terdiam mendengar ucapan Ryu padanya. Namun dalam hatinya ia bicara.
"Allah, apakah benar apa yang diucapkan pria ini padaku? Padahal, aku adalah orang asing baginya. Kebaikan serta ketulusan hatinya, benar-benar membuat hatiku tersentuh dan luluh karenanya. Aku harap ini bukanlah khayalanku atau sekadar angan-angan ku belaka. Allah, semoga dia benar-benar menepati ucapannya itu. Aamiin!"
Tak lama kemudian, Ryu mencoba menatap mata Riri dan berkata.
"Sekarang, cobalah lihat aku dan tatap mataku! Lihatlah olehmu adakah kebohongan yang terpancar dari mataku? Jika kamu melihat ada kebohongan, itu berarti aku bukanlah seorang pria yang dapat di percaya dan juga bukanlah orang yang baik.
Akhirnya, Riri mulai menatap dan menilai Ryu dari lubuk hatinya. Di dalam hatinya ia berkata,
"M**ata ini benar-benar hanya memancarkan kejujuran. Sungguh, aku tidak bisa menemukan kebohongan di dalamnya. Ya, Allah. Semoga perasaanku ini benar."
"Apakah sudah selesai menilai ku? Sebaiknya jangan terlalu lama, nanti malah jadi dosa." kata Ryu yang tentu saja membuat Riri kesal. Riri langsung berdiri dari duduknya.
"Eh, jangan marah!" kata Ryu, mencoba membujuk Riri yang kesal karenanya.
"Jadi, apa pendapatmu tentangku?"
Riri berjalan, lalu mulai bicara perlahan.
"Ryu ... kamu adalah pemuda yang sopan dan baik. Tidak hanya itu, kamu juga seorang yang jujur serta taat pada agama dan aku yakin sekali, kamu tidak akan mengecewakan perempuan yang dekat denganmu. Apa kamu tahu? Aku hanyalah siswi SMA yang harusnya lulus tahun ini. Tapi sekarang aku malah ada di sini untuk mencari ayahku." Air matanya kini telah mulai menampakkan dirinya. Walau, dia telah berusaha untuk menahannya agar tidak tertumpah, tapi apalah daya ia tak kuasa menolaknya untuk jatuh membasahi pipinya.
Riri kembali melanjutkan perkataannya.
"Aku belumlah dewasa, Ryu. Bagaimana mungkin? Penilaian ku terhadapmu itu berpengaruh?"
Kini giliran, Ryu yang angkat bicara.
"Justru, menurutku kamu sudah dewasa. Mengapa, itu karena kamu telah bisa memutuskan sesuatu yang berarti dalam hidupmu. Aku sangat berterima kasih atas penilaian mu terhadapku."
Mereka saling tersenyum satu sama lain.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 182 Episodes
Comments
Your name
Baik banget Ryu, kadang-kadang sosoknya seperti seorang Kakak dan kadang-kadang seperti seorang kekasih yang merasa khawatir terhadap pasangannya.
The best deh Ryu, suka sama karakternya
2022-04-17
1
Nindira
Ryu itu udah banyak nolongin kamu Riri tapi ko kamu masih belum bisa percaya padanya
Karakter Ryu sepertinya sosok pasangan idaman banget ya, love, love lah buat Ryu.
Ucapan Ryu yang akan menjaga, melindungi dan mendampingi Riri udah kaya ngomong ke orang spesial aja padahal mereka baru ketemu
2022-03-25
2
HIATUS
true! , kedewasaan bukan di ukur sari usia, tapi dari pemikiran dan sikap kita.
2021-12-05
1