TEMAN LAKNAT

Empat orang pria, melangkahkan kakinya untuk memasuki area SMA Tunas Bangsa. Mereka adalah Marvell, Rafa, Randy dan Julian.

Semua pandangan tertuju pada mereka. Bahkan tak jarang pula terdengar teriakkan dari siswi-siswi yang ada disana.

Dengan baju yang di keluarkan, mereka berjalan dengan gaya coolnya di lorong-lorong sekolah. Sampai terdengar sebuah suara yang mengagetkan mereka, yang membuat mereka lekas menoleh ke belakang.

"Empat serangkai." Teriak ibu Lydia menggelegar, yang merupakan wali kelas mereka.

"Pagi-pagi udah denger suara Bulid aja." Gumam Randy yang dapat di dengar oleh teman-temannya.

Bu Lydia berkacak pinggang sambil menatap garang ke-empat siswa yang selalu membuat keonaran di kelasnya itu.

"Kesini kalian berempat." Perintahnya.

Mereka saling bersitatap sejenak, kemudian menghampiri bu Lydia yang berdiri tak jauh di hadapan mereka.

Setelah empat serangkai itu berdiri di depannya, bu Lydia menatap satu-persatu dari mereka.

"Sudah berapa kali saya bilang, ma---"

"Masukkan baju." Potong mereka berempat.

"Kalau sudah tahu, mengapa bajunya masih di keluarkan?"

"Tadi gak sempet, buk. Saya tadi bangun kesiangan." Timpal Julian.

"Alasan." Cibir bu Lydia. Lalu matanya beralih pada Rafa.

"Kamu itu anak dari pemilik sekolah ini. Harusnya kamu bisa memberikan contoh yang baik kepada teman-teman kamu."

Rafa melirik semua temannya yang ada di sampingnya. Dan kembali menatap bu Lydia.

"Maaf buk." Hanya itu yang Rafa ucapkan.

Bu Lydia akhirnya menghembuskan nafasnya lelah sembari memijat pelipisnya yang selalu pusing jika berurusan dengan keempat anak didiknya ini.

"Masuk ke kelas." Perintahnya.

"Emang kita mau masuk ke kelas." Sahut Julian enteng, yang langsung mendapatkan tatapan tajam dari bu Lydia.

Julian pun berlari lebih dulu untuk menuju ke kelasnya, kemudian di susul oleh ketiga temannya.

Sesampainya di kelas....

Seperti biasa, mereka langsung duduk di bangku masing-masing. Marvell dan Rafa yang di depan, sedangkan di belakang mereka terdapat Julian dan Randy.

"Bel masih lama kagak?" Tanya Julian sambil mengelus perutnya.

"Bentar lagi." Jawab Randy tanpa menoleh.

"Gue laper. Tadi gue gak sempat mau sarapan."

"Terus?"

"Ya elah, pakek nanya. Kuyy, temenin gue ke kantin."

"Bentar lagi mau masuk." Timpal Rafa.

Marvell sedari tadi diam sembari mengeluarkan buku-bukunya. Lalu matanya membulat tatkala dia membuka bukunya dan terdapat PR matematika yang belum dia kerjakan.

Apalagi matematika pelajaran pertama dan bu Lydia-lah yang menjadi gurunya.

Dan tanpa basa-basi, Marvell menarik buku Rafa yang sudah ada di atas meja.

"Loe kenapa?" Tanya Randy bingung pada Marvell.

Marvell mendengus sebal, "Kenapa gak ada yang bilang kalau ada PR?"

"Loe gak nanya." Sahut Randy santai. Kemudian matanya beralih pada Julian yang sekarang sibuk dengan hp-nya.

"PR loe udah?" Harusnya Randy tidak usah bertanya. Karena dia sudah tahu apa jawabannya.

"Belum."

'Sudah kuduga.' Batin Randy.

"Loe gak ada niatan mau ngerjain?" Tambah Randy.

Julian menghela nafasnya, "Namanya PR itu, di kerjakan di rumah, bukan di sekolah. Kalau di sekolah bukan PR namanya, tapi PS."

Marvell yang merasa tersindir, lalu menolehkan kepalanya ke belakang dan menatap Julian tajam.

"Apa? Kata-kata gue ada yang salah?" Lanjut Julian.

Marvell lalu memilih untuk mengabaikannya, dan menyalin kembali PR Rafa. Baru dua soal yang selesai di salinnya, tiba-tiba bu Lydia masuk ke kelas.

"Ini guru cepat amat datang ke kelasnya." Ucap Randy.

"Buk, kok udah masuk ke kelas aja sih? Kan belum bel." Protes Marvell.

"Listrik sekarang lagi mati. Makanya gak bel." Balas bu Lydia apa adanya.

"Gimana? Udah selesai belum?" Tanya Rafa sembari melirik buku Marvell.

"Ya belumlah. Bulid datengnya cepat amat." Gerutu Marvell kesal.

"Nah loe." Terdengar bisikan-bisikan syaitan dari arah belakangnya.

"Tenang aja, Vell. Ada gue kok." Sahut Julian santai.

Marvell mendelikkan matanya pada Julian. Selalu saja dirinya di hukum bersamaan dengan temannya itu.

"Baiklah anak-anak. Kita lanjutkan pelajaran kita yang kemarin." Ucap bu Lydia sambil menuliskan sesuatu di papan tulis.

"Kayaknya Bulid lupa kalau ada PR hari ini." Gumam Rafa.

Marvell tersenyum smirk, "Jangan ada yang bilang."

Namun jika tidak saling mengerjai teman, maka persahabatan mereka akan terasa hambar.

"Buk.." Panggil Julian dengan nada keras.

Bu Lydia membalikkan badannya dan menatap Julian dengan penuh tanda tanya.

Julian menatap Marvell yang kini menatapnya tajam, kemudian dia beralih menatap Randy yang menganggukkan kepala. Lalu dia bergantian menatap Rafa yang sekarang menatapnya datar.

'Kenapa semua temen gue rada aneh gitu ya?' Batinnya bingung.

"Ada apa, Julian?" Tanya bu Lydia karena Julian tidak kunjung bicara.

"Emm, enggak jadi deng buk." Julian lalu duduk kembali. Dan Bulid melanjutkan tulisan di papan tulis.

Marvell tersenyum lega sedangkan Randy bergumam tidak jelas. Lalu sebuah senyum devil muncul di bibir Randy.

"Buk, ada PR." Teriak Randy cukup keras.

Glegar

Marvell seperti mendengar petir di pagi hari. Lalu dia membalikkan kepalanya dan menunjukkan wajah menakutkannya pada Randy

Randy justru menunjukkan cengirannya sambil memperlihatkan jarinya yang berbentuk V.

"Oh ya? Kalau begitu kumpulkan sekarang."

Semua murid maju ke depan untuk mengumpulkan PR mereka, kecuali Julian dan Marvell yang tetap duduk di bangku mereka.

Setelah buku-buku menumpuk di mejanya, bu Lydia menghitung buku tersebut untuk memastikan jika semua anak muridnya mengumpulkan PR.

Dahinya mengkerut saat dia merasakan bukunya ada yang kurang. Lalu dia menatap semua anak muridnya yang kini juga menatapnya.

"Siapa yang tidak mengerjakan PR?"

Terdengar suara deret kursi yang di dorong. Dan ternyata itu Julian yang berdiri dari duduknya.

"Julian, julian." Bu Lydia menatap satu muridnya itu kesal sambil berkacak pinggang.

"Etss, bukan saya aja buk yang gak mengerjakan PR. Dia juga gak ngerjain." Timpal Julian sambil melirik Marvell.

Mata bu Lydia berpindah pada Marvell yang tengah menundukkan kepalanya sambil menggerutu disana.

"Marvell, kenapa kamu tidak berdiri?" Teriak Bulid marah.

Marvell menghela nafasnya panjang, kemudian berdiri sama seperti Julian.

"Ibu tiap hari lelah selalu menasehati kalian ini. Bisa gak kalau sehari aja kalian gak bikin ibu marah?"

Semuanya terdiam dengan kepala tertunduk. Begitupun dengan Rafa.

"Keluar." Tambah Bulid.

"Keluar dari kelas saya. Saya tidak mau kalian mengikuti mata pelajaran saya hari ini." Lanjutnya.

'Yesss..' Pekik Julian dalam hati.

"Tunggu apa lagi? Cepat keluar!"

Julian lebih dulu melangkahkan kakinya menuju ke pintu, namun sebelum keluar, dia menyempatkan diri untuk menyalimi tangan bu Lydia. Setelah itu barulah dia keluar dari kelas sembari bersiul ringan.

Sedangkan Marvell, dengan langkah pelan dan lesu, dia berjalan keluar dari kelas tersebut. Namun sebelum itu, dia menatap tajam Randy yang tengah cekikikan menatapnya.

Terpopuler

Comments

💞🎗Yannie🎗💞

💞🎗Yannie🎗💞

sukaaaaaaaa 🤗🤗🤗😘😘😘😘
Randy GA setia kawan 😉😉😉

2021-01-12

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!