Part 2

"Hani ... mari kita jalani dulu,"

Mengingat perkataan Ayan terakhir kali membuat Hani menjadi tidak nyaman. Apa maksud dari kata-kata Ayan terakhir kali?

Gak mungkinkan, Kalau pria Alim seperti Ayan itu mau menikah dengan gadis sepertinya?

Membayangkan penampilannya saat itu saja membuat Hani bergedik jijik.

"Kenape lu?" Boby datang sambil membawa sebotol minuman fanta. Kemudian cowok itu lempar ke arah Hani.

Tap!

Hani menangkapnya dengan cepat. Tersenyum miring dan mulai membuka botol minuman di tangannya sambil berkata.

"Heran gue ...."

Hani menenggak minumannya menyisahkannya hanya setengah.

"Sama om-om yang mau di jodohi sama gue," keluh Hani sambil menenggak minumannya lagi.

"Heran kenape?" tanya Boby menarik kursi di sampingnya, mendekat ke tempat duduk Hani.

"Cerita ke gue!" ujarnya agar temannya itu mau cerita lebih detail.

Hani menghela napas lelah, gadis itu menatap nanar botol minumannya. Memutar-mutarnya kemudian gadis itu mulai berkata.

"Padahal kemarin tuh gue udah dandan kayak ondel-odel, supaya apa? Dia jijik sama gue. Tapi pas sebelum pergi dia malah bilang gini,"

Hani menegakan tubuhnya, menyentuh kedua pundak Boby kemudian menatap matanya.

"Hani ... mari kita jalani dulu," ralatnya mengucapkannya seperti gaya Ayan kemarin malam.

"Apaan coba maksudnya? Gak ngerti gue!" tandas Hani geleng kepala. Melepaskan tangannya dari pundak Boby. Gadis itu kembali menenggak minumannya hingga habis.

"Gue rasa ni ya, tuh om-om kayaknya suka deh sama lo!" tebak Boby. Membuat Hani langsung terbatuk saat mendengarnya.

"Gila lu! Ya kali tuh om-om suka sama gue?" ucap Hani dengan suara meninggi.

"Gak ada yang gak mungkin di dunia ini. Han," ujar Boby, tersenyum pria itu bangkit mengelus puncak kepala Hani kemudian berkata,"Eh gue mau ngapel dulu sama pacar gue ya!" Boby melambai-lambaikan tangannya.

"Dadah!" ucapnya.

Hani geleng kepala. Gadis itu menidurkan kepalanya ke atas meja.

Menatap teman sekelasnya yang tengah asik mengobrol dengan teman mereka masing-masing.

Menghela napas, Hani menatap meja kosong di belakangnya.

"Bella kapan lo balik sih?" tanya Hani memelas.

...****...

Ayan menatap lurus buah apel di tangan pelayan di depannya. Padangannya tajam menatap buah apel itu dengan matanya yang mulai menyipit.

Menarik pelatuknya perlahan pria itu meyipitkan matanya sebelah.

Dor!

suara tembakan yang sangat nyaring bunyinya itu membuat semua orang yang ada di dalam rumah langsung keluar.

"Ayan!" panggil Rosita membentak.

"Kalau kurang kerjaan? bagus bantu Bunda mempersiapkan pernikahan kamu," ujar Rosita membuat Ayan terkekeh pelan.

Pria itu memanggil Robi yang masih diam di tempat, terkejut saat peluruh itu mengenai buah apel di tangannya.

"Y-ya tuan?" tanya Robi ragu.

"Maaf ya Robi, pasti kamu terkejut tadi," Ayan menyodorkan pistolnya itu ke arah Robi,"Tolong kamu bawa ini ke ruangan saya," ujar Ayan yang di angguki Robi.

"Apa yang bisa Ayan bantu Bunda?" tanya pria itu lembut.

"Banyak sekali," balas Rosita.

"Salah satunya, Bunda minta tolong sama kamu," Rosita tersenyum memberikan beberapa contoh kartu undangan kepada Ayan.

"Tolong kamu tanyakan kepada nak Hani, mana yang cocok buat kartu undangan pernikahan kalian nanti!" tutur Rosita sembari tersenyum.

Ayan terdiam cukup lama, pria itu menghela napas panjang. Mengangguk seraya menerima beberapa kartu undangan di tangan Rosita.

"Bunda tunggu hasilnya," ujar Rosita seraya menepuk pundak putra sulungnya itu pelan.

"Oh ya?"

Rosita tersentak, saat mengingat sesuatu hal yang wanita itu lupakan.Meraih kontak perhiasan di mejanya, wanita itu langsung memberikannya kepada Ayan.

"Tolong, kamu kasih ini ke Hani ya," tutur Rosita yang di angguki Ayan.

"Cuma ini aja kan Bunda?" Ayan menunjukan barang-barang titipan bundanya.

"Gak ada yang lain?" sambungnya bertanya.

"Ada satu lagi," ujar Rosita dengan senyuman.

"Apa itu Bunda?" tanya Ayan penasaran.

"Tolong titip salam Bunda ke calon menantu ya," bisik Rosita menggoda.

Ayan menjadi tersipu malu. Pria itu berjalan mendekati Rosita, mencium punggung tangan ibunya pria itu berpamitan.

"Ayan pergi dulu ya Bunda. Assalamuallaikum,"

"Waalaikumsallam," balas Rosita.

...****...

"Eh," Boby menarik kera baju sekolah Hani. Membuat tubuh Hani terhenti.

"Mau kemana lu?" tanya Boby.

"Mau masuk lah!" balas Hani cuek.

"Enak banget lu! Kalau mau pergi itu lepasin dulu helm gue," jelas Boby sambil memukul helm yang masih di kenakan oleh Hani.

Hani menutup wajahnya malu, mengintip Boby dari sela-sela jarinya.

"Maaf, gue khilaf!" serunya sambil membuka Helmnya, kemudian memberikannya kepada Boby.

Boby menggeleng sambil membantu Hani membenahi rambutnya.

"Assalamuallaikum," ucap seorang pria dengan suara lembut seperti biasanya.

Boby dan Hani sama-sama terkejut saat melihat kedatangan Ayan yang tiba-tiba.

"Ngapain lo kemari?" sinis Hani.

Ayan tersenyum, sambil mengangkat dua kantong plastik di tangannya.

"Bunda nyuruh aku ke sini," jelas Ayan.

"Oh, yaudah sana lo masuk!" kilah Hani menggeserkan badannya menjauh dari pintu rumahnya.

"Ok," jawab Ayan santai, kemudian mulai melangkah menuju rumah.

"Oh itu si om-om yang mau di jodohi sama lo?"

Hani menganguk malas.

"Dia aktor?" tanya Boby merasa kepo.

"Gak ih!" sela Hani.

"Terus apa dong?" tanya Boby semakin penasaran.

Hani berdehem, memajukan kepalanya untuk membisikan sesuatu di sana.

"Om-om itu TENTARA!" bisik Hani. Membuat tubuh Robi mendadak membeku.

"What?" teriaknya tidak percaya.

"Lo gak lagi ngelawak kan?" sambungnya.

Hani mengangkat pundaknya, tersenyum miring gadis itu berkata,"Ngapain juga gue ngelawak," ucapnya santai kemudian berpamitan hendak masuk ke dalam rumah.

...****...

20 menit sudah Ayan berada di rumahnya, berbicang-bicang dengan mama dan papanya.

Rasanya sangat aneh saat dia membayangkan kalau sebentar lagi dirinya akan segera menikah dengan seorang pria yang usianya sangat jauh dengannya.

"Hidup yang membosankan," ucapnya lirih.

Memejamkan kedua matanya, gadis itu mulai merentangkan tangannya menghirup udara sore dalam-dalam.

"Assalamuallaikum," sapa seseorang dari belakang, membuat Hani kembali membuka matanya. Menatap Ayan yang tengah berdiri di depannya tanpa melihat dirinya.

"Ada apa ya?" tanya Hani dingin.

"Maaf, jika aku mengganggu kamu."

Ayan mengeluarkan sebuah kotak yang berisi kalung titipan Bundanya tadi ke arah Hani. Membukanya perlahan untuk memperlihatkannya kepada Hani.

"Untuk apa ini?" tanya Hani dengan alis menyatuh.

"Ini kalung, tadi Bunda titip ini untuk kamu." jelas Ayan.

"Tolong di terima," sambungnya.

Hani mengerutkan keningnya, menatap Ayan yang terus menunduk memandangi lantai di bawahnya.

"Gue bakal mau,"

Hani tersenyum miring, gadis itu ingin membuat Ayan jijik dengannya.

"Kalau lo pasangi kalung itu sendiri ke leher gue!" lanjutnya seraya menunjuk lehernya yang putih.

Ayan membulatkan matanya. Menatap mata Hani dengan spontan.

Hani mengedipkan sebelah matanya,"Gimana mau gak?" tanya Hani menaik turunkan alisnya.

Ayan mengehela napas, berjalan perlahan ke arah Hani, mendekat pria itu tersenyum kemudian memberikan kotak perhiasan itu kepada Hani.

"Maaf, bukannya saya gak mau memakaikan kalung itu di leher kamu," Ayan memberi jeda.

"Hanya saja, kamu kan belum muhrim untukku, jadi sebaiknya kamu pakai kalung ini sendiri. Maaf." jelas Ayan.

Membuat Hani merasa aneh saat mendengarnya.

"Apaan sih?" desis Hani kemudian berjalan meninggalkan Ayan yang ada di atas gadung rumahnya seorang diri.

Terpopuler

Comments

amalia gati subagio

amalia gati subagio

😜 yach sudah lah, sabar. . 😈 aku padamu dah thor 💪💪💪💪

2021-08-08

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!